Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Persamaan Schrödinger

Dalam mekanika kuantum, persamaan Schrödinger adalah persamaan matematika yang menjelaskan perubahan tiap waktu dari sebuah sistem fisika di mana efek kuantum, seperti dualitas gelombang-partikel, menjadi signifikan. Persamaan ini merupakan perumusan matematis untuk mempelajari sistem mekanika kuantum. Persamaan ini diajukan oleh fisikawan Erwin Schrödinger pada tahun 1925 dan mempublikasikannya pada tahun 1926. Erwin Schrödinger sendiri memperoleh Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1933 berkat karyanya ini.[1][2] Persamaan ini berbentuk persamaan diferensial dengan tipe persamaan gelombang, yang digunakan sebagai model matematika dari pergerakan gelombang.

Dalam mekanika klasik, hukum kedua Newton (F = ma) digunakan untuk membuat prediksi matematika dimana jalur sebuah sistem akan mengikuti sejumlah kondisi awal yang diketahui. Dalam mekanika kuantum, analogi dari hukum Newton adalah persamaan Schrödinger untuk sistem kuantum (biasanya atom, molekul, dan partikel subatomik yang bebas, terikat, maupun terlokalisasi). Persamaan ini bukan persamaan aljabar, melainkan secara umum adalah persamaan diferensial parsial linear, menjelaskan perubahan waktu dari fungsi gelombang sistem (juga disebut "fungsi keadaan").[3]:1–2

Konsep fungsi gelombang adalah dasar bagi postulat mekanika kuantum. Menggunakan postulat ini, persamaan Schrödinger dapat diturunkan berdasarkan fakta bahwa operator perubahan waktu haruslah kesatuan dan oleh karena itu harus dihasilkan oleh eksponensial dari sebuah operator self-adjoint, dimana itu adalah Hamiltonian kuantum.

Dalam interpretasi Kopenhagen mekanika kuantum, fungsi gelombang adalah penjelasan paling lengkap untuk berbagai sistem fisik. Penyelesaian persamaan Schrödinger tidak hanya dapat menjelaskan sistem molekular, atomik, dan subatomik, tapi juga sistem makroskopik, mungkin juga seluruh alam semesta.[4]:292ff Persamaan Schrödinger adalah rumusan inti bagi semua aplikasi mekanika kuantum termasuk teori medan kuantum yang menggabungkan relativitas khusus dengan mekanika kuantum. Teori gravitasi kuantum, seperti teori dawai, juga dapat diselesaikan dengan persamaan Schrödinger.

Persamaan Schrödinger bukanlah satu-satunya cara untuk mempelajari sistem mekanika kuantum dan membuat prediksi, karena formulasi mekanika kuantum lainnya seperti mekanika matriks yang dikenalkan oleh Werner Heisenberg, dan formulasi integral lintasan, dikembangkan oleh Richard Feynman. Paul Dirac menggabungkan mekanika matriks dan persamaan Schrödinger menjadi satu formulasi tunggal.

Dengan menggunakan notasi bra-ket Dirac, definisi persamaan Schrödinger adalah:

adalah bilangan imaginer, adalah waktu, ∂ / ∂ adalah turunan parsial terhadap , ħ adalah konstanta Planck dibagi 2π, ψ() adalah fungsi gelombang, dan H() adalah Hamiltonian.

Persamaan

Persamaan tergantung-waktu

Bentuk persamaan Schrödinger tergantung dari kondisi fisiknya (lihat dibawah untuk contoh-contoh khusus). Bentuk paling umumnya adalah persamaan tergantung-waktu yang menjelaskan sebuah sistem berkembang dengan waktu:[5]:143

Sebuah fungsi gelombang yang memenuhi persamaan Schrodinger nonrelativistik dengan V = 0. Dengan kata lain, fungsi ini sesuai dengan partikel yang bergerak bebas melalui ruang kosong. Bagian riil dari fungsi gelombang digambarkan disini.
Persamaan Schrödinger tergantung-waktu (umum)

Persamaan Schrödinger 3 dimensi

Atau diringkas

dengan adalah operator nabla divergensi lalu i adalah satuan imajiner, ħ adalah konstanta Planck tereduksi yang sama dengan:, lambang t menunjukkan turunan parsial terhadap waktu t, Ψ (huruf Yunani psi) adalah fungsi gelombang sistem kuantum, r dan t adalah posisi vektor dan waktu, dan Ĥ adalah operator Hamiltonian (yang mengkarakterisasi total energi sistem).

