Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

40 Years of Silence: Sebuah Tragedi Indonesia

"40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy" adalah sebuah film dokumenter yang dibuat oleh antropolog Robert Lemelson tentang efek pribadi terhadap pembantaian di Indonesia 1965โ€“1966. Film ini diambil di pulau Bali dan Jawa pada periode 2002-2006. Latar belakang musik tersebut merupakan kolaborasi antara komposer Inggris Malcolm Cross dan musisi Bali Nyoman Wenten, dan menggabungkan tonalities Barat dan struktur chordal dengan skalar Bali dan Jawa deret dan melodi. Film ini dirilis di Amerika Serikat pada tahun 2009, dan telah diputar terbatas di seluruh Indonesia.

Tinjauan luas

Sekitar 500.000 orang diperkirakan tewas dalam pembersihan tersangka dan yang dituduh komunis di seluruh Indonesia, menjadi salah satu pembunuhan massal terbesar dari abad ke-20. Jenderal Suharto, datang untuk mengontrol kekuasaan militer Indonesia setelah gagal kudeta pada 30 September 1965. 40 Tahun Silence: Sebuah Tragedi Indonesia mengikuti kesaksian dari empat orang dan keluarga mereka dari Jawa Tengah dan Bali, dua daerah yang sangat dipengaruhi oleh pembersihan. Setiap keluarga membahas bagaimana rasanya bagi mereka yang selamat dari pembunuhan. Film ini menggunakan tiga sejarawan (Romo Baskara Wardaya, Geoffrey Robinson, John Roosa) dan antropolog Robert Lemelson sebagai perawi, memberikan latar belakang sejarah bagi cerita keluarga. Penjelasan sejarah ini diselingi dengan narasi masing-masing karakter dari pengalaman mereka dari pembunuhan dan sesudahnya mereka. Sebagai cerita terungkap, film ini menceritakan peristiwa politik, ekonomi dan budaya yang signifikan yang mendasari pembantaian. Film ini menggambarkan aspek bagaimana pembunuhan di luar jangkauan hukum yang berlaku, serta seperti apa kehidupan di bawah otokratik "Orde Baru" rezim Soeharto seperti yang selamat, banyak dari mereka yang keluarganya dicap sebagai anggota partai komunis PKI. Film ini diakhiri dengan demonstrasi awal dari sebuah periode lebih terbuka dalam sejarah Indonesia setelah jatuhnya rezim Suharto dan pembentukan masa demokratisasi dan reformasi.

Reviews

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya