Perbantahan antara burung dan ikan adalah sebuah karya sastra berupa esai dalam bahasa Sumeria, tertulis pada loh-loh tanah liat yang berasal dari pertengahan hingga akhir milenium ke-3 SM.
Ada tujuh topik "adu pendapat" yang diketahui dari kesusasteraan Sumeria, tergolong dalam kategori 'perbantahan'; beberapa contoh di antaranya: Perbantahan antara musim dingin dan musim panas; Perbantahan antara biri-biri dan biji-bijian; Perbantahan antar pohon dan buluh; Perbantahan antara burung dan ikan; dan Perbantahan antara perak dan tembaga yang perkasa, dll.[1] Topik-topik ini muncul beberapa abad setelah tulisan lazim dipergunakan di Mesopotamia. Perbantahan-perbantahan ini bersifat filsafati dan membahas tentang kedudukan umat manusia di dalam dunia.
Beberapa perbantahan ini mungkin berasal dari 2100 SM.[2]
Debat atau perbantahan burung dan ikan adalah sebuah naskah aksara paku sepanjang 190 baris. Naskah bermula dengan musyawarah dewa-dewa setelah menetapkan Mesopotamia dan pemukiman-pemukiman bagi manusia; air bagi ladang-ladang, Sungai Tigris dan Sungai Efrat, dan rawa-rawa, gundukan tanah di rawa-rawa, padang-padang penggembalaan bagi manusia, dan burung-burung di rawa-rawa, dan ikan segala-galanya ditetapkan.[3]
Perbantahan bermula ketika ikan berkata-kata kepada burung.
Ikhtisar perbantahan antara burung dan ikan
Perkataan ikan
Ikan berkata:[4]
- "...burung...bukannya menghina, ..! Bergarau ...gaduh di rawa-rawa ...berkaok-kaok! Selama-lamanya melahap dengan rakus, sedangkan hatimu memercikkan kejahatan! Di padang engkau berdiri mematuk-matuk sampai mereka menghalaumu pergi! Putera-putera petani memasang tali-tali jerat dan jala-jala bagimu..(dan melanjutkan)..Engkau menyebabkan kerusakan pada bedeng-bedeng sayuran..(lagi)..Burung, engkau tidak tahu malu: engkau memenuhi halaman dengan kotoranmu. Bujang penyapu halaman yang membersihkan rumah itu mengejar-ngejar engkau...(dst.)"
Selanjutnya pada alinea ke-2 dan ke-3:
- "Mereka membawamu ke pondok-pondok penggemukan. Mereka membiarkanmu melenguh laksana lembu, mengembik laksana biri-biri. Mereka mencurahkan air dingin dalam bejana bagimu. Mereka menyeretmu keluar untuk persembahan korban harian." (alinea ke-2 dan ke-3 berlanjut sampai beberapa baris)
Bantahan burung
Burung menjawab:
- "Mengapa hatimu menjadi sedemikian angkuh, padahal engkau sendiri begitu hina? Mulutmu itu longgar(?), tetapi sekalipun mulutmu berputar-putar, engkau tidak dapat melihat yang di belakangmu. Darimu telah direnggut pinggul, demikian pula lengan, tangan dan kaki–cobalah bungkukkan lehermu ke kakimu! Baumu busuk; engkau membuat orang-orang muntah; mereka mencibir padamu! ...."
Burung meneruskan:
- "Tetapi aku adalah burung yang rupawan dan cerdas! Keterampilan seni yang halus mendandaniku. Tetapi tidak ada keterampilan tercurah demi membentuk sosokmu yang suci itu! Melenggang di dalam istana adalah kemuliaanku; kicauanku dianggap sebagai hiasan halaman. Bunyi-bunyian yang kukeluarkan, yang teramat merdu itu, adalah kesukaan bagi diri Syulgi, putera Enlil...."
Syulgi memenangkan burung
Setelah ikan berkata-kata dan burung membantahnya, ikan pun menyerang sarang burung. Pertempuran berkecamuk di antara keduanya, dengan lebih banyak lagi kata-kata. Menjelang akhirnya burung pun memohon agar Syulgi mengeluarkan keputusan yang memenangkan burung:
Syulgi bersabda:
- "Melenggang di dalam E-kur adalah suatu kemuliaan bagi burung, karena nyanyiannya merdu. Di meja suci Enlil, burung ...lebih dimuliakan dari pada engkau ...!
- "(lacuna)...burung ...Karena burung menang atas ikan dalam perbantahan antara ikan dan burung, terpujilah Bapa Enki!"-(akhir dari baris 190, baris yang terakhir)[5]
Lihat pula
Referensi
- ^ Kramer, The Sumerians: Their History, Culture and Character, hal. 218.
- ^ Sumerian literature
- ^ ETCSL pranala luar, baris 1-18-(3 paragraf pendek dalam bahasa Inggris)
- ^ ETCSL, bagian-bagian dari baris 19-190
- ^ ETCSL pranala luar, baris 178-190
- Kramer, Samuel Noah. The Sumerians: Their History, Culture and Character, Chicago, 1963, 217-222.
- Vanstiphout, Herman L.J. & Alster, Bendt. Bird and Fish. A Sumerian Debate and Fable, or: The Importance of Being Pleasant. Groningen/Philadelphia/Copenhagen, 1988-96..
Pranala luar