"Roh kekudusan" menunjuk kepada Roh Kudus, oknum ketiga dalam Trinitas ilahi. Kekudusan-Nya memisahkan Dia dengan jelas dari roh manusia, dosa, dan dunia serta mengungkapkan ciri khas dan karya-Nya (bandingkan Galatia 5:16–24).[7]
Ayat 16
Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.[8]
Frasa "mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil" menurut bahasa aslinya lebih tepat diartikan: "tidak malu terhadap Injil" (bahasa Yunani: οὐ ἐπαισχύνομαι τὸ εὐαγγέλιον, ou epaiskhunomai to euangelion), yaitu Injil Kristus. Memang Paulus sadar bahwa orang percaya selalu tetap digoda untuk malu terhadap Injil Kristus. Dari segi pandangan manusia, Injil Kristus tidak membanggakan. Rajanya dibunuh dengan sebuah salib, suatu kematian yang amat hina. Paulus memberitakan kasih Allah, suatu berita yang mudah dicemoohkan.[9]
Ayat 17
Sebab di dalamnya (Injil itu) nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman."[10]
"Orang yang benar akan hidup oleh iman" (Galatia 3:11)
"orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman" (Ibrani 10:38).
Ayat 27
Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.[12]
Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:[13]
Ayat 29
penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.[14]
Ayat 30
Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua,[15]
Ayat 31
tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.[16]
Ayat 32
Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.[17]
Kefasikan dan kelaliman manusia
Sumber: Roma 1:28–32
Orang-orang yang merasa tidak perlu untuk mengakui Allah, diserahkan Allah kepada pikiran-pikiran yang "terkutuk" (dalam bahasa Yunani: ἀδόκιμον, adokimon, artinya "jelek", "tidak memenuhi syarat", "tidak ada harganya", "tidak tahan uji", "sesat"). Pikiran tanpa pegangan semacam ini hanya dapat menghasilkan hal-hal yang "tidak pantas" (bahasa Yunani: mē καθήκοντα , me kathekonta) atau hal-hal yang tidak cocok. Daftar dalam ayat 29-31 menunjukkan bahwa pikiran semacam itu berlawanan dengan dirinya sendiri dan dengan sesama manusia. Anarki dan kekacauan muncul dari pikiran yang tidak mau mengenal Allah. Pengumpat adalah orang yang suka gosip atau mengumpat dengan diam-diam. Pemfitnah adalah orang yang senang menghancurkan atau mencemarkan nama baik orang lain. Orang yang suka melakukan hal itu menjadikan dirinya sendiri dibenci orang lain. Perhatikan perpaduan tidak menyenangkan yang dikemukakan dalam ayat 31: tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan. Ingatlah bahwa orang-orang yang dilukiskan di sini pernah memiliki kesempatan untuk mengenal tuntutan-tuntutan Allah. Selanjutnya, mereka mengetahui bahwa kematian merupakan hukuman atas perbuatan jahat. Sekalipun demikian mereka bukan hanya senang berbuat dosa, tetapi juga menyetujui orang lain yang berbuat dosa. Dosa mereka sudah mencapai taraf di mana mereka memperoleh kepuasan tersendiri di dalam perbuatan dosa orang lain.[18]
^Willi Marxsen. Introduction to the New Testament. Pengantar Perjanjian Baru: pendekatan kristis terhadap masalah-masalahnya. Jakarta:Gunung Mulia. 2008. ISBN 9789794159219.
^John Drane. Introducing the New Testament. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar historis-teologis. Jakarta:Gunung Mulia. 2005. ISBN 9794159050.