Di bagian tengah Kali Bekasi terdapat Bendung Bekasi yang bersilangan dengan Saluran Induk Tarum Barat atau dikenal sebagai Kali Malang yang berfungsi untuk menjaga elevasi muka air Kali Bekasi agar dapat mengalirkan air baku ke Jakarta dan irigasi di hilir bendung. Sejalan dengan perkembangan pemukiman di wilayah Jabodetabek, terjadi perubahan penggunaan lahan pada DAS Bekasi yang semula dapat menyerap air hujan, berubah menjadi aliran permukaan. Kondisi ini diperberat dengan menurunnya kapasitas alir dan tampung Kali Bekasi sebagai akibat terjadinya sedimentasi akibat erosi pada DAS bagian hulu [4]
Hidrologi DAS
Kali Bekasi merupakan aliran utama dalam sistem daerah aliran sungai (DAS) Bekasi yang memiliki luas 1.410 km2 (540 sq mi)[1] yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bogor pada bagian hulu hingga tengah DAS, sebagian Kota Bekasi pada bagian tengah DAS, dan sebagian besar Kabupaten Bekasi mulai dari bagian tengah hingga ke hilir DAS.[5]
Manajemen Sumber Daya Air (SDA)
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tentang Sungai, pengelolaan DAS Bekasi berada dalam kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Sumber Daya AirKementerian Pekerjaan Umum dan juga Perusahaan Jasa Tirta (PJT) dimana air dari Kali Bekasi tersebut digunakan pula sebagai sumber air baku oleh PT. PAM Jaya Jakarta dan PT. Tirta Baghasasi untuk pengelolaan air bersih. Pengelolaan DAS yang buruk dapat menyebabkan banjir besar di wilayah hilir. Salah satunya, sistem pengendalian air di daerah aliran sungai Bekasi yaitu bendung Prisdo (bendung Bekasi) yang berlokasi di Jalan Mayor Madmuin Hasibuan Kota Bekasi.[6]
Secara struktural pengendalian Bendung Prisdo berada dalam kewenangan BBWSCC. Pada saat limpasan di bendungan telah mencapai titik yang ditentukan maka petugas operator akan melakukan pengaturan laju aliran air dengan membuka/menutup pintu bendung. Pengaturan operasional buka tutup pintu ini memerlukan standar/petunjuk teknis tertentu sehingga saat buka/tutup pintu bendung akan memberikan dampak yang positif. Ketika pintu bendung dibuka tertalu dini, akan berdampak antara lain:[6]
Dapat terjadi abrasi di sepanjang daerah aliran sungai;
Banjir di wilayah hilir kabupaten Bekasi;
Terganggunya pasokan air baku PT. PAM Jaya dan PT. PDAM Jasa Tirta;
Kali Bekasi dalam sejarah banjir kuno Kerajaan Tarumanegara
Dalam manuskrip Prasasati Tatar Sunda Kuno dinyatakan bahwa Kali Candrabhagha merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Tarumanegara, kerajaan tertua di Nusantara kedua yang berkuasa pada abad 5 sampai abad 7 Masehi. Dalam manuskripprasasti tersebut. Kali Candrabhagha digali bertujuan untuk mengendalikan bencana banjir pada masa itu. Raja Purnawarman yang berkuasa tahun 317-356 tahun Saka (395-434 Masehi) itu memerintahkan untuk menggali kali tersebut.[7]
“Dulu Kali Candrabhagha di gali Purnawarman, Maharaja yang mulia yang mempunyai lengan kencang dan kuat. Setelah sampai ke istana, kali di alirkan ke laut. Istana Kerajaan Baginda Termashur. Kemudian baginda Parnuwarman menitahkan lagi menggali sebuah kali (sungai). Kali ini sangat indah dan jernih. Kali ini di sebut kali Gomati. Kali ini mengalir melalui kediaman nenekanda Raja Purnawarman. Kali Gomati 6.122 tumbak panjangnya, pekerjaan ini di mulai pada hari baik, tanggal 8 Paro Petang Bulan Phalguna. Kemudian disudahi pada hari tanggal ke 13 Paro Terang Bulan Caitra. Jadi hanya 21 hari saja untuk itu diadakan selamatan yang dilaksanakan para Brahmana. Untuk selamatan itu, Raja Purnawarman menghadiahkan 1.000 ekor sapi,”
Wilayah Sunda Kuno yang mencakup wilayah Banten, Jakarta, Bogor, Bekasi, Karawang dan Purbalingga di Jawa Tengah. Pusat ibu kota Kerajaan Tarumanegara berada di sebelah Utara Bekasi tepatnya berada di wilayah Babelan dan Tarumajaya, kabupaten Bekasi. Hal tersebut diperkuat oleh banyaknya artefak yang ditemukan pada beberapa situs disana.[7]
Kemudian kata Candrabhaga dibagi menjadi dua, yakni Candra yang berarti “bulan” dan Bhaga berarti “bahagia”. Kata Chandra dalam bahasa Sanskerta sama dengan kata Sasi dalam bahasa Jawa kuno, sehingga nama Candrabhaga identik dengan kata Sasibhaga, yang apabila diterjemahkan secara terbalik menjadi Bhagasasi. Atas dasar itulah, Poerbatjaraka menafsirkan Kali Candrabhaga identik dengan Kali Bekasi.[9][10]
^Riwayat Indonesia; Djilid 1 (edisi ke-1). Jakarta: Jajasan Pembangunan Djakarta. 1952. hlm. 14–15.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)