Johor Bahru (pengucapan bahasa Malaysia: [ˈjohorˈbahru]), atau biasa disingkat JB, adalah ibu kota negara bagian Johor, Malaysia. Menurut sensus Malaysia 2010, Johor Bahru memiliki populasi sejumlah 497.067 dan merupakan kota terbesar kedua di negara Malaysia serta kota paling selatan kedua di Semenanjung Malaya.
Johor Bahru didirikan pada 1855 dengan nama Iskandar Puteri pada masa ketika Kesultanan Johor berada di bawah pengaruh Temenggong Daeng Ibrahim. Kota tersebut awalnya masih diperintah dari Telok Blangah di Singapura. Berkat kedatangan orang-orang Tionghoa dan Jawa, kawasan tersebut secara perlahan berkembang menjadi sebuah pusat pertanian. Kawasan tersebut berganti nama menjadi "Johor Bahru" pada 1862 dan lalu menjadi ibu kota Kesultanan Johor. Pada masa pemerintahan Sultan Abu Bakar, kota tersebut mengalami modernisasi, seperti pembangunan gedung-gedung administratif, sekolah-sekolah, tempat-tempat ibadah, dan jalur kereta api yang terhubung ke Singapura. Pada masa Perang Dunia II, Jepang menggunakan Istana Bukit Serene sebagai basis sementara mereka untuk melancarkan serangan terhadap kekuatan Inggris di Singapura. Johor Bahru diduduki oleh pasukan Jepang dari 1942 sampai 1945. Seusai perang, wilayah Johor diperintah sebagai bagian dari Negeri-Negeri Melayu Tidak Bersekutu dan Johor Bahru tetap menjadi ibu kotanya. Johor Bahru juga menjadi pusat nasionalisme Melayu dan merupakan tempat kelahiran sebuah partai politik yang bernama United Malays National Organisation (UMNO) pada 1946. Setelah pembentukan Malaysia pada 1963, Johor Bahru tetap menyandang status sebagai ibu kota negara bagian Johor dan secara resmi mendapatkan status kota pada 1994.
Tempat berdirinya kota Johor Bahru saat ini awalnya dikenal dengan sebutan "Tanjung Puteri", yang merupakan sebuah desa nelayan Melayu. Sultan Ali lalu menganugerahkan wilayah tersebut kepada Temenggong Daeng Ibrahim, dan ia mengganti nama "Tanjung Puteri" menjadi "Iskandar Puteri" setelah ia mendatangi kawasan tersebut pada 1858.[4] Setelah Temenggong meninggal, nama "Iskandar Puteri" diganti menjadi "Johor Bahru" oleh Sultan Abu Bakar.[5] (akhiran "Bahru" sama dengan "baru" dalam bahasa Melayu, tetapi ada pula ragam ejaan lain seperti Kota Bharu dan Pekanbaru di Indonesia.) Ejaannya dalam bahasa Inggris Britania adalah Johore Bahru atau Johore Bharu,[6] namun saat ini satu-satunya ejaan yang dianggap tepat di Barat adalah Johor Bahru, karena Johore hanya disebut Johor (tanpa huruf "e" di akhir kata) dalam bahasa Melayu.[7][8] Nama kota tersebut sekarang juga dieja Johor Baru atau Johor Baharu.[9][10]
Kota ini juga pernah disebut "Swatow (Shantou) Kecil" oleh orang-orang Tionghoa di Johor Bahru, karena sebagian besar penduduk Tionghoa di Johor Bahru adalah orang Teochew dengan leluhur yang berasal dari Shantou, Tiongkok. Mereka datang pada pertengahan abad ke-19, pada masa pemerintahan Temenggong Daeng Ibrahim.[11]
Sejarah
Akibat perselisihan antara orang Melayu dan Bugis, Kesultanan Johor-Riau mengalami perpecahan pada 1819; daratan utama Kesultanan Johor dikuasai oleh Temenggong Daeng Ibrahim, sementara Kesultanan Riau-Lingga berada di bawah kendali orang Bugis.[12] Temenggong ingin membentuk pusat pemerintahan yang baru untuk Kesultanan Johor dengan maksud untuk mendirikan sebuah dinasti dengan nama Temenggong.[13] Temenggong sebelumnya sudah menjalin hubungan yang erat dengan Inggris, dan Inggris sendiri ingin mengendalikan aktivitas dagang di Singapura, sehingga ditandatanganilah sebuah perjanjian antara Sultan Ali Iskandar Shah dengan Temenggong Ibrahim di Singapura pada 10 Maret 1855.