Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Liberty Manik

Dr.
Liberty Manik
LahirRaja Tiang Manik[1]
(1924-11-21)21 November 1924
Kuta Manik, Bataklanden, Keresidenan Tapanuli, Hindia Belanda
Meninggal16 September 1993(1993-09-16) (umur 68)
Rumah Sakit Bethesda, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
Tempat pemakamanTaman Makam Seniman Giri Sapto, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
MonumenMonumen Dr. Liberty Manik, Kompleks Taman Wisata Iman, Sitinjo
2°44′30.25″N 98°22′33.45″E / 2.7417361°N 98.3759583°E / 2.7417361; 98.3759583
Nama lainL. Manik
AlmamaterFreie Universität Berlin, Jerman
Pekerjaan
  • Komponis
  • Dosen
  • Penyiar radio
Karya terkenal
Orang tua
  • Raja Patiham Manik (ayah)
  • Solat br. Situmorang (ibu)
KerabatHokky Situngkir (cucu dari saudari)[2]

Dr. Liberty Manik (21 November 1924 – 16 September 1993) adalah seorang komponis dan pengajar musik di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Liberty Manik juga dikenal sebagai filolog Batak yang mentransliterasikan 500-an Pustaha Batak ke dalam bahasa Jerman.[3]

Kehidupan awal

Liberty Manik lahir pada 21 November 1924 di Huta Manik, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Ia diberi nama Raja Tiang Manik, namun nama ini kemudian diubah oleh seorang pendeta pada saat pembaptisannya.[4] Ayah Liberty bernama Raja Patiham Manik, sedangkan ibunya bernama Solat boru Situmorang.

Pendidikan

Kembali ke Indonesia

Liberty Manik bekerja dalam bidang etnomusikologi di Jerman Barat selama 20 tahun. Pada Juni 1976, ia kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI) sebagai anggota staf Lembaga Penelitian dan Studi (LPS).[6]

Karya

Karya seni

  • Mengarang lagu-lagu nasional: Satu Nusa Satu Bangsa, Desaku Yang Kucinta, Tamanku, Pantai Sepi, Di Laut, Negara Jaya.[7] Lagu Satu Nusa Satu Bangsa yang dikarangnya merupakan salah satu dari tujuh lagu perjuangan yang diterbitkan oleh Balai Pustaka sebagai lagu wajib nasional berdasarkan Instruksi Menteri Muda Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pada tahun 1963.[8]
  • Menerjemahkan dan mementaskan oratorium Mattheus Passion dan Weichnachtsoratorim karangan J.S. Bach di Yogyakarta tahun 1980-an.
  • Mengarang lagu rohani: Molo Saut Ma Ho (Buku Ende No. 809), Yesus Kristus Kehidupan Dunia (Pelengkap Kidung Jemaat No. 263)[a], Kumohon Pengampunan (Pelengkap Kidung Jemaat No. 42)[b], Padamu Kami Datang[c], S'lamat Datang Kami Ucapkan[d], Karuniamu, Tuhan[e].[9]

Karya tulis

  • Musik di Indonesia dan beberapa persoalannya bersama J.A. Dungga (1952)
  • Das arabische Tonsystem im Mittelalter (1969)
  • Batak-Handschriften (1973), buku ini berisi koleksi 501 Pustaha Batak yang tersebar di seluruh Jerman, kecuali koleksi Museum Leipzig, Museum Stuttgart Linden, dan RMG. Liberty Manik mengatalogkan dan juga memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang isi dari tiap-tiap pustaha.[10]
  • Register van eigennamen in pustaha's bersama Petrus Voorhoeve (1977)
  • Ketens van overlevering in pustaha's bersama Petrus Voorhoeve
  • Suku Batak Dengan "Gondang Batak"-nya (1977) dalam Majalah Peninjau Tahun IV Nomor 1

Pandangan

Liberty Manik berpandangan bahwa musik nasional Indonesia seharusnya bukan ditekankan pada aspek keaslian dan ketimuran musik itu sendiri, melainkan pada komposisi musik yang berkualitas tinggi. Sama halnya dengan Sindoedarsono Soedjojono yang mendesak para pelukis untuk menguasai teknik-teknik melukis, Liberty Manik juga merasa bahwa pembelajaran dan penguasaan akan teknik komposisi musik jauh lebih berguna bagi seorang musisi daripada mencari-cari corak nasional dalam musik.[11]

Dalam tulisannya bersama J.A. Dungga, Liberty Manik juga berpandangan bahwa gamelan merupakan simbol ketertinggalan dan kemerosotan yang berkaitan dengan gaya hidup hedonistik kaum priayi. Menurut mereka, musik yang mengandung unsur magis dan primitif tidak lagi disukai karena perasaan religius masyarakat telah berubah. Dalam pemutaran perdana film Enam Djam di Jogja karya Usmar Ismail, beberapa orang mempertanyakan penggunaan musik gamelan alih-alih mars yang dianggap lebih menggugah dalam adegan peperangan di film itu.[12]

