Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Pangeran Ratu

" Sebab perkara sepuluh, sebelas dan duabelas dari kontrak lama ada salah sedikit dari pada nama didalam dia punja Melaju maka diatur sekarang jang tersebut dibawah ini adanja. Selamanja pangiran jang Paduka Sri Sultan Bandjar dengan kesukaan geburmin sudah angkat akan mendjadi sultan punja ganti djikalo datang kehendak Allah kepada tuan Sultan nanti mesti pakai nama Sultan Muda atawa Pangiran Ratu bagaimana Paduka Sri Sultan punja suka minta kepada geburmin dan lagi siapa memegang keradjaan akan djadi radja bitjara pasti selamanja dapat nama Pangiran Mangkubumi adanja tetapi sebab Paduka Panembahan Adam sudah diterima geburmin akan djadi Sultan Muda maka itu berdjandji hari dibelakang baru ada berguna djikalo datang tuan Allah punja suka jang Paduka Sri Sultan2 mesti pulang kerachmatullah adanja."

— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh, pasal sepuluh, Kontrak Perjanjian Karang Intan II tanggal 13 September 1823 M (7 Muharam 1239 H).[1]

Pangeran Ratu merupakan gelar untuk Pangeran Mahkota dari sebuah Kesultanan yang umumnya digunakan di Nusantara khususnya di pulau Kalimantan, misalnya di Kesultanan Banjar, Sambas, Kerajaan Sanggau dan lain-lain. Gelar Pangeran Ratu tersebut lazimnya otomatis diberikan kepada putera sulung (tertua) Sultan yang bertahta. Gelar Pangeran Ratu kemudian ditingkatkan menjadi Sultan Muda ketika sudah resmi dinobatkan sebagai calon pewaris jabatan Sultan.

Namun ada pula gelar Pangeran Ratu yang dipakai sebagai gelar untuk raja-raja kecil atau raja-raja bawahan setingkat Panembahan atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya. Gelar Pangeran Ratu tersebut sejajar atau sama tingkatannya (selevel) dengan gelar Pangeran Ratu (Pangeran Mahkota/Sultan Muda) di Kesultanan induk, misalnya gelar Pangeran Ratu untuk Raja Kotawaringin (Kalimantan Tengah) sejajar dengan Pangeran Ratu untuk Pangeran Mahkota di Kesultanan Banjar (Kalimantan Selatan), karena Kesultanan Banjar merupakan induk dari Kerajaan Kotawaringin tersebut. Kotawaringin hanyalah salah satu daerah di dalam negara Banjar.[2][3]

Penguasa Kerajaan Kotawaringin yang merupakan cabang keturunan dari negara Kesultanan Banjar sebenarnya tidak berhak memakai gelar Sultan, tetapi hanya pada level Pangeran Ratu Kotawaringin secara langsung menjadi bagian dari Kesultanan Banjar, sehingga raja-raja Kotawaringin selalu memakai gelar Pangeran jika mereka berada di Banjar. Tetapi di dalam lingkungan Kotawaringin sendiri, para Pangeran (Pangeran Ratu) yang menjadi raja juga disebut dengan "Sultan" karena kedudukannya sejajar dengan Sultan Muda di Kesultanan Banjar.[4][5]

Gelar Pangeran Ratu otomatis untuk putera sulung Sultan yang bertahta, yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan Sultan (kepala negara) berikutnya, sedangkan putera kedua bergelar Pangeran Mangkubumi, yang bakal menjabat mangkubumi (kepala pemerintahan/perdana menteri).

Kontrak Perjanjian Kesultanan Banjar dengan Hindia Belanda

Kontrak Perjanjian Karang Intan II tanggal 13 September 1823 M (7 Muharam 1239 Hijriyah) pada pasal sepuluh memuat tentang penamaan Pangeran Ratu untuk Putra Mahkota (Tengku Muda Mahkota/Pangeran Muda Mahkota).[1]

Para Pangeran Ratu

Para Pangeran yang pernah atau sedang menjabat sebagai Pangeran Ratu (Pangeran Mahkota), diantaranya:

  1. Pangeran Tapa sana[6]
  2. Sultan Muda Pangeran Ratu Sultan Muda Abdul Rahman bin Sultan Adam (Pangeran Mahkota Kesultanan Banjar pada masa pemerintahan Sultan Adam, namun tidak sempat menjadi raja karena meninggal dunia).[7]
  3. Sultan Muda Pangeran Ratu Pangeran Tamjidillah bin Sultan Muda Abdul Rahman (Pangeran Mahkota Kesultanan Banjar versi Belanda pada masa pemerintahan Sultan Adam, dilantik Belanda menjadi Sultan Muda sejak 10 Juni 1852 menggantikan Sultan Muda Abdul Rahman bin Sultan Adam yang meninggal dunia, kemudian menjadi Sultan Banjar sejak 3 November 1857).[8][9]
  4. Sultan Muda Pangeran Ratu Pangeran Praboe Anom Putra Sultan Adam dari Banjar[10][11], (Pangeran Mahkota Kesultanan Banjar versi Sultan Adam pada masa pemerintahan Sultan Adam dari Banjar, dilantik Sultan Adam dari Banjar menjadi Sultan Muda sejak 10 juni 185523 Februari 1858 menggantikan Sultan Muda Sultan Muda Abdul Rahman Putra Sultan Adam yang meninggal dunia,[12] Hingga Sultan adam 10 Juni 1855 menobatkan nya sebagai Sultan muda Putra Mahkota seorang pangeran yang berperan signifikan dalam sejarah politik dan sosial Kerajaan Banjar.[11][13][14] pendapatannya diambil dari provinsi Kelua, Amuntai, Sei Banar, Alabio, Negara.Ketika Sultan Adam al-Watsiq Billah meninggal pada tanggal 1 November 1857 karena sakit, pemerintahan Hindia Belanda menobatkan Sultan Muda Tamjidillah al-Watsiq Billah sebagai Sultan Banjar. Pada tahun 1274 Hijriyah, yang bertepatan dengan tanggal 3 November 1857, Tamjidillah II dilantik oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda sebagai Sultan Banjar sewaktu dilantik Sultan Banjar pada tanggal 3 November 1857. didampingi Pangeran Mangkubumi Wira Kasoema (wirakusuma II) Kepala Pemerintah Negri Kesultanan Banjar 1857-1859 Mangkubumi Banjamasin memperoleh gaji bulanan f 1.000 gulden (f 12.000 gulden setahun) Penghasilan sebagai Mangkubumi kerajaan Banjar yang pendapatannya diambil dari hasil pungutan dari Tambang Paramasan 40 tahil intan Berlian, (tambang intan Berlian) senilai 40 tahil @75 - 3.000 setahun lobang intan di Titian Taras, dan Penghasilan kompensasi (f 200 gulden perbulan dari hasil pungutan dari sungai Gatal, Banjarmasin. lahir 1822 berusia 35 tahun sewaktu diumumkan pada 3 November 1857. setelah kematian Sultan Adam al-Watsiq Billah meninggal pada tanggal 1 November 1857, Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom di Martapura dengan pendampingnya Pangeran Mangkubumi Hidayatulah di Martapura Sebagai Rival Vazal Tandingan di Banjarmasin Sultan Tamjidillah al-Watsiq Billah di Banjarmasin Dan Pangeran Mangkubumi Wira kasoema di Banjarmasin.kemudian kemudian Sultan Muda Pangeran Praboe / Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah dijebloskan ke penjara benteng Tatas selama 90 hari sejak 21 november 1857 - 23 Februari 1858.Sultan Tamjidullah al-Watsiq Billah dan Pangeran Mangkubumi Banjarmasin Wira kasoema menandatangani surat pengasingan pada tanggal 23 Februari 1858.Sultan Muda Prabu Citra Pangeran Praboe Anom dengan Nyai Ratu Kamala Sari, yang kemudian diasingkan ke Bandung karena dianggap membahayakan jika berada di Banjarmasin dan kemudian dibuang ke Pulau Jawa Barat .di asingkan ke Bandung Jawa Barat 23 Februari 1858 hingga wafat 4 Desember 1885 (umur 77–78) Bantjeujweg Banceuy 1871-1885, Karesidenan, Hindia Belanda. Sultan Muda Pangeran Praboe Pangeran Praboe Anom / Pangeran Praboe Citra / Pangeran Praboe Abdullah merupakan mertua dari Pangeran Muhammad Aminullah, pejuang Perang Banjar. Pangeran Muhammad Aminullah termasuk salah seorang yang tidak akan pernah mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:[15]

Catatan kaki

  1. ^ a b Hindia-Belanda (1965). Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860 (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat. hlm. 158. 
  2. ^ (Indonesia) Kartodirdjo, Sartono (1993). Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari emporium sampai imperium. Gramedia. hlm. 121. ISBN 9794031291. ISBN 978-979-403-129-2
  3. ^ (Inggris) Ooi, Keat Gin (2004). Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East ... 3. ABC-CLIO. hlm. 211. ISBN 9781576077702. ISBN 1-57607-770-5
  4. ^ "Kerajaan Kotawaringin Yang Pertama". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-22. Diakses tanggal 2017-07-18. 
  5. ^ Philippus Pieter Roorda van Eysinga (1841). Handboek der land- en volkenkunde, geschiedtaal-, aardrijks- en staatkunde von Nederlandsch Indie (dalam bahasa Belanda). 
  6. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Bibliotheca Indonesica (dalam bahasa Inggris). 1. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. ISSN 0067-8023. 
  7. ^ "Wolter Robert van Hoëvell, H.A. Lesturgeon". Tijdschrift voor Nederlandsch Indië 23st Jaargang (dalam bahasa Belanda). 51. Ter Lands-drukkerij. 1861. hlm. 70. 
  8. ^ Landsdrukkerij (Batavia) (1854). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar (dalam bahasa Belanda). 27. Lands Drukkery. hlm. 92. 
  9. ^ Landsdrukkerij (Batavia) (1854). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar (dalam bahasa Belanda). 28. Lands Drukkery. hlm. 94. 
  10. ^ Annabel Teh Gallop (2002). Malay Seal Inscriptions: A Study in Islamic Epigraphy from Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). 3. Inggeris: University of London. hlm. 453. 
  11. ^ a b (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986
  12. ^ (Belanda) (1861)Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 23. Ter Lands-drukkerij. hlm. 70. 
  13. ^ Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia), Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia) (1860). Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap (dalam bahasa Belanda). 9. Lange. hlm. 120. 
  14. ^ (Belanda) Nederlanderh, Host Indie. Brill Archive. hlm. 140. 
  15. ^ (Belanda) de Heere, G. A. N. Scheltema (1863). Staatsblad van Nederlandisch Indië. Ter Drukkerij van A. D. Schinkel. hlm. 118. 
Kembali kehalaman sebelumnya