[14] Berdasarkan perjanjian tersebut, Ali akan dimahkotai sebagai Sultan Johor dan memperoleh $5.000 (dolar Spanyol) ditambah dengan tunjangan sebesar $500 setiap bulannya.[15] Sebagai gantinya, Ali harus menyerahkan kedaulatan wilayah Johor (kecuali Kesang di Muar) kepada Temenggong Ibrahim.[12][15] Setelah isi perjanjian tersebut diberlakukan, Temenggong mengganti nama kawasan tersebut menjadi Iskandar Puteri dan memerintahnya dari Telok Blangah, Singapura.[5]
Pada masa itu, kawasan Iskandar Puteri masih berupa hutan belantara, sehingga Temenggong mencoba menarik pendatang Tionghoa dan Jawa untuk membuka lahan dan mengembangkan ekonomi pertanian di Johor.[16] Orang-orang Tionghoa menanami wilayah tersebut dengan lada dan gambir,[17] sementara orang-orang Jawa menggali parit, membangun jalan, dan menanam kelapa.[18] Seorang pengusaha Tionghoa yang bernama Wong Ah Fook juga tiba pada masa itu, dan pada saat yang sama sistem Kangchu dan sistem kontrak buruh Jawa mulai diberlakukan.[16][19][20] Setelah Temenggong tutup usia pada 31 Januari 1862, kota tersebut berganti nama menjadi "Johor Bahru"; Temenggong digantikan oleh putranya, Abu Bakar, dan pusat pemerintahannya di Telok Blangah dipindah ke Johor Bahru pada 1889.[5]
Sultan Abu Bakar yang diakui sebagai pendiri kota Johor Bahru modern [16]
Malaya Britania
Pada permulaan pemerintahan Abu Bakar, Inggris hanya mengakuinya sebagai maharaja ketimbang sultan. Pada 1855, Kantor Kolonial Inggris mulai mengakui statusnya sebagai sultan setelah pertemuan Abu Bakar dengan Ratu Victoria.[21] Setelah terjadinya sebuah perang saudara, Abu Bakar berhasil merebut kembali wilayah Kesang dengan bantuan dari Inggris, dan ia lalu membenahi infrastruktur dan ekonomi pertanian kota tersebut.[21][22] Infrastruktur seperti Masjid Negeri dan Istana Besar dibangun dengan bantuan dari Wong Ah Fook, yang telah membina hubungan yang erat dengan sultan semenjak kedatangannya pada masa kekuasaan Temenggong.[23] Abu Bakar lalu memerintah dengan mengikuti contoh Inggris, dan juga menerapkan sebuah konstitusi yang dikenal dengan nama Undang-undang Tubuh Negeri Johor (Konstitusi Negari Johor).[12][21] Meskipun Inggris telah lama menjadi penasihat Kesultanan Johor, wilayah tersebut belum dikendalikan secara langsung oleh pemerintah kolonial Inggris.[24] Kekuasaan secara langsung baru dimulai pada tahun 1914 (pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim), setelah status penasihat diangkat menjadi status yang mirip dengan "Residen" di Negeri-Negeri Melayu Bersekutu.[25]
Pembangunan kota Johor terhenti setelah Jepang yang berada di bawah pimpinan Jenderal Tomoyuki Yamashita menyerang kota tersebut pada 31 Januari 1942. Jepang sendiri telah memasuki Johor barat laut pada 15 Januari, sehingga mereka dapat dengan mudah menaklukkan kota-kota besar di Johor seperti Batu Pahat, Yong Peng, Kluang, dan Ayer Hitam.[29] Inggris dan pasukan Sekutu lainnya terpaksa hijrah ke Johor Bahru; namun, setelah Jepang terus menerus membombardir posisi pasukan Sekutu pada 29 Januari, pasukan Inggris mundur ke Singapura dan meledakkan jalan layang di antara kedua kota tersebut pada hari berikutnya sebagai upaya terakhir untuk menghentikan pergerakan pasukan Jepang.[29] Jepang kemudian menggunakan kediaman Sultan di Istana Bukit Serene, Johor Bahru, sebagai pangkalan sementara mereka untuk menjalankan rencana penaklukan Singapura sesambil menunggu penghubungan kembali jalan layang yang telah terputus.[30][31] Jepang memilih istana tersebut sebagai pangkalan, karena mereka tahu Inggris tidak akan berani menyerang tempat tersebut mengingat mereka menjalin hubungan yang erat dengan Johor.[29]
