Liem Sioe Liong (Hanzi: 林紹良; Pinyin: lín shàoliáng; 19 Juli 1916 – 10 Juni 2012), dikenal dengan nama Indonesia Soedono Salim, adalah seorang pengusaha Indonesia. Dia merupakan pendiri perusahaan konglomerat Salim Group. Kepemilikan Salim Group meliputi Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, Bank Windu Kentjana, PT Hanurata, PT Waringin Kencana dan lain-lain. Selain itu bersama Djuhar Sutanto, Sudwikatmono dan Ibrahim Risjad (dikenal dengan The Gang of Four) mendirikan sebuah perusahaan tepung terigu terbesar di Indonesia yaitu, PT Bogasari Flour Mills.
Pada saat kerusuhan melanda Jakarta tahun 1998, rumahnya yang berada di Gunung Sahari, Jakarta Pusat, menjadi korban pengerusakan dan penjarahan. Setelah peristiwa tersebut, ia mulai mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada anaknya Anthony Salim, lalu pindah dan tinggal di Singapura [1] hingga tutup usia.[2][3]
Ia dikenal luas masyarakat dekat dengan mantan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto. Usahanya diteruskan anaknya yakni Anthony Salim dan menantunya Franciscus Welirang.
Masa kecil
Liem Sioe Liong (Soedono Salim) lahir dari keluarga petani di Fuqing, Fujian, Republik Tiongkok pada 19 Juli 1916.[4] Nama Soedono diberikan oleh Soeharto, sedangkan Salim adalah nama keluarga yang ia pilih.[5]
Ia merantau dari Tiongkok ke Hindia Belanda pada usia 20-an[5] menggunakan kapal Belanda.[4] Ia menyusul kakaknya, Liem Sioe Hie (Soehanda Salim) yang telah lebih dahulu merantau ke Hindia Belanda.[4] Setibanya di Kudus, ia bekerja sebagai karyawan pabrik kerupuk. Tak lama, ia beralih menjadi pebisnis cengkeh dan berhasil menjadi bandar cengkeh terbesar di Kudus pada usia 25 tahun.[4]
Pada tahun 1945, Liem menjadi penyedia logistik, senjata dan obat-obatan bagi tentara Indonesia menghadapi Belanda. Ia mengenal Sulardi, kakak Sudwikatmono dan sepupu Soeharto, yang saat itu menjadi perwira logistik. Setelah perang usai, Liem pindah bisnis ke Jakarta.[5] Bersama Mochtar Riady, Liem mendirikan usaha pemberian kredit bernama Central Bank Asia, yang kemudian berubah nama menjadi Bank Central Asia (BCA) pada tahun 1960.[4]
Sulardi merupakan orang yang mengenalkan Liem pada Soeharto. Pada awal kepemimpinan Soeharto, Liem adalah orang yang dipercaya Bulog untuk mengimpor 35.000 ton beras pada tahun 1967.[5] Pada tahun 1968, bersama dengan Sudwikatmono, Ibrahim Risjad dan Djuhar Sutanto, ia mendirikan PT Bogasari melalui CV Waringin Kentjana. Mereka berempat juga mendirikan Indocement Tunggal Prakarsa pada tahun 1975.[4] Selain bisnis tepung dan semen, ia juga melebarkan sayap bisnis dengan menggunakan nama Indo pada produk-produknya, seperti Indomilk (susu), Indofood Sukses Makmur (mie instan), Indomobil (kendaraan), dan Indomaret (swalayan).[4] Selain itu, ia juga masuk ke bisnis properti melalui PT Metropolitan Development.
Bisnis Liem mengalami kejatuhan ketika Orde Baru tumbang pada tahun 1998. Selain terpaksa berhutang 52,7 triliun rupiah, rumahnya yang berada di Jalan Gunung Sahari, dibakar massa.[4] Setelah Orde Baru berakhir, Liem pindah ke Singapura dan usahanya diteruskan oleh anak-anaknya hingga ia meninggal pada 10 Juni 2012 pada usia 95 tahun.[5]
Referensi
Pranala luar