Setiap gambar merupakan fungsi gelombang yang memenuhi persamaan Schrödinger tak tergantung waktu untuk osilator harmonis. Kiri: bagian riil (biru) dan bagian imajiner (kanan) dari fungsi gelombang. Kanan: distribusi probabilitas dalam menemukan partikel dengan fungsi gelombang ini pada posisi tertentu. Kedua baris teratas adalah contoh keadaan stasioner. Baris bawah adalah contoh keadaan non stasioner. Kolom sebelah kanan menunjukkan mengapa keadaan stasioner disebut "stasioner".

Contoh paling umum adalah persamaan nonrelativistik untuk partikel tunggal yang bergerak dalam sebuah medan listrik (bukan medan magnet; lihat Persamaan Pauli):[6]

Persamaan Schrödinger tergantung waktu dalam basis posisi
(partikel nonrelativistik tunggal)

dimana μ adalah "massa tereduksi" partikel, V energi potensial, 2 adalah Laplasian (operator diferensial), dan Ψ adalah fungsi gelombang (lebih tepatnya dalam konteks ini adalah "fungsi gelombang ruang-posisi"). Dalam bahasa sederhana, persamaan ini berarti "total energi sama dengan energi kinetik ditambah energi potensial", tetapi dengan bentuk yang tidak umum.

Dengan diketahui operator diferensial tertentu, maka persamaan ini adalah persamaan diferensial parsial linear. Juga merupakan persamaan difusi, tetapi tidak seperti persamaan panas, persamaan ini juga persamaan gelombang karena adanya satuan imajiner pada bagian transient.

Istilah "Persamaan Schrödinger" dapat merujuk ke kedua persamaan umum atau versi nonrelativistiknya yang spesifik. Versi umumnya sangat umum dan bisa digunakan untuk semua mekanika kuantum, mulai dari persamaan Dirac hingga teori medan kuantum, dengan memasukkan berbagai pernyataan pada Hamiltonian. Versi nonrelativistik adalah berupa perkiraan dari kenyataan sebenarnya namun menunjukkan hasil yang akurat pada banyak situasi, tetapi pada jangkauan tertentu saja (lihat mekanika kuantum relativistik dan teori medan kuantum relativistik).

Untuk menggunakan persamaan Schrödinger, digunakan operator Hamiltonian untuk sistemnya untuk menghitung energi kinetik dan potensial partikel-partikel pada sistem, kemudian dimasukkan dalam persamaan Schrödinger. Hasil persamaan diferensial parsial kemudian diselesaikan untuk persamaan gelombang yang kemudian akan memuat informasi mengenai sistem.

Persamaan tak tergantung-waktu

Persamaan Schrödinger tergantung-waktu yang dijelaskan diatas memprediksi bahwa fungsi gelombang dapat membentuk gelombang berdiri disebut keadaan stasioner (atau "orbital", seperti orbital atom atau orbital molekul). Keadaan-keadaan ini penting karena pada studi berikutnya, memudahkan dalam penyelesaian persamaan Schrödinger tak tergantung-waktu untuk keadaan apapun. Keadaan stasioner juga dapat dijelaskan menggunakan bentuk persamaan yang lebih sederhana, persamaan Schrödinger tak tergantung-waktu.

Persamaan Schrödinger tak tergantung-waktu (umum)

dengan E adalah konstanta sama dengan total energi pada sistem. Hanya digunakan apabila operator Hamiltonian tidak tergantung waktu. Namun, dalam kasus ini keseluruhan fungsi gelombang tetap memiliki ketergantungan waktu.

Dengan kata lain, persamaan ini mengatakan:

Ketika operator Hamiltonian berperan pada fungsi gelombang tertentu Ψ dan hasilnya sebanding dengan fungsi gelombang yang sama Ψ, maka Ψ adalah keadaan stasioner, dan konstanta proporsionalitas E adalah energi dari keadaan Ψ.

Dalam terminologi aljabar linear, persamaan ini adalah persamaan eigenvalue dan fungsi gelombang disini merupakan eigenfunction dari operator Hamiltonian.

Seperti sebelumnya, bentuk paling umum adalah persamaan nonrelativistik untuk partikel tunggal yang bergerak dalam sebuah medan listrik (bukan medan magnet):

Persamaan Schrödinger tak tergantung-waktu (partikel tunggal nonrelativistik)

dengan definisi seperti diatas.

Persamaan Schrödinger tak tergantung-waktu dijelaskan lebih lanjut dibawah.