Dalam waktu kurang dari sebulan, Jepang memperbaiki jalan layang tersebut dan dapat dengan mudah memasuki pulau Singapura.[32] Seusai perang pada 1946, kota tersebut menjadi pusat pergerakan nasionalisme Melayu. Onn Jaafar, seorang politikus Melayu yang kemudian menjadi Menteri Besar Johor, membentuk partai United Malay National Organisation pada 11 Mei 1946 setelah orang-orang Melayu menyatakan rasa ketidakpuasan mereka terhadap tindakan pemerintah Inggris yang juga memberlakukan hukum kewarganegaraan kepada orang-orang non-Melayu di Malaya.[33][34] Kesepakatan terkait dengan kebijakan tersebut kemudian tercapai di Johor Bahru: orang-orang Melayu akan membiarkan dominasi ekonomi oleh orang non-Melayu, tetapi orang Melayu akan menguasai urusan politik.[35] Namun, konflik antara orang Melayu dan non-Melayu (khususnya orang Tionghoa) terus menerus dihasut semenjak terjadinya Kedaruratan Malaya.[36]
Malaya dan Malaysia
Setelah pembentukan Federasi Malaysia pada 1963,[37] Johor Bahru masih menjadi ibu kota negara bagian Johor, dan pembangunan pun terus digalakkan, termasuk dengan memperluas kota dan mendirikan kawasan-kawasan industri yang baru. Konfrontasi dengan Indonesia tidak berdampak secara langsung terhadap Johor Bahru karena tempat pendaratan utama pasukan Indonesia di Johor adalah di Labis dan Tenang.[38][39] Hanya terdapat satu organisasi mata-mata Indonesia yang aktif di kota tersebut pada masa ini, yang dikenal dengan nama Gerakan Ekonomi Melayu Indonesia (GEMI). Organisasi tersebut sering meminta orang-orang Indonesia yang tinggal di Johor Bahru untuk memberikan informasi hingga terjadinya pengeboman MacDonald House di Singapura pada 1965.[40] Pada awal era 1990-an, Johor Bahru mengalami perkembangan pesat, dan secara resmi memperoleh status kota pada 1 Januari 1994.[41] Alun-alun utama di Johor Bahru, yaitu Alun-Alun Kota Johor Bahru, dibangun untuk merayakan peristiwa ini. Distrik bisnis pusat kemudian dibangun di sekitaran Jalan Wong Ah Fook di pusat kota Johor Bahru dari pertengahan era 1990-an. Pemerintah negara bagian dan federal sendiri terus menggelontorkan dana yang besar untuk membangun kota ini - terutama setelah 2006, ketika kawasan ekonomi Iskandar Malaysia dibentuk.[42][43]
Pemerintahan
Sebagai ibu kota negara bagian, Johor Bahru memainkan peran penting dalam kesejahteraan ekonomi penduduk di seluruh negara bagian Johor. Di kota ini terdapat satu daerah pilih (P.160) yang diwakili oleh satu anggota parlemen. Penduduk kota tersebut juga dapat memilih dua anggota Dewan Negeri Johor dari daerah pilih Larkin dan Stulang.[44]
Otoritas lokal dan definisi kota
Kota ini diperintah oleh Majelis Bandaraya Johor Bahru. Wali kota Johor Bahru sejak 23 Juli 2018 adalah Amran bin A. Rahman.[45] Johor Bahru memperoleh status kota pada 1 Januari 1994.[41] Daerah-daerah yang masuk ke dalam yuridiksi Majelis Bandaraya adalah Distrik Pusat, Kangkar Tebrau, Kempas, Larkin, Majidee, Maju Jaya, Mount Austin, Pandan, Pasir Pelangi, Pelangi, Permas Jaya, Rinting, Tampoi, Tasek Utara, dan Tebrau.[46] Kawasan tersebut mencakup wilayah seluas 220 km2.[1]
Pengadilan dan penegakan hukum
