Kesuksesan Lucassen dan Holmberg membuat para Investor Belanda menyiapkan untuk membangun sebuah pabrik gula di kawasan Kemantran yang lokasinya masih dekat dengan Pabrik Gula Pangkah. Pabrik Gula Kemantran ini didirikan pada tahun 1868 oleh perusahaan dagang Belanda Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM), NHM inilah yang juga mendidirikan Pabrik Gula Kejambon, Maribaya, dan Balapulang.
Pada tahun 1881-1882 Pabrik Gula Kemantran mendapatkan tambahan permodalan dari NHM sebesar 22.000 gulden. Beberapa tahun kemudian NHM membiayai permodalan PG Kemantran untuk melakukan ekspor gula ke Eropa. Di tahun 1927 NHM juga membiayai pembangunan saluran air lengkap dengan pompanya dari pabrik menuju perkebunan tebu.
Jalur rel kereta lori Pabrik Gula Kemantran dibangun pada tahun 1915 sampai 1916, jalur lori tersebut terhubung dengan Pabrik Gula Sumberharjo dan Pabrik Gula Pangkah. Jalur lori ini mengarah dari Kemantran menuju terus kearah timur yang melewati Warureja yang kemudian sampai ke Pabrik Gula Sumberharjo di Pemalang, di desa Kepunduhan sendiri terdapat jalur percabangan yang ke timur menuju Pabrik Gula Sumberharjo dan jalur kereta lori yang mengarah ke selatan menuju Pabrik Gula Pangkah. Di tahun 1916 juga dibangun jembatan kereta lori diatas Sungai Cacaban yang terletak diantara desa Tanjungharja dan Jatibogor.
Keberadaan Pabrik Gula Kemantran tercatat dalam beberapa surat kabar Belanda. salah satunya terdapat pada surat kabar Belanda De Locomotief yang menyebut tentang keberadaan pabrik gula ini.
Dalam surat kabar Belanda De Locomotief yang diterbitkan oleh De Groot, Kloff & Co pada tanggal 18 Mei 1928 menyebutkan pergantian administrator PG Kemantran. Mr. Boutmy yang merupakan administrator PG Kemantran digantikan oleh Mr. Theodore G. de Vletter.
Pada tahun 1929 De Locomotief mengatakan lokasi PG Kemantran berdekatan dengan Pasar Kemantran, surat kabar itu menyebutkan begitu meriahnya Pasar Kemantran pada malam hari selama musim panen tebu, pada saat itu wilayah sekitar pabrik gula dan pasar mengadakan acara syukuran atau pesta panen tebu yang disebut orang Jawa sebagai "Metikan". Tradisi metikan ini selalu diadakan setiap musim panen tebu.
Sekitar tahun 1930-an terjadi Krisis malaise yang membuat ekonomi dunia mengalami penurunan secara drastis, hal ini juga berdampak besar pada perusahaan industri gula. Akibatnya banyak pabrik gula yang mengalami gulung tikar alias bangkrut, termasuk juga pada Pabrik Gula Kemantran yang saat itu kehabisan modal, bahkan pabrik gula ini hendak ditutup.
Kemudian di tahun 1935 De Locomotief mengatakan bahwa Pabrik Gula Kemantran kekurangan modal untuk melakukan produksi gula. Pada akhirnya perusahaan gula Kemantran bekerjasama dengan perusahaan gula Sumberharo di Pemalang untuk memproduksi gula. Penanaman tebu dilakukan di perkebunan milik perusahaan gula Kemantran, sedangkan untuk giling tebu dilakukan di Pabrik Gula Sumberharjo.
Hasil produksi gula kedua pabrik gula ini mencapai 20.000 ton pada saat itu.
Namun sayangnya Pabrik Gula Kemantran ini sudah lama berhenti beroperasi sejak tahun 1942 atau pada masa pendudukan Jepang. Pada saat itu Pabrik ini dirusak dan juga beberapa mesin-mesin ikut dijarah oleh Jepang, bahkan bangunan utama pabrik ini sampai dibongkar Jepang. Hal ini yang membuat keberadaan PG Kemantran sangat sulit diketahui karena bangunan utama pabrik tidak berbekas lagi. Kini lokasi PG Kemantran telah berubah menjadi tempat-tempat yang digunakan untuk masyarakat, lokasi Pabrik Gula Kemantran sekarang ini meliputi:
Untuk bekas bagian pabrik yang masih terlihat adalah kantor sebagian gedung dibelakang kantor Kecamatan Kramat, beberapa rumah Belanda, dan sisa-sisa tembok kuno.
Sedangkan untuk jembatan kereta lori yang dibangun dan diresmikan pada tahun 1916 saat ini masih tersisa walaupun kondisi jembatan tersebut sudah mengalami kerusakan. Jembatan kereta lori ini lokasinya diatas Sungai Cacaban yang terletak diantara desa Tanjungharja, Kramat, Tegal dengan desa Jatibogor, Suradadi, Tegal .