Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Pius Kim Jin-hu

Pius Kim Jin-hu adalah seorang martir Katolik Korea. Ia lahir di Solmoe, Myeoncheon yang berada di tengah dataran Naepo di Chungcheong-do. Dia adalah kakek buyut dari Santo Andreas Kim Dae-geon, dan juga ayah dari Andreas Kim Jong-han yang menjadi martir pada tahun 1816. Dalam daftar keluarganya namanya ditulis dengan nama ‘Un-jo.’

Pius Kim mengetahui agama Katolik ketika putra sulungnya mempelajari Katekismus dari Luis Gonzaga Yi Jon-chang dan mengajari saudara-saudaranya. Pada saat itu, Pius Kim berusia 50 tahun.

Dia tidak menerima ajaran Katolik karena ambisi duniawinya dan mencari kesenangan hidup. Dia tidak mendengar panggilan Ilahi karena dia terlalu sibuk dengan urusan duniawi. Ketika dia mendapatkan jabatan kecil di pemerintahan dari gubernur, dia menolak saran dari anak-anaknya.

Putra-putranya terus menerus berusaha untuk membujuk ayahnya dan dia berangsur-angsur tertarik kepada Yesus Kristus. Bukan hanya meninggalkan jabatan pemerintahannya, namun dia juga meninggalkan hubungan dengan mereka yang bukan umat beriman. Setelah dia memeluk iman Katolik, dia mencoba untuk memenuhi kewajiban agamanya dan memberikan teladan yang baik sebagai kepala keluarga.

Ketika Pius Kim ditangkap ketika Penganiayaan Sinhae pada tahun 1791, dia mengakui imannya kepada Tuhan. Dia ditangkap empat sampai lima kali, namun dia selalu dibebaskan karena alasan yang tidak diketahui. Dia ditangkap ketika Penganiayaan Shinyu pada tahun 1801, dia diasingkan dan kemudian dibebaskan.

Pius Kim ditangkap kembali pada tahun 1805 dan dia dibawa ke Haemi. Pada saat itu dia berperilaku sebagai seorang Katolik yang sejati. Dia mengakui imannya kepada Tuhan tanpa ragu, bahkan di hadapan kepala petugas.

Karena penganiayaan tidak resmi, dia harus tinggal di dalam penjara untuk waktu yang lama tanpa dijatuhi hukuman mati. Di penjara, petugas dan penjaga penjara Haemi menghormati dia karena kepribadiannya yang luhur dan bermartabat dan juga perilakunya. Dia diperbolehkan untuk menjalankan kewajiban agamanya dengan bebas. Ketika dia dipenjarakan kembali, keluarganya harus meninggalkan kampung halamannya dan tinggal di tempat yang tidak mereka ketahui.

Dia menghabiskan sepuluh tahun di dalam penjara, selama itu dia bertahan dari penderitaan dan kesakitan di penjara dengan teladan kesabaran. Dia meninggal di dalam penjara pada tanggal 1 Desember 1814 (20 Oktober pada penanggalan Lunar). Pada saat itu dia berusia 75 tahun.

Walaupun kegigihan dan tekadnya yang heroik, kesulitan kehidupan penjara terlalu berat untuk orang seusia dia. Tidak diketahui tentang kematiannya apakah oleh penyakit, kelaparan atau penderitaan lainnya.[1]

Referensi

Kembali kehalaman sebelumnya