Kompleks pengadilan tinggi kota terletak di Jalan Dato' Onn.[47] Pengadilan Sesi dan Magistrat terletak di Jalan Ayer Molek,[47] sementara pengadilan hukum syariah terletak di Jalan Abu Bakar.[48] Markas Besar Kontingen Polisi Johor terletak di Jalan Tebrau.[49] Terdapat pula dua markas besar polisi di tingkatan distrik di kota tersebut, yaitu markas besar polisi Distrik Utara Johor Bahru di Skudai, dan markas besar Distrik Selatan Johor Bahru di Jalan Meldrum. Keduanya juga beroperasi sebagai kantor polisi. Terdapat sekitar sebelas kantor polisi dan tujuh sub-kantor polisi (Pondok Polis) di distrik selatan sementara lima kantor polisi terletak di distrik utara dengan enam sub-kantor polisi. Markas besar polisi lalu lintas distrik utara kota tersebut terletak di sepanjang Jalan Tebrau sementara distrik selatan-nya berada di Skudai.[50][51] Sel penjara atau tempat tertutup sementara lainnya tersedia di sebagian besar kantor polisi di kota tersebut.[52]
Geografi
Johor Bahru terletak di ujung selatan Semenanjung Malaysia dan merupakan kota yang paling selatan kedua di semenanjung tersebut setelah Iskandar Puteri.[53][54] Letaknya di sepanjang Selat Johor yang berakhir di Laut Tiongkok Selatan and Selat Malaka. Awalnya, luas kota tersebut hanya sebesar 12,12 km2 pada 1933, tetapi kemudian terus meluas hingga akhirnya mencapai 220 km2 pada 2000.[1] Topografi Johor Bahru cukup datar dengan ketinggian yang tidak terlalu berbeda antara ujung utara and ujung selatannya. Reklamasi daratan telah dilakukan beberapa kali untuk memperluas kawasan pantai di bagian selatan kota tersebut.
Iklim
Johor Bahru memiliki iklim khatulistiwa dengan suhu yang konsisten serta curah hujan dan kelembaban yang cukup besar sepanjang tahun.[55][56] Suhunya berkisar antara 25,5 °C sampai 27,8 °C dengan curah hujan tahunan sekitar 2.000 mm, dan hujan paling sering turun dari bulan November sampai Februari.[57] Terdapat dua periode muson setiap tahunnya. Muson yang pertama berlangsung antara Desember dan Februari dan dikenal sebagai muson timur laut,[53] dan memiliki ciri berupa hujan dan angin yang kuat dari timur laut.[53] Yang kedua adalah muson barat daya antara Juni dan Agustus yang memiliki ciri kekeringan dengan angin yang bertiup dari selatan dan barat daya. Musim tersebut terjadi antara Juni dan Agustus. Terdapat dua periode antar-Muson dari Maret sampai Mei dan dari September sampai November, dengan curah hujan rendah yang lebih rendah dan angin yang lebih tenang.[53]
Hasil sensus Malaysia pada 2010 menunjukkan populasi Johor Bahru berjumlah 497.067 orang.[3] Maka dari itu, kota ini merupakan kota terbesar kedua di Malaysia.[17][59][60] Populasi Johor Bahru saat ini terbagi menjadi tiga kelompok etnis utama, yaitu Melayu, Tionghoa, dan India, ditambah dengan beberapa kelompok lainnya yang dianggap sebagai bumiputra. Orang Melayu merupakan kelompok mayoritas dengan jumlah 240.323, disusul oleh orang Tionghoa yang berjumlah 172.609, India yang berjumlah 33.319, dan lainnya berjumlah 2.957.[3] Jumlah orang-orang yang bukan warga negara Malaysia sendiri mencapai 42.585.[3]
Johor Bahru adalah salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Malaysia setelah Kuala Lumpur.[64] Kota tersebut merupakan pusat dagang utama negara bagian Johor dan terletak di Segitiga Pertumbuhan Indonesia–Malaysia–Singapura. Sektor industri tersier mendominasi ekonomi kota ini, dan terdapat banyak wisatawan mancanegara yang mengunjungi kota tersebut.[64][65][66] Johor Bahru merupakan pusat jasa keuangan, dagang, dan ritel, seni dan budaya, keramahtamahan, pariwisata, pembuatan plastik dan barang elektronik, serta pengolahan makanan.[67] Distrik-distrik perbelanjaannya terletak di pusat kota, walaupun terdapat pula pusat perbelanjaan besar di kawasan suburban. Johor Bahru juga merupakan tempat diadakannya berbagai konferensi, kongres, dan pameran dagang, seperti Organisasi Regional Timur untuk Perencanaan dan Perumahan dan Forum Ekonomi Islam Sedunia.[68][69] Kota ini merupakan kota pertama di Malaysia yang mempraktikkan ekonomi rendah karbon.[70]
