Alfalfa (Medicago sativa) adalah spesies tanaman yang dimanfaatkan sebagai makanan ternak (pakan) untuk sapi perah, kuda, sapi potong, domba, dan kambing.[3] Alfalfa juga digunakan dalam sistem rotasi tanaman pangan karena dapat mengikat nitrogen, memperbaiki struktur tanah, dan mengontrol gulma untuk tanaman berikutnya yang akan dibudidayakan.[3] Sejarah tertua mengenai tanaman ini berasal dari sisa-sisa alfalfa berusia 6000 tahun telah ditemukan di Iran.[4] Tulisan tertua mengenai alfalfa diperkirakan berangka tahun 1300 SM dan ditemukan di Turki.[4]
Sebagai pakan ternak, tanaman ini memiliki kandungan protein, vitamin, dan mineral yang tinggi.[3] Untuk melakukan budidaya alfalfa, kondisi tanah yang harus diperhatikan adalah pH (tingkat keasaman) tanah berkisar 6,3-7,5 dan kandungan garam dalam tanah tidak boleh terlalu tinggi.[3] Selama masa aktif pertumbuhannya, alfalfa tidak membutuhkan tanah yang basah.[3]
Deskripsi
Alfalfa adalah tanaman sejenis tanaman herba tahunan yang memiliki beberapa ciri, yaitu berakar tunggang, batang menyelusur tegak dari dasar kayu dan tingginya berkisar 30–120 cm, serta daun tersusun tiga. Tangkai daun berbulu dan berukuran 5–30 mm.[5] Kedalaman akar alfalfa dapat mencapai 2-4 meter. Saat memulai perkembangan batang, tunas aksiler di bagian bawah ketiak daun akan membentuk batang sehingga mahkota pada bagian dasar menjadi pangkal dan tunas aksiler di atas tanah membentuk percabangan. Perbungaan tersusun pada tandan yang padat dengan bunga kecil berwarna kuning.[6] Tumbuhan ini mampu hidup hingga 30 tahun, bergantung dari keadaan lingkungan.[7] Alfalfa juga memiliki bintil (nodul) akar yang mengandung bakteri Rhizobium meliloti sehingga dapat menambat atau mengikat nitrogen dari atmosfer untuk keperluan tumbuhan.[7]
Kultivasi
Musim penanaman alfalfa biasanya berlangsung pada peralihan antara musim semi ke musim gugur, namun pertumbuhan utama terjadi pada akhir musim semi atau awal musim panas. Tumbuhan ini memerlukan waktu penyinaran yang panjang. Perkembangan perbungaan dari setiap kultivar alfalfa dapat berbeda satu sama lain karena lama penyinaran yang diperlukan juga berbeda. Alfalfa tahan terhadap herbisida seperti benazolin, bentazon, dan asam 2,4-Diklorofenoksiasetat. Apabila ingin menanam alfalfa saja (monokultur), terutama pada musim dingin, dapat digunakan propizamida untuk mencegah pertumbuhan gulma yang mengganggu.[6]
Tanaman ini dapat dibudidayakan bersamaan dengan beberapa tanaman lain, seperti kembang telang (Clitoria ternatea), Cenchrus ciliaris, Macroptilium bracteatum, dan lain-lain.[5] Tanaman alfalfa lebih tahan terhadap kekeringan bila dibandingkan tanaman kacang-kacangan lainnya. Hal ini disebabkan akar yang panjang dan tanaman memiliki kemampuan melakukan dormansi (tidak aktif) saat musim kemarau yang parah. Saat mencapai kelembapan tertentu, alfalfa dorman dapat kembali aktif.[6]
Pada tahap pembenihan, irigasi umumnya diperlukan. Untuk mencegah hama dan penyakit, penyemprotan fungisida dan insektisida diperlukan dalam masa penanaman. Beberapa agen penyebab penyakit pada alfalfa adalah Xanthomonas alfalfa, Alternaria solani, Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, Phytophthora megasperma, dan Uromyces striatus. Pada waktu panen, biji-bijian biasanya disemprot dengan pengering tanaman untuk mempercepat pengeringan. Waktu panen yang tepat adalah ketika polong-polongan berisi biji sudah 65-75% berwarna cokelat gelap.
Manfaat
Budidaya alfalfa sebagai pakan ternak dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu penggembalaan dan konservasi. Alfalfa dapat ditanam sendiri ataupun sebagai campuran di antara rumput tropis dan sub-tropis. Bibit alfalfa juga banyak ditanam sebagai kecambah untuk makanan manusia.[5]
Alfalfa banyak diproduksi karena nilai nutrisi dan produksinya yang menguntungkan, selain itu tanaman ini juga disebutkan memiliki rasa yang enak. Dibandingkan dengan pakan ternak dari tanaman lainnya, alfalfa memiliki kandungan protein dan kalsium yang tinggi, tetapi energi termetabolisme dan kadar fosfor di dalamnya relatif rendah. Alfalfa juga termasuk berserat rendah sehingga mudah mencapai rumen (perut besar) dan mudah dicerna oleh hewan ternak.[5]
Dengan pemberian irigasi, tanaman alfalfa dapat memproduksi 25-27 ton per hektare kadar kering pada tahun pertama dan turun hingga 8-15 ton per tahun pada tahun ketiga. Produksi tersebut bergantung pada densitas tanaman, tingkat resistensi hama dan penyakit, aktivitas di musim dingin, dan hujan yang memengaruhi kelembapan tanah. Dengan hasil produksi tersebut, penanaman alfalfa dapat meningkatkan produksi susu pada sapi. Alfalfa yang tumbuh sepanjang tahun ini juga mencegah terjadinya defisiensi (kekurangan) energi pada ternak dan memperbaiki atau meningkatkan padang rumput.[5]
Galeri
Referensi