- Untuk nama Don Richardson lainnya, lihat Don Richardson (disambiguasi)
Don Richardson (lahir di Kanada tahun 1935) adalah seorang misionaris Kristen Kanada, guru, penulis dan penyuara international yang bekerja orang pedalaman Western New Guinea, Indonesia.[1] Dia adalah tamatan Prairie Bible Institute, suatu lembaga pendidikan kependetaan Kristen Protestan, di Alberta, Kanada. Lembaga ini didirikan 1922 dan kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan Kristen terbesar di Kanada, sangat menekankan penginjilan ke luar negeri. Carol Soderstrom dari Amerika Serikat, seorang wanita yang adalah juga tamatan lembaga tadi, kemudian menjadi isteri Don Richardson. Richardson mengambil keputusan untuk menjadi penginjil bagi suku-suku terasing di Nieuw Guinea Belanda pada tahun 1955, suatu keputusan yang kemudian didukung isterinya. Sebagai persiapan tambahan bagi pekerjaannya pada masa depan, Don Richardson memelajari linguistik dan Carol ilmu keperawatan. Pada bulan Juli 1962, pasangan ini bersama Steven, putera mereka yang pertama, mulai tinggal dan bekerja sebagai keluarga penginjil di antara suku Sawi.
Karier sebagai misionaris
Richardson kuliah di Prairie Bible Institute dan Summer Institute of Linguistics. Pada tahun 1962, ia dan istrinya, Carol, bersama bayi mereka yang berusia 7 bulan, pergi untuk bekerja di antara suku bangsa Sawi yang saat itu termasuk ke dalam wilayah Dutch New Guinea di bawah pelayanan Regions Beyond Missionary Union. Orang Sawi terkenal sebagai suku pemburu kepala ("headhunters") yang bersifat kanibal.[2] Hidup di antara penduduk tersebut pada waktu itu berarti terisolasi dari dunia modern dan menghadapi bahaya penyakit malaria, disenteri, dan hepatitis, selain juga bahaya kekerasan, karena suku itu suka berperang.
Di rumah yang mereka bangun di tengah hutan, keluarga Richardson memperlajari bahasa daerah Sawi yang sangat kompleks. Ada 19 tense untuk setiap kata kerja. Don segera menguasai dialek itu setelah belajar setiap hari selama 8-10 jam per hari.
Richardson berupaya agar penduduk desa dapat mengerti Yesus Kristus dari Alkitab, tetapi ada halangan budaya untuk memahaminya sampai kemudian terjadi suatu peristiwa tak terduga yang membuat konsep "penebusan pengganti" yang dilakukan Kristus bagi umat manusia menjadi sangat relevan bagi kehidupan orang Sawi.
Sejarawan misionaris Ruth A. Tucker menulis:
Sembari belajar bahasa dan hidup di antara mereka, ia (Don) semakin menyadari jurang yang memisahkan pandangan hidup Kristennya dengan pandangan hidup orang Sawi: "Di mata mereka, Yudas, bukan Yesus, yang merupakan pahlawan Injil, Yesus hanya seorang yang kena tipu dan patut ditertawakan." Akhirnya, Richardson menemukan apa yang disebutnya sebagai Analogi Penebusan ("Redemptive Analogy") yang menunjuk kepada Pengejawantahan Kristus yang jauh lebih jelas daripada semua pembacaan Alkitab. Apa yang ditemukannya adalah konsep orang Sawi mengenai Anak Pendamaian ("Peace Child").[3]
Tiga desa kesukuan selalu dalam peperangan satu sama lain. Karena tidak tahan melihat pertumpahan darah, keluarga Richardson mempertimbangkan untuk meninggalkan daerah itu. Selama ini Don sudah membantu penduduk memperbaiki cara hidup mereka dengan teknologi modern dan Carol merawat orang-orang sakit serta balita sehingga tingkat kematian menurun dengan peningkatan drastis mutu kesehatan mereka, selain juga mengajar orang-orang membaca dan menulis. Untuk menahan agar keluarga Richardson tidak pergi, orang-orang Sawi dari suku-suku yang berperang memutuskan rapat bersama dan berdamai di antara orang-orang yang saling membenci itu. Upacara pendamaian itu dilakukan dengan cara menukarkan seorang bayi di antara dua suku. Bayi itu diantarkan oleh pemimpin suku ke desa musuhnya dan memberikan anak itu untuk dibesarkan di suku musuh itu. Selama "anak pendamaian" itu hidup, maka kedua suku itu hidup dalam damai, dan tidak akan berperang satu sama lain. Melihat hal itu, Richardson menulis: "(menurut orang Sawi) jika seorang laki-laki mau memberikan anaknya sendiri kepada musuhnya, maka orang itu dapat dipercaya!" Dari gambaran yang unik ini tampaklah analogi atas pengorbanan Allah dengan memberikan Anak-Nya Yang Tunggal ke dunia ini untuk memperdamaikan. Orang Sawi mulai memahami pengajaran tentang Kristus yang menjelma ke dalam dunia menurut Injil setelah Richardson menjelaskan perihal kasih Allah dengan cara ini.
Setelah peristiwa itu, banyak orang desa memeluk Kekristenan, terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa Sawi diterbitkan, dan hampir 2.500 pasien orang Sawi diobati oleh Carol. Bangunan berbentuk lingkaran terbesar di dunia yang dibangun hanya dari batang-batang pohon yang tidak dipotong tipis, didirikan pada tahun 1972 sebagai tempat pertemuan orang Kristen di wilayah suku Sawi.[4]
Keluarga Richardson kemudian meninggalkan orang Sawi yang diurus oleh para penatua gereja dari kalangan mereka sendiri dan dibantu oleh para misionaris lain, untuk mulai bekerja di kalangan pemakai bahasa Auyu.
Pekerjaan setelah kembali ke Amerika
Pada tahun 1977 Don dan Carol kembali ke Amerika Utara, di mana ia menjadi seorang "minister-at-large" untuk misinya (sekarang disebut "World Team"). Don juga mulai mengajar di "U.S. Center for World Mission" (USCWM; sekarang "Venture Center") di Pasadena, California, Amerika Serikat, sebagai "Director of Tribal Peoples' Studies". Ia juga berperan penting dalam meluncurkan pelajaran "Perspectives on the World Christian Movement" di bawah pengawasan USCWM. Richardson juga terus mengajar dan pergi ke berbagai tempat, berbicara mengenai "redemptive analogies" sebagai cara mengkomunikasikan pesan Injil kepada suku-suku bangsa dan budaya lain. Buku-bukunya yang laris memberikan dampak signifikan bagi misiologi dan pekerjaan misionaris Kristen selanjutnya.
Karya
Referensi
- ^ Tucker (1983), p. 476-478
- ^ Tucker (1983), p. 476
- ^ Tucker (1983), p. 477
- ^ Tucker (1983), p. 478
Pustaka
Pranala luar
- Never the Same ("Tidak Pernah Sama") Film dokumenter mengenai kunjungan Don Richardson kembali ke tempat Orang Sawi 50 tahun kemudian (2012).
|
---|
Umum | |
---|
Perpustakaan nasional | |
---|
Lain-lain | |
---|