Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Divino afflante Spiritu

Divino afflante Spiritu adalah sebuah surat ensiklik yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada tanggal 30 September 1943. Ensiklik ini meresmikan periode modern dari penelitian Kitab Suci Katolik Roma dengan diperbolehkannya penggunaan metode Barat dalam ilmu kritik kitab suci secara terbatas.[1] Ahli Kitab Suci Katolik Raymond E. Brown menggambarkannya sebagai 'Magna Carta bagi kemajuan kitab suci'.[2]

Tujuan pertama dari ensiklik ini adalah untuk memperingati 50 tahun dikeluarkannya dokumen Providentissimus Deus oleh Paus Leo XIII pada tahun 1893, yang mengutuk penggunaan ilmu kritik tinggi (yaitu cabang analisis ilmu sastra yang menyelidiki asal usul suatu teks). Dalam ensiklik ini Paus Pius XII menyatakan bahwa semenjak dikeluarkannya dokumen tersebut, kemajuan-kemajuan telah terjadi di bidang arkeologi dan penelitian sejarah, yang layak menyebabkan definisi dari penelitian kitab suci perlu dikembangkan.

Sebelumnya, terjemahan Katolik atas kitab suci ke dalam bahasa-bahasa modern biasanya berdasar atas Vulgata Latin, yaitu teks yang digunakan di dalam liturgi. Pada umumnya, semuanya ini menggunakan teks asli, teks dalam Bahasa Yahudi, Bahasa Aram dan Bahasa Yunani hanya untuk menjelaskan arti sesungguhnya dari teks Bahasa Latin.

Dalam ensikliknya Sri Paus menekankan pentingnya penelitian yang terus-menerus atas bahasa-bahasa asli ini dan bahasa-bahasa yang layak lainnya, sehingga nantinya bisa mencapai pada pengetahuan yang lebih mendalam dan lebih menyeluruh akan arti teks suci. Ia menyatakan bahwa "teks asli ... yang telah ditulis oleh sang penulis itu sendiri melalui inspirasi ilahi, mempunyai kekuasaan dan nilai yang lebih besar daripada terjemahan yang paling baik sekalipun, baik dari masa lalu maupun masa sekarang" (Divino Afflante Spiritu, 16).

Sejak saat itu terjemahan Katolik atas kitab suci adalah berdasar langsung pada teks yang ditemukan di dalam manuskrip dalam bahasa aslinya, dengan juga memperhatikan terjemahan-terjemahan kuno yang kadang-kadang memperjelas apa yang tampak seperti kesalahan penyalinan dalam manuskrip tersebut, walaupun Vulgata Latin tetap menjadi kitab suci resmi dalam Gereja Katolik Ritus Latin.

Referensi

  1. ^ R.Kendall Soulen, Handbook of Biblical Criticism, Westminster John Knox Press, page 49
  2. ^ William James O'Brian, Riding Time Like a River: The Catholic Moral Tradition Since Vatican II, Georgetown University Press, 1993, page 76.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya