Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Kharmides (dialog)

Kharmides (bahasa Yunani Kuno: Χαρμίδης, translit. Kharmídēs) adalah sebuah dialog Plato, di mana Sokrates terlibat percakapan dengan seorang lelaki tampan dan populer tentang makna sophrosyne, yaitu kata Yunani yang biasanya diterjemahkan sebagai "kesahajaan", "pengendalian diri", atau "pengekangan". Seperti halnya dialog awal khas Plato, keduanya tidak pernah sampai pada definisi yang benar-benar memuaskan, tetapi diskusi tersebut tetap memunculkan banyak poin penting.

Latar dan karakter

Sokrates menarasikan dialog tersebut, dan berkata bahwa dia telah kembali dari sebuah pertempuran di Potidaea, yaitu sebuah kota yang dikepung dan ditaklukan oleh bangsa Athena pada permulaan Perang Peloponnesos. Sokrates berkata bahwa, segera setelah kembalinya ke rumah, dia kembali memulai percakapan yang biasa dilakukannya dengan menuju ke palaestra di Taureas, yaitu sebuah sekolah gulat di mana anak-anak laki-laki biasa berkumpul. Dengan bantuan Xaerephon, yang mendorongnya mengenai detail pertempuran tersebut, Sokrates mendekati Kritias dan bertanya kepadanya tentang urusan rumah, keadaan filsafat terkini, dan apakah ada anak laki-laki yang membedakan dirinya untuk kebijaksanaan atau keindahan, atau keduanya. Kritias menjawab bahwa Sokrates akan segera mengenal keindahannya secara langsung, karena Kharmides dan rombongannya baru saja tiba.

Kritias memberitahukan Sokrates bahwa Kharmides adalah sepupunya, yaitu anak pamannya, Glaukon. Xaerephon bergegas mendekat dan bertanya kepada Sokrates apakah anak laki-laki itu tidak indah, dan Sokrates setuju. Xaerephon mengatakan dengan sugestif bahwa jika Sokrates dapat melihat bentuk tubuhnya yang telanjang, dia akan melupakan semua wajah tampannya. Sokrates mengatakan kepada Kritias, bahwa semua ini akan bagus dan baik jika anak laki-laki tersebut juga memiliki jiwa yang mulia. Sokrates mengatakan kepada Kritias bahwa sebelum mereka melihat tubuhnya, mereka akan meminta anak lelaki tersebut untuk melepaskan dan menunjukkan jiwanya kepada mereka.

Kharmides adalah paman Plato, yaitu kakak ibunya. Kritias, adalah pecakap Sokrates lainnya, di mana Kharmides adalah sepupu pertama, yang membuat sepupu pertama Plato Kritias dibuang. Baik Kritias, maupun Kharmides melanjutkan menjadi anggota penting dari Tiga Puluh Tiran, yaitu rezim oligarkis berumur pendek yang didirikan setelah kekalahan Athena di Perang Peloponnesia pada tahun 404 SM, dan membuat pertanyaan tentang peri sophrosyne mereka, atau kesahajaan, yang ironis, tetapi penting.

Percobaan definisi

Sokrates mengatakan kepada Kritias bahwa tidak akan ada rasa malu baginya saat dia berbicara dengan anak laki-laki tampan dan populer, bahkan jika pun dia lebih muda darinya. Sokrates menginformasikan kepada pembaca bahwa Kritias adalah wali atau penjaga anak-anak (ἐπίτροπος - secara harfiah berarti 'seseorang yang bertanggung jawab atas apa pun yang dipercayakan') (155a). Kritias setuju dan memberi tahu petugas untuk memberitahukan Kharmides supaya datang dan menemui dokter ("iatros") tentang penyakit yang dikeluhkan oleh Kharmides. Kritias mengemukakan bahwa Sokrates pura-pura tahu obat sakit kepala untuk memikat anak laki-laki itu.

