Tes HIV yang paling lazim adalah tes darah yang hanya memakan waktu sekitar 10-30 menit untuk bisa tahu hasilnya. Darah yang dibutuhkan dalam tes ini tidak lebih dari 1 cc, untuk selanjutnya diteteskan bersama reagen tertentu (cairan untuk mengetahui reaksi kimia).
Apabila hasilnya reaktif/positif, maka disarankan untuk langsung mengonsumsi ARV. Sementara, bila hasilnya non-reaktif/negatif, tetap dianjurkan untuk memeriksakan diri lagi 3-6 bulan kemudian. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi adanya kemungkinan bahwa virus belum terdeteksi pada tes yang pertama, atau yang biasa disebut periode jendela.
Tes HIV pada awalnya hanya bisa dilakukan di laboratorium. Namun, sekarang sudah cukup banyak peralatan tes yang ringkas dan cepat yang bisa dibeli sendiri sehingga tes HIV bisa dilakukan di luar laboratorium. Bahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mempromosikan metode tes HIV secara mandiri di rumah ini.
Mengenal Jenis-jenis Tes HIV
Terdapat tiga jenis tes HIV, yaitu tes serologi, tes virologi dengan PCR, dan tes HIV antibodi-antigen. Untuk tes serologi dan tes virologi dengan PCR masih ada jenisnya lagi. Untuk detail lebih lengkapnya, dijelaskan di bawah ini.
1. Tes Serologi
Tes serologi terdiri atas tes cepat, tes ELISA, dan tes Western blot;
Tes Rapid Antibodi dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih sedikit dan waktu tunggu kurang dari 20 menit. Tes ini sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV-1/2.
Tes ELISA berfungsi mendeteksi antibodi untuk HIV-1/2 yang dilakukan dengan ELISA (enzyme-linked immunisorbent assay). Sampel darah dimasukkan ke cawan petri yang berisi antigen HIV. Jika darah mengandung antibodi terhadap HIV, darah akan mengikat antigen. Lalu, enzim akan ditambahkan ke cawan petri untuk mempercepat reaksi kimia. Jika isi cawan berubah warna, kemungkinan besar orang yang menjalani tes terinfeksi HIV. Untuk memastikannya, dokter akan menyarankan tes lanjutan dengan tes Western blot.
Tes Western blot adalah tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang sulit. Jika hasilnya positif, akan muncul serangkaian pita yang menandakan adanya pengikatan spesifik antibodi terhadap protein virus HIV. Ini hanya dilakukan untuk menindaklanjuti skrining ELISA yang positif.
2. Tes HIV Antibodi-Antigen
Tes HIV satu ini mendeteksi antibodi terhadap HIV-1, HIV-2, dan protein p24. Protein p24 adalah bagian dari inti virus (antigen dari virus). Meski antibodi baru terbentuk berminggu-minggu setelahnya terjadinya infeksi, tetapi virus dan protein p24 sudah ada dalam darah. Sehingga, tes tersebut dapat mendeteksi infeksi secara dini.
3.Tes Virologi dengan PCR
Jenis tes ini biasanya dilakukan terhadap bayi yang baru dilahirkan oleh ibu yang positif mengidap HIV. Tes virologis dengan PCR memang dianjurkan untuk mendiagnosis anak yang berumur kurang dari 18 bulan.
Ada dua jenis tes virologi, yakni HIV DNA kualitatif (EID) dan HIV RNA kuantitatif;
Tes HIV DNA kualitatif berfungsi mendeteksi virus dan tidak bergantung pada keberadaan antibodi (kerap digunakan pada bayi).
Tes RNA kuantitatif mengambil sampel dari plasma darah. Tak cuma bayi, tes tersebut juga dapat digunakan untuk memantau terapi antiretroviral (ART) pada orang dewasa.
Bagaimana Jika Hasilnya Positif?
Hasil positif atau reaktif berarti seseorang mempunyai antibodi terhadap HIV, dan itu berarti dia telah terinfeksi HIV. Jika hasil reaktif didapatkan ketika melakukan tes mandiri, maka segeralah melakukan tes konfirmasi di puskesmas, rumah sakit atau layanan klinik terdekat.
Itulah jenis-jenis tes HIV yang ada saat ini. Jika memiliki faktor risiko HIV dan apalagi sudah tampak gejala awal yang khas, maka tes HIV sangat dianjurkan. Jika terdeteksi pada fase awal, perkembangan infeksi dan penularannya bisa ditekan seminimal mungkin.