Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Mang Koko

Koko Koswara
LahirKoko Koswara
10 April 1917
Indihiang, Tasikmalaya, Hindia Belanda
Meninggal4 Oktober 1985(1985-10-04) (umur 68)
Bandung, Jawa Barat
KebangsaanIndonesia
Nama lainMang Koko
Pendidikan
Pekerjaan
Tahun aktif1937-1985
OrganisasiJenaka Sunda Kaca Indihiang (1946)
Taman Murangkalih (1948)
Taman Cangkurileung (1950)
Taman Setiaputra (1950)
Kliningan Ganda Mekar (1950)
Gamelan Mundinglaya (1951)
Taman Bincarung (1958)
Yayasan Cangkurileung
Yayasan Badan Penyelenggara Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI, 1971)
Swara Cangkurileung (1970-1983)
Dikenal atasSeniman, budayawan, pengajar, wartawan, maestro seni karawitan Sunda.
Kota asalIndihiang, Tasikmalaya
Suami/istriBertha Sariahningsih
Anak8
Orang tuaIbrahim alias Sumarta
PenghargaanPiagam Wijayakusumah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kategori Pembaharu dalam Bidang Seni Karawitan, (1971).

Koko Koswara 10 April 1917 – 4 Oktober 1985), atau yang biasa dipanggil sebagai Mang Koko, adalah seorang seniman Sunda.

Perjalanan

Ayahnya Ibrahim alias Sumarta, masih keturunan Sultan Banten (Maulana Hasanuddin). Ia mengikuti pendidikan sejak HIS (1932), MULO Pasundan (1935). Selepas masa pendidikan ia bekerja sejak tahun 1937 berturut-turut di: Bale Pamulang Pasundan, Paguyuban Pasundan, De Javasche Bank; surat kabar harian Cahaya, harian Suara Merdeka, Jawatan Penerangan Provinsi Jawa Barat, guru yang kemudian menjadi Direktur Konservatori Karawitan Bandung (1961-1972), Dosen Luar Biasa di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung, sampai ia wafat.

Abdi seni dan karya

Bakat seni yang dimilikinya berasal dari ayahnya yang tercatat sebagai juru mamaos Ciawian dan Cianjuran. Kemudian ia belajar sendiri dari seniman-seniman ahli karawitan Sunda yang sudah ternama dan mendalami hasil karya bidang karawitan dari Raden Machjar Angga Koesoemadinata, seorang ahli musik Sunda.

Ia juga tercatat telah mendirikan berbagai perkumpulan kesenian, diantaranya: Jenaka Sunda Kaca Indihiang (1946), Taman Murangkalih (1948), Taman Cangkurileung (1950), Taman Setiaputra (1950), Kliningan Ganda Mekar (1950), Gamelan Mundinglaya (1951), dan Taman Bincarung (1958).

Mang Koko juga mendirikan sekaligus menjadi pimpinan pertama dari Yayasan Cangkurileung pusat, yang cabang-cabangnya tersebar di lingkungan sekolah-sekolah seprovinsi Jawa Barat. Ia juga mendirikan dan menjadi pimpinan Yayasan Badan Penyelenggara Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI), Bandung (1971). Pernah pula ia menerbitkan majalah kesenian "Swara Cangkurileung" (1970-1983).

Karya cipta kakawihan yang ia buat dikumpulkan dalam berbagai buku, baik yang sudah diterbitkan maupun yang masih berupa naskah-naskah, diantaranya Resep Mamaos (Ganaco, 1948), Cangkurileung (3 jilid/MB, 1952), Ganda Mekar (Tarate, 1970), Bincarung (Tarate, 1970), Pangajaran Kacapi (Balebat, 1973), Seni Swara Sunda atau Pupuh 17 (Mitra Buana, 1984), Sekar Mayang (Mitra Buana, 1984), Layeutan Swara (YCP, 1984), Bentang Sulintang atau Lagu-lagu Perjuangan dan sebagainya.

Karya-karyanya bukan hanya dalam bidang kawih, tapi juga dalam bidang seni drama dan gending karesmen. Dalam hal ini tercatat misalnya Gondang Pangwangunan, Bapa Satar, Aduh Asih, Samudra, Gondang, Samagaha, Berekat Katitih Mahal, Sekar Catur, Sempal Guyon, Saha?, Ngatrok, Kareta Api, Istri Tampikan, Si Kabayan, Si Kabayan jeung Raja Jimbul, Aki-Nini Balangantrang, Pangeran Jayakarta, dan Nyai Dasimah.

Saat membaca riwayat kehidupan Mang Koko, akan ditemui seorang manusia yang telah memasrahkan jiwa dan raganya demi kehidupan dan kelestarian seni, khususnya seni Sunda. Namun ia merasa sudah cukup bila ia disebut sebagai seorang penghalus jiwa, sebab seperti diungkapkan dalam salah satu kawihnya, seni adalah penghalus jiwa.

Rujukan

  • Ruswandi, Tardi. 2000. "Koko Koswara: Pencipta Karawitan Sunda yang Monumental". Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung. ISSN 0854-3429.
  • Satriana, R., Haryono, T., & Hastanto, S. (2014). Kanca Indihiang sebagai Embrio Kreativitas Mang Koko. Resital: Jurnal Seni Pertunjukan, 15(1), 32-42.


Kembali kehalaman sebelumnya