Pertama, Kharmides menunjukkan bahwa sophrosyne adalah semacam ketenangan (159b). Sokrates membicarakan ini dengannya, dan Kharmides mengusulkan bahwa sophrosyne sama dengan sahaja atau ugahari. Sokrates mengatakan ini tidak mungkin benar karena Homer (yang otoritasnya mereka terima pada poin ini) mengatakan bahwa ugahari tidak baik bagi semua orang, tetapi telah disepakati bahwa sophrosyne adalah ugahari (160e). Kharmides mengusulkan bahwa kesahajaan adalah mengerjakan urusan diri Anda sendiri. Sokrates menganggap hal ini sangat menyinggung, dan mengatakan pada Kharmides bahwa dia pasti pernah mendengar hal ini dari orang bodoh (162b). Sokrates dapat memberi tahu berdasarkan pandangan gelisah Kritias yang menyatakan bahwa ini merupakan gagasannya, dan mereka bertukar beberapa kata. Sokrates mengatakan kepadanya bahwa di usianya, Kharmides hampir tidak dapat diharapkan untuk memahami kesahajaan (162e). Pada titik ini dalam argumen tersebut, Kritias mengambil argumen dengan Sokrates yang menyarankan bahwa kesahajaan mungkin sama dengan pengetahuan diri. Sokrates mengaku saat mereka membahas hal ini bahwa motifnya dalam membantah Kritias untuk memeriksa dirinya sendiri, bahwa dia mengejar argumen tersebut untuk kepentingannya sendiri (166c, d).

Menurut Kritias, sophrosyne adalah pengetahuan diri yang mendorong Sokrates berdiskusi mengenai hubungan antara kedokteran dan ilmu pengetahuan. Dia mengatakan bahwa obat adalah ilmu kesehatan dan penyakit, dan bahwa orang yang tidak mengerti hal-hal ini tidak berada dalam posisi yang membedakan antara dokter sejati dari dukun (171c). Dia mengatakan bahwa jika kebijaksanaan benar-benar mengetahui apa yang Anda ketahui dan mengetahui apa yang tidak Anda ketahui, tidak ada yang akan berbuat kesalahan, dan kita akan melewati kehidupan tanpa mengalami kesesatan. Dia menyimpulkan bahwa hal ini tidak terjadi, dan ilmu pengetahuan tentang hal itu tidak mungkin.

Sokrates mengatakan bahwa dia bermimpi tentang sebuah dunia di mana tidak ada orang yang berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya (173a-d). Pada akhirnya, Sokrates muncul untuk merekrut seorang murid baru untuk berfilsafat: Kharmides mengatakan bahwa dia bersedia dipuja setiap hari oleh Sokrates, dan Kritias mengatakan kepada anak laki-laki tersebut bahwa jika dia bersedia melakukan ini, dia akan memiliki bukti atas kesahajaannya. Kharmides mengatakan bahwa jika walinya menginstruksikannya supaya tunduk pada pesona Sokrates, maka dia akan salah, apabila tidak melakukannya.

Analogi Sokrates, bahwa ketidaktahuannya bagi filsuf seperti penyakit pada dokter, yang penting dan gigih dalam dialog. Dan di mana-mana, Sokrates gagal melakukan penyembuhan. Di dalam Protagoras, misalnya, ketika Prodicus, seorang sofis menuduh Sokrates membuat kekacauan dalam diskusi mereka, Sokrates menerima keluhan tersebut dan menyebut dirinya sebagai seorang dokter yang menggelikan (geloios iatros), yang perlakuannya tidak menyembuhkan penyakit tersebut, tetapi bahkan memperburuknya (Protagoras 340e).

Sebuah variasi dengan tema medis ada dalam Theaetetus, di mana Sokrates membandingkan dirinya dengan seorang bidan yang membantu orang-orang supaya melahirkan gagasan-gagasan mereka. Dia mengatakan bahwa dia (yang tidak pernah memikirkan gagasannya sendiri) adalah seorang yang "mandul", dan sering kali harus mengakui sebagai intelektual yang telah sama dengan perlakuan pembunuhan terhadap bayi (Theaetetus 160e).

Terjemahan

Pranala luar

Templat:Socrates navbox Templat:Plato navbox

Kembali kehalaman sebelumnya