Abuya Kiai Haji Ardani bin Idan (bahasa Arab: أرداني; lahir 1889 M – wafat 1957 M) adalah seorang ulama dan pejuang kemerdekaan di wilayah Banten.[1] Abuya Ardani merupakan pendiri Pondok Pesantren Al-Falahiyah pada tahun 1913 M.[2]
Kehidupan awal
Abuya Ardani merupakan anak tunggal dari pasangan KH. Idan (ayah) dan Nyi Tiyeum (ibu). Ayahnya berasal dari Mengger, Cikoromoy. Sedangkan ibunya berasal dari Trumbu, Banten.[3]
Sejak kecil, Abuya Ardani sudah menjadi yatim piatu, karena kedua orang tuanya wafat. Kemudian Abuya Ardani di asuh oleh Ki Daim.[4]
Masa pendidikan
Abuya Ardani pada usianya masih 7 tahun, memulai pendidikannya dengan belajar agama ilmu nahwu kepada Ki Ardani (Tegal Kunir). Beliau mengenyam pendidikan bersama Ki Ardani (Tegal Kunir) hanya membutuhkan waktu 5 tahun. Akhirnya, Abuya Ardani pun kembali pulang kepada Ki Daim.[5]
Kemudian, Ki Daim menyerahkan Abuya Ardani kepada Kiai Salmin. Dengan kiai salmin, Abuya Ardani belajar mengenai Ilmu Fiqih. Tidak lama belajar dengannya, Kiai Salmin menyuruh Abuya Ardani untuk belajar dengan seorang ulama yang berasal dari