Latar belakang dan perkembangan sejarah

Erwin Schrödinger

Setelah kemunculan kuantisasi cahaya Max Planck (lihat radiasi benda-hitam), Albert Einstein menginterpretasikan kuanta Planck sebagai foton, partikel cahaya, dan mengemukakan bahwa energi sebuah foton berbanding lurus dengan frekuensinya, salah satu tanda-tanda pertama dualitas gelombang-partikel. Karena energi dan momentum saling berhubungan seperti frekuensi dan bilangan gelombang pada relativitas khusus, momentum sebuah foton p berbanding terbalik dengan panjang gelombang λ, atau berbanding lurus dengan bilangan gelombang k:

dengan h adalah konstanta Planck dan ħ adalah konstanta Planck tereduksi, h/2π. Louis de Broglie mengemukakan hipotesis bahwa persamaan ini benar untuk semua partikel, meski partikel yang bermassa seperti elektron. Ia mengasumsikan jika gelombang materi merambat bersama partikel mereka, elektron-elektron membentuk gelombang berdiri, berarti hanya frekuensi rotasional tertentu di sekeliling atom nukleus yang dimungkinkan.[7] Orbit terkuantisasi ini sesuai dengan tingkat energi diskret, dan de Broglie memakai formula model Bohr untuk tingkat energi. Model Bohr didasarkan pada kuantisasi momentum sudut L yang diasumsikan menurut:

Menurut de Broglie, elektron dijelaskan melalui sebuah gelombang dan sejumlah bilangan panjang gelombang yang harus sesuai sepanjang keliling orbit elektron:

Pendekatan ini membatasi gelombang elektron dalam satu dimensi, sepanjang orbit lingkar berjari-jari r.

Pada tahun 1921, sebelum de Broglie, Arthur C. Lunn di Universitas Chicago telah menggunakan argumen yang sama yang berbasis dari penyelesaian energi-momentum relativistik untuk menurunkan apa yang kita sebtut saat ini sebagai hubungan de Broglie.[8] Tidak seperti de Broglie, Lunn merumuskan persamaan diferensial yang saat ini dikenal sebagai persamaan Schrödinger. Sayangnya paper ini ditolak oleh Physical Review.[9]

Menindaklanjuti ide de Broglie, fisikawan Peter Debye berkomentar bahwa jika partikel berperilaku seperti gelombang, maka pastinya memiliki bentuk persamaan gelombang. Schrödinger pun berusaha mencari persamaan gelombang 3-dimensi yang layak untuk elektron. Ia dibimbing oleh analogi William R. Hamilton antara mekanika dan optik, dikodekan dalam pengamatan bahwa batas panjang gelombang nol optik menyerupai sistem mekanis—lintasan sinar cahaya menjadi jejak tajam mematuhi prinsip Fermat, sebuah analog dari prinsip tindakan terkecil.[10]

Referensi

  1. ^ "Physicist Erwin Schrödinger's Google doodle marks quantum mechanics work". The Guardian. 13 August 2013. Diakses tanggal 25 August 2013. 
  2. ^ Schrödinger, E. (1926). "An Undulatory Theory of the Mechanics of Atoms and Molecules" (PDF). Physical Review. 28 (6): 1049–1070. Bibcode:1926PhRv...28.1049S. doi:10.1103/PhysRev.28.1049. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 17 December 2008. 
  3. ^ Griffiths, David J. (2004), Introduction to Quantum Mechanics (2nd ed.), Prentice Hall, ISBN 0-13-111892-7 
  4. ^ Laloe, Franck (2012), Do We Really Understand Quantum Mechanics, Cambridge University Press, ISBN 978-1-107-02501-1 
  5. ^ Shankar, R. (1994). Principles of Quantum Mechanics (edisi ke-2nd). Kluwer Academic/Plenum Publishers. ISBN 978-0-306-44790-7. 
  6. ^ "Schrodinger equation". hyperphysics.phy-astr.gsu.edu.
  7. ^ de Broglie, L. (1925). "Recherches sur la théorie des quanta" [On the Theory of Quanta] (PDF). Annales de Physique. 10 (3): 22–128. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 9 May 2009.  .
  8. ^ Weissman, M.B.; V. V. Iliev; I. Gutman (2008). "A pioneer remembered: biographical notes about Arthur Constant Lunn". Communications in Mathematical and in Computer Chemistry. 59 (3): 687–708. 
  9. ^ Kamen, Martin D. (1985). Radiant Science, Dark Politics. Berkeley and Los Angeles, CA: University of California Press. hlm. 29–32. ISBN 0-520-04929-2. 
  10. ^ Schrodinger, E. (1984). Collected papers. Friedrich Vieweg und Sohn. ISBN 3-7001-0573-8.  Lihat bagian pengenalan pada paper tahun 1926.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya