Tim Olimpiade Fisika Indonesia atau yang sering disebut TOFI adalah sebuah organisasi yang melatih tim-tim yang terdiri dari siswa-siswi terbaik sekolah menengah atas di Indonesia untuk dipersiapkan mewakili Indonesia bertanding dalam "International Physics Olympiad" (IPhO) dan "Asian Physics Olympiad" (APhO).
Sejarah
Cikal bakal TOFI didirikan oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D. dan Agus Ananda, pada tahun 1992 yang pada saat itu masih tercatat sebagai mahasiswa doctoral di College of William and Mary. Tahun 1993, College of William and Mary terpilih sebagai tempat terselenggaranya Olimpiade Fisika Internasional ke-24 mengalahkan MIT yang saat itu juga bersedia menjadi tuan rumah. Yohanes Surya dan Agus Ananda tertarik untuk membawa siswa-siswi Indonesia ikut bertanding dalam Olimpiade Fisika ini. Selanjutnya mereka menghubungi almamaternya Universitas Indonesia, untuk memilih lima siswa terbaik. Kendala awal adalah: izin untuk ikut olimpiade dan dana. Dana diperlukan untuk pelatihan dan biaya keberangkatan para peserta Indonesia ke Amerika Serikat.
Dalam Olimpiade Fisika Internasional (International Physics Olympiad atau IPhO), suatu negara dapat berpartisipasi jika negara itu pernah menjadi observer (pengamat) minimal 2 kali atau negara yang menjadi tuan rumah bersedia mengundangnya secara khusus. Untuk mendapatkan izin ini, mereka menghadap Prof. Hans Von Baeyer yang merupakan panitia pelaksana Olimpiade Fisika Internasional ke-24. Namun, Prof. Von Baeyer yang juga merupakan professor di College of William and Mary, tidak bisa memberikan keputusan. Keputusan bisa atau tidaknya Indonesia ikut, tergantung pada Prof. Arthur Eisenkraft yang merupakan direktur eksekutif IPhO ke-24, yang berkedudukan di New York. Hingga bulan Mei 1993, dua bulan menjelang olimpiade, keputusan izin mengikuti IPhO masih belum ada.
Untuk mencari dana, mereka menceritakan rencana mereka di internet. Hasilnya, melalui teman-teman di mailing list di berbagai negara yang sedang kuliah di Amerika, Jepang, Australia, dan Eropa tergerak untuk membantu. Roy Sembel, seorang profesor keuangan yang waktu itu masih berstatus mahasiswa, menyingsingkan lengan bajunya membantu menggalang dana lewat internet dan ketika terkumpul jumlahnya ternyata cukup untuk pembinaan selama 2 bulan. Sedangkan untuk tiket keberangkatan para siswa ini, penerbit Intan Pariwara yang menerbitkan buku-buku Fisika bersedia membantu memberikan 3 tiket, dan sisa dua tiket lagi terkumpul dari orang tua murid.
Pelatihan dilakukan setiap hari Senin—Sabtu, mulai dari jam 07.00 pagi hingga jam 23.00. Kemudian para siswa ini melanjutkan belajar mandiri hingga pukul 01.00 dinihari; Mereka mengerjakan soal-soal fisika mulai dari yang mudah hingga yang paling sulit. Dari soal fisika level SMA hingga soal fisika level perguruan tinggi. Hasilnya, Oki Gunawan berhasil meraih medali perunggu pertama Indonesia di IPhO dan Jemmy Widjaja mendapatkan hadiah harapan (honorable mention). Indonesia menempati posisi 16 dari 42 negara peserta.
Secara hukum, Yayasan TOFI dibentuk pada tanggal 2 Juni1995 oleh 4 orang pemuda: Yohanes Surya, Agus Ananda, Roy Sembel dan Joko Saputro. Joko Saputro kini menjabat sebagai koordinator Tim Olimpiade Komputer Indonesia. Pada 2000 hingga 2010, proses seleksi dilakukan bersama antara Yayasan TOFI dan pemerintah dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah melakukan seleksi melalui ajang Olimpiade Sains Nasional. Namun, sejak 2011 kerja sama itu sudah tidak berjalan lagi. TOFI asuhan Yohanes Surya berubah menjadi Center of Science and Mathematics Olympiad (CoSMOs). Tim ini diketuai oleh Hendra Kwee, alumni TOFI 1997. Pada akhir 2016, pembinaan TOFI dilakukan oleh Yayasan Simetri.
Hingga tahun 2013, Indonesia melalui TOFI sudah mempersembahkan sekitar 103 medali.[1]