Kota ini memiliki hubungan ekonomi yang dekat dengan Singapura, karena banyak orang dari negara tersebut yang datang untuk berbelanja, mencari hiburan, atau makan malam, sehingga meningkatkan pemasukan kota tersebut, beberapa orang Singapura juga memilih untuk tinggal di kota tersebut.[64][65][66][71][72] Banyak pula warga kota Johor Bahru yang tinggal di Singapura.[73][74]
Ritel
Di sekitar wilayah metropolitan Johor Bahru terdapat banyak pusat perbelanjaan besar, seperti:[75][76]
Selain itu terdapat beberapa jaringan adipasar Tesco, Giant, dan Mydin di sekitar wilayah metropolitan Johor Bahru.
Serta beberapa pusat perbelanjaan yang sedang dalam tahap pembangunan.[77]
Pendidikan
Banyak sekolah negeri yang tersedia di kota ini. Sekolah-sekolah menengah meliputi English College Johore Bahru, Sekolah Menengah Kebangsaan Engku Aminah, Sekolah Menengah Kebangsaan Sultan Ismail, Sekolah Menengah Infant Jesus Convent, Sekolah Menengah Kebangsaan (Perempuan) Sultan Ibrahim, dan Sekolah Menengah Saint Joseph.[78] Terdapat juga sejumlah sekolah swasta independen di kota tersebut. Sekolah-sekolah tersebut meliputi Austin Heights,[79] Excelsior International School,[80] Sekolah Menengah Foon Yew, dan Sekolah Sri Ara. Universitas lainnya adalah universitas-universitas swasta seperti Universitas Terbuka Wawasan. Terdapat juga sejumlah kampus kolese swasta dan satu politeknik yang beroperasi di kota tersebut; kolese-kolese dan politeknik-politeknik tersebut adalah Crescendo International College, KPJ College, Olympia College, Sunway College, College of Islamic Studies Johor, dan Politeknik Ibrahim Sultan.[81]
MCHM Malaysian College of Hospitality and Management
Sekolah menengah
Sekolah Menengah Foon Yew di Stulang Laut
Perpustakaan
Markas besar Perpustakaan Umum Johor adalah perpustakaan utama di negara bagian Johor; perpustakaan ini terletak di Jalan Yahya Awal.[82] Perpustakaan umum lainnya adalah University Park di Jalan Kebudayaan, sementara terdapat perpustakaan pribadi atau perpustakaan lainnya di sekolah-sekolah, kolese-kolese, dan universitas-universitas.[83] Dua perpustakaan desa juga tersedia di distrik Johor Bahru.[84]
Terdapat tiga rumah sakit umum,[85] empat klinik kesehatan dan tiga belas klinik 1Malaysia di Johor Bahru.[86]Rumah Sakit Sultanah Aminah, yang terletak di sepanjang Jalan Persiaran, adalah rumah sakit publik terbesar di negara bagian Johor dengan 989 tempat tidur. Rumah sakit yang didanai pemerintah lainnya adalah Rumah Sakit Spesialis Sultan Ismail dengan 700 tempat tidur.[87] Fasilitas kesehatan swasta besar lainnya adalah Rumah Sakit Spesialis Puteri KPJ dengan 158 tempat tidur.[88] Fasilitas kesehatan lainnya juga tersedia untuk menyediakan layanan kesehatan di kota tersebut.[89]
Budaya dan tempat wisata
Tempat wisata dan tempat rekreasi
Tempat wisata kebudayaan
Terdapat sejumlah tempat wisata kebudayaan di Johor Bahru. Museum Kerajaan Abu Bakar yang terletak di gedung Istana Besar merupakan museum utama di kota tersebut. Warisan Kwong Siew Johor Bahru yang terletak di Jalan Wong Ah Fook merupakan bekas rumah klan Kanton yang disumbangkan oleh Wong Ah Fook.[90] Sekolah Tinggi Foon Yew menyimpan banyak dokumen bersejarah tentang Johor Bahru dan warisan budaya Tionghoanya.[91][92] Sebuah Museum Warisan Tionghoa Johor Bahru di Jalan Ibrahim menampilkan sejarah migrasi Tionghoa ke Johor bersama dengan kumpulan dokumen, foto, dan artefak-artefak lainnya.[93]
Tempat wisata sejarah
Istana Besar adalah salah satu tempat wisata bersejarah di Johor Bahru, dan merupakan sebuah contoh dari arsitektur bergaya Viktoria yang dilengkapi dengan sebuah kebun. Museum Tokoh adalah bangunan kolonial bersejarah lainnya yang pernah menjadi rumah Menteri Besar Johor pertama, Jaafar Mohamed; tempat tersebut terletak di puncak Bukit Senyum yang menghadap ke Selat Johor.[94] The English College (sekarang disebut Maktab Sultan Abu Bakar) yang didirikan pada 1914 terletak berdekatan dengan Istana Sungai Chat sebelum dipindahkan ke lokasinya saat ini di Jalan Sungai Chat; beberapa reruntuhan masih dapat terlihat di situs lamanya.[22] Gedung Sultan Ibrahim adalah gedung bersejarah lainnya di kota tersebut; dibangun pada 1936 oleh arsitek Inggris Palmer dan Turner, bangunan tersebut setelah dibangun langsung menjadi pusat administrasi Johor, karena pemerintah Johor sebelumnya tidak pernah memiliki bangunannya sendiri semenjak mereka berpindah tempat dari Telok Blangah di Singapura.[92][95] Sebelum stasiun kereta api yang berdiri saat ini dibangun, terdapat stasiun kereta api Johor Bahru (awalnya Wooden Railway) yang sekarang dialihfungsikan menjadi sebuah museum setelah sempat melayani penumpang selama 100 tahun.[96]
Masjid Negara Bagian Sultan Abu Bakar, yang terletak di Jalan Skudai, adalah masjid utama dan tertua di Johor. Masjid tersebut dibangun dengan perpaduan arsitektur Viktoria, Moor, dan Melayu.[92][97]Kelenteng Tua Johor Bahru, yang terletak di Jalan Trus, adalah tempat ibadah para penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Johor Bahru. Kelenteng tersebut dibangun pada 1875 dan direnovasi oleh Persekutuan Tiong Hua Johor Bahru pada 1994–95 dengan tambahan sebuah museum kecil berbentuk L di salah satu sudut lapangan.[17]Mansion Wong Ah Fook, rumah dari Wong Ah Fook, pernah menjadi tempat wisata bersejarah. Bangunan tersebut telah berdiri selama lebih dari 150 tahun, tetapi dihancurkan secara ilegal oleh pemiliknya pada 2014 agar dapat digantikan oleh perumahan komersial tanpa memberitahukan pemerintah terlebih dahulu.[98][99] Bangunan keagamaan bersejarah lainnya meliputi Kuil Hindu Arulmigu Sri Rajakaliamman, Kuil Hindu Sri Raja Mariamman, Gurdwara Sahib, dan Gereja Dikandung Tanpa Noda.[96][94]
Tempat rekreasi dan kawasan konservasi
Teluk Danga adalah kawasan rekreasi tepi laut seluas. Di kawasan tersebut juga terdapat sejumlah taman untuk bermain paintball.[96]
Kebun Binatang Johor adalah salah satu kebun binatang tertua di Malaysia; dibangun pada 1928 di atas lahan seluas 4 hektare, kebun binatang tersebut awalnya disebut "kebun hewan" sebelum akhirnya diserahkan kepada pemerintah negara bagian untuk direnovasi pada 1962.[100] Kebun binatang tersebut memiliki sekitar 100 spesies hewan, yang meliputi kucing liar, unta, gorila, orangutan, dan burung-burung tropis.[101] Para pengunjung dapat melakukan aktivitas seperti naik kuda atau mengayuh perahu pedal.[92]
Tempat wisata lainnya