Penghargaan

Nasional

Pada 13 Agustus 1999, Liberty Manik dianugerahi tanda jasa Bintang Budaya Parama Dharma secara anumerta oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.[13] Tanda jasa ini diberikan berdasarkan Keppres No.080/TK/1999.[14]

Daerah

Sebagai pengingat atas jasa dan karya Liberty Manik, Pemerintah Kabupaten Dairi mendirikan sebuah taman monumen baginya di kawasan Taman Wisata Iman Sitinjo, Dairi. Pembangunan taman monumen ini diinisiasi oleh Bupati Dairi Sabam Isodorus Sihotang.[per kapan?] Biaya pembangunan dialokasikan dari APBD Kabupaten Dairi.[sebutkan angka] Monumen itu diresmikan pada tanggal 14 November 1997.

Catatan

  1. ^ Syair lagu ini dikarang oleh Agustina Lumentut.
  2. ^ Syair lagu ini digubah oleh Liberty Manik dari lagu tradisional Batak Simalungun yang berjudul "Otik otik ma demban".
  3. ^ Syair lagu ini digubah oleh Liberty Manik dari lagu tradisional Batak Simalungun yang berjudul "Marmutik ma napuran botou".
  4. ^ Syair lagu ini digubah oleh Liberty Manik dari lagu tradisional Batak Pakpak yang berjudul "Kedu mo, kedu bengkuang ale".
  5. ^ Syair lagu ini digubah oleh Liberty Manik dari lagu tradisional Batak Simalungun yang berjudul "Bintang narondang".

Referensi

  1. ^ "Liberty Manik Sosok Intelektual dan Seniman". padamu.net. Diakses tanggal 13 Mei 2022. 
  2. ^ "Hokky Situngkir, Peneliti Bandung Fe Institute". swatt-online.com. Diakses tanggal 13 Mei 2022. 
  3. ^ "Mengungkap Peran Komponis Nasional Liberty Manik dalam Mentransnarasikan 500-an Naskah Batak". Universitas Negeri Medan. 21 Juli 2019. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 Juni 2022. Diakses tanggal 13 Mei 2022. 
  4. ^ "Liberty Manik Berperan Banyak bagi Bangsa". Analisa Daily. 21 Juli 2019. Diakses tanggal 19 Juni 2023. 
  5. ^ "Liberty Manik Sosok Intelektual dan Seniman". Padamu Pendidikan Indonesia. Diakses tanggal 13 Mei 2022. 
  6. ^ Peninjau: Majalah Lembaga Pengetahuan dan Studi Dewan Gereja-Gereja di Indonesia. Nomor 1. Tahun IV. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi (LPS) Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI). 1977. hlm. 80. 
  7. ^ "6 Karya Liberty Manik, Selain Lagu Satu Nusa Satu Bangsa". Satu Kanal. 28 Oktober 2022. Diakses tanggal 19 Juni 2023. 
  8. ^ Maarif, Syamsul Dwi. "Lirik Lagu 'Satu Nusa Satu Bangsa' & Sejarah L. Manik Pencipta Lagu". Tirto. Diakses tanggal 18 Juni 2023. 
  9. ^ Kidung Keesaan Empat Suara. Jakarta: Yayasan Musik Gerejawi (Yamuger). 17 Februari 2022. ISBN 9790801856876. 
  10. ^ Bicklefs, M.C. (Februari 1974). "Liberty Manik: Batak-Handschriften. (Verzeichnis der Orientalischen Handschriften in Deutschland, Bd. XXVIII.) xi, 253 pp., 6 plates. Wiesbaden: Franz Steiner Verlag GmbH, 1973. DM88". Bulletin of the School of Oriental and African Studies (dalam bahasa Inggris). 37 (3): 755–755. doi:10.1017/S0041977X00128447. ISSN 0041-977X. 
  11. ^ Lindsay, Jennifer; Liem, Maya Hian Ting (2012). Heirs To World Culture: Being Indonesian 1950-1965. Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. Leiden: KITLV Press. hlm. 241. ISBN 978-90-6718-379-6. 
  12. ^ Mack, Dieter (2004). Zeitgenössische Musik in Indonesien: Zwischen lokalen Traditionen, nationalen Verpflichtungen und internationalen Einflüssen (dalam bahasa Jerman). Jerman: G. Olms. hlm. 44–45. ISBN 978-3-487-12562-6. 
  13. ^ Lubis, Hafnita Sari Dewi; Siburian, Regina (7 Januari 2019). "Pemikiran Liberty Manik Terhadap Semangat Nasionalisme". Puteri Hijau: Jurnal Pendidikan Sejarah. 4 (1): 100–115. doi:10.24114/ph.v4i1.13898. ISSN 2684-9607. 
  14. ^ Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. Daftar Pemilik Bintang Budaya Parama Dharma Tahun 1988 – 2003 (PDF). Jakarta. hlm. 3. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya