Kertosono adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Nganjuk yang terletak di sebelah timur dan berada di tepian Sungai Brantas. Kertosono merupakan salah satu pusat ekonomi terpenting di Kabupaten Nganjuk. Kertosono memiliki lokasi strategis yang dilewati jalan nasional dan menjadi persimpangan tiga kabupaten yaitu Nganjuk, Jombang, dan Kediri.[1][2] Nama Kertosono dipakai sebagai nama ruas Jalan Tol Trans-Jawa yaitu ruas Ngawi-Kertosono dan Kertosono-Mojokerto. Kecamatan ini terdapat Stasiun Kertosono yang merupakan satu dari dua stasiun yang masih aktif di Kabupaten Nganjuk selain Stasiun Nganjuk. Stasiun Kertosono melayani hampir seluruh perjalanan KA penumpang dan barang di persimpangan jalur Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Malang.
Secara historis, Kertosono merupakan wilayah kadipaten yang berdiri sendiri pada masa Kesultanan Mataram. Namun kemudian, pada masa Hindia Belanda Kertosono dilebur dengan kadipaten lain di sekitarnya menjadi Kabupaten Berbek dengan Kertosono berstatus sebagai distrik. Kabupaten Berbek nantinya mengalami pemindahan ibukota dan berubah nama menjadi Kabupaten Nganjuk.[3]
Konon nama Kertosono diambil dari seorang nama pahlawan yang berasal dari daerah Kuncen Kecamatan Patianrowo. Dulu hidup seseorang yang bernama Kertosono atau biasa di panggil Mbah Kerto, ia adalah seorang pembabat hutan yang tidak lain dilakukan Mbah Kerto hanya untuk mempertahankan daerah tersebut dari jajahan Belanda. Namun kejadian bersejarah mulai terjadi ketika pasukan yang di komandoi Mbah Kerto mempertahankan tempat tersebut dari jajahan Belanda yang di kenal dengan perang “Treteg Tosono” yang berada di atas jembatan sungai Brantas. Para tentara Belanda sendiri membangun jembatan sebagai jalur penghubung sekaligus mempermudah Belanda menjajah tempat tersebut, tetapi dengan kegigihan pasukan Mbah Kerto pertumpahan darahpun tak terelakkan.[3]
Saksi bisu dari perang “Treteg Tosono” kini masih gagah berdiri di terjang waktu dan aliran sungai Brantas. Untuk memperingati perang Treteg Tosono, biasanya para penduduk sekitar waktu hari raya Idul Fitri (bodo) datang langsung ke Treteg Tosono yang kini disebut sebagai jembatan lama, mereka mengingat kembali dan mendoakan para pahlawan yang gugur ketika perang Treteg Tosono dulu. Maka dari itu di Kecamatan Kertosono tidak ada tempat yang bernama Kertosono ataupun desa Kertosono, di karenakan Kertosono sendiri adalah nama dari seorang pahlawan. Makam dari Mbah Kerto tidak berada di Kecamatan Kertosono melainkan di barat Pondok milik Pak Komari di Desa Kuncen kecamatan Patianrowo. Kertosono sendiri juga mempunyai ikon yaitu jembatan lama yang dahulu adalah jalur utama menuju Surabaya jembatan ini pula menyimpan sejuta sejarah, mulai sejarah kelam G30S/PKI dan sejarah perjuangan merebut kemerdekaan.[3]
Setelah Perjanjian Giyanti pada 1775, Kertasana tercatat sebagai daerah berstatus Kabupaten yang masuk wilayah Mancanagara Brang Wetan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, lalu setelah Perjanjian Sepreh, Kertasana, bersama dua kabupaten berstatus sama, yaitu Kabupaten Berbek, dan Kabupaten Godean serta satu kabupaten bawahan Surakarta Hadiningrat yaitu Kabupaten Nganjuk disatukan menjadi Kabupaten Berbek sebagai bawahan Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini membuat Kertasana tidak lagi berstatus kabupaten (Afdeeling/Regentschap) melainkan hanya sebatas Districten.[3]
Tempat terkenal
Pasar
Pasar Kertosono
Pasar Templek atau Pasar Kutorejo
Pasar Kedungringin
Institusi pendidikan
Pondok Pesantren Miftahul Ula yang juga mengelola perguruan tinggi Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul 'Ula Kertosono (STAIM)
Akademi Kebidanan Wiyata Mitra Husada (Akbid Wimisada)
Pondok Pesantren Ar Roudhotul Ilmiyah yang dikelola Yayasan Taman Pengetahuan atau YTP
Pondok Pesantren Al-Muhajirin Sulaimaniyah Kertosono
SMAN 1 Kertosono - salah satu dari sedikit sekolah di Nganjuk yang tergolong dalam "Top 1000 Sekolah Tahun 2022 Berdasarkan Nilai UTBK" menurut Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) yaitu peringkat 573 dari seluruh sekolah di Indonesia.[6]