Alun-Alun Kota Johor Bahru dibangun setelah Johor Bahru memperoleh status kota. Di tempat tersebut terdapat sebuah menara jam, air mancur, dan lapangan besar.[92]Jalan Wong Ah Fook dinamai dari Wong Ah Fook. Jalan Tam Hiok Nee mengambil nama dari Tan Hiok Nee, yang merupakan pemimpin Kongsi Ngee Heng, sebuah perkumpulan rahasia di Johor Bahru. Bersama dengan Jalan Dhoby, kedua jalan tersebut merupakan bagian dari sebuah jalur wisata yang dikenal sebagai Jalan Bangunan-Bangunan Tua; di jalan-jalan tersebut terdapat percampuran warisan budaya Tionghoa dan India, terlihat dari bentuk bisnis dan arsitekturnya.[96][94]
Perbelanjaan
Mal di Johor Bahru meliputi Johor Bahru City Square, Paradigm Mall Johor Bahru, MidValley Southkey, Holiday Plaza, Komtar JBCC, KSL City, Plaza Pelangi, Mal R&F, Toppen Shopping Centre dan Plaza Kotaraya. Mal-mal baru masih dibangun di kota tersebut.[71] Pusat Kerajinan Tangan Mawar, sebuah pusat penjualan dan pameran yang didanai pemerintah, terletak di sepanjang jalan Sungai Chat dan menjual pakaian batik dan songket. Di seberangnya, Pusat Kerajinan Tangan Organisasi Rehabilitasi Kawasan Johor menjual barang-barang seperti pernak-pernik rotan buatan tangan, mainan, dan keranjang rotan yang dibuat oleh orang-orang berkebutuhan khusus.[96][102]
Hiburan
Bioskop tertua di Johor Bahru adalah Broadway Theatre, dan kebanyakan film yang ditayangkan di bioskop ini adalah film Tamil dan Hindi. Terdapat pula sekitar lima bioskop baru di kota tersebut dan sebagian besar terletak di dalam pusat perbelanjaan.[96]
Terminal bus utama di Johor Bahru adalah Terminal Larkin Sentral yang terletak di Larkin.[108] Terminal bus lainnya termasuk Terminal Taman Johor Jaya[109] dan Terminal Ulu Tiram.[110] Larkin Sentral memiliki layanan bus langsung ke dan dari banyak tujuan di Malaysia Barat, Thailand selatan, dan Singapura, sementara Terminal Taman Johor Jaya dan Ulu Tiram melayani tujuan lokal.[108] Operator bus utama di kota ini adalah Causeway Link, Maju, dan S&S.
Dua jenis taksi beroperasi di kota ini; taksi utama berwarna merah dan kuning, biru, hijau atau merah, sedangkan jenis yang lebih besar dan kurang umum dikenal sebagai taksi limusin, yang lebih nyaman tetapi lebih mahal. Sebagian besar taksi di kota ini tidak menggunakan argo.[111]
^Mohamed Effendy Abdul Hamid; Kartini Saparudin (2014). "MacDonald House bomb explosion". National Library Board. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 July 2015. Diakses tanggal 5 July 2015.
^ ab"Background" (dalam bahasa English and Malay). Johor Bahru City Council. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juli 2015. Diakses tanggal 4 Juli 2015.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^ ab"Senarai Mahkamah Johor" (dalam bahasa Melayu). Johor Law Courts Official Website. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-08-01. Diakses tanggal 1 Agustus 2015.
^ abcd"Flagship A: Johor Bahru City". Iskandar Regional Development Authority. Iskandar Malaysia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 Juli 2015. Diakses tanggal 27 Juli 2015.
^"Perpustakaan Desa (Village Libraries)" (dalam bahasa Malay). Johor Public Library. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 Agustus 2015. Diakses tanggal 14 Mei 2013.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^"Direktori Hospital-Hospital Kerajaan" (dalam bahasa Malay). Johor State Health Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Agustus 2015. Diakses tanggal 3 Agustus 2015.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Natalya (14 April 2013). "Chinese Heritage Museum". Johor Travel. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Agustus 2015. Diakses tanggal 18 Agustus 2015.