Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Hoe

Hoe
Nama Korea
Hangul
Hanja
Alih Aksarahoe
McCune–Reischauerhoe

Hoe (diucapkan [hø~hwe]) adalah istilah umum untuk berbagai makanan Korea berupa potongan terbaik ikan segar atau daging yang tidak dimasak. Saengseon hoe (생선회,生鮮膾) adalah irisan tipis daging ikan segar atau makanan laut lainnya (serupa dengan sashimi). Yukhoe (육회,肉膾) adalah daging sapi mentah yang diberi bumbu kecap asin, gochujang, minyak wijen, dan arak beras. Gan hoe (간회,肝膾) adalah hati sapi mentah yang dibumbui minyak wijen dan garam. Hongeohoe (홍어회, 洪魚膾) adalah irisan daging ikan pari yang sebelumnya disimpan di dalam guci hingga terfermentasi.

Saus cocol untuk saengseon hoe disebut chogochujang (초고추장) yang dibuat dari gochujang dan cuka. Sebelum dimakan, hoe bisa diberi wasabi atau dicocol ke saus chogochujang atau ssamjang (쌈장), dan dibungkus dengan daun perila atau daun selada. Sewaktu dihidangkan, hoe diletakkan di atas piring berisi dangmyeon agar terlihat menarik.

Di rumah makan, ketika selesai menyantap saengseon hoe, orang sering memesan maeuntang (sup ikan yang dibuat dari kepala ikan dan bagian ikan yang tidak bisa dijadikan hoe) .

Sejarah

Tradisi memakan daging dan ikan mentah di Semenanjung Korea diperkirakan diperkenalkan oleh orang Cina pada awal periode Tiga Kerajaan Korea (57 SM--668 AD). Dari kitab Analek karya Kong Hu Cu asal abad 1 SM ditulis, "Jangan makan sampai menghabiskan yang halus. Jangan makan sampai menghabiskan potongan yang terbaik (食不厭精,膾不厭細).[1] Istilah kuai (膾) mulanya berarti irisan ikan mentah atau irisan daging seperti daging sapi atau daging domba. Namun sejak zaman Dinasti Qin dan Dinasti Han, istilah ini hanya berarti ikan mentah. Setelah Buddhisme berkembang di Korea sejak periode pertengahan Tiga Kerajaan Korea hingga akhir Dinasti Goryeo (918–1392), membunuh hewan untuk dijadikan makanan merupakan hal yang harus dihindari. Oleh karena itu, rakyat meninggalkan kebiasaan makan hoe bersamaan dengan tidak lagi dikonsumsinya daging. Makanan ini kembali dihidangkan setelah memudarnya pengaruh Buddhisme pada akhir periode Goryeo. Pada masa Dinasti Joseon, kerajaan menjunjung tinggi ajaran Konfusianisme, sehingga hoe kembali populer sebagai makanan orang Korea.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ http://www.confucius.org/lunyu/indonesian/indonesian_nd1008.htm Lun Yu Bab 10 Ayat 8
  2. ^ Kim Hak-min (김학민) (16 Juli 2003). "공자 사모님 힘드셨겠네" (dalam bahasa bahasa Korea). The Hankyoreh. Diakses tanggal 23 August 2008. 
Kembali kehalaman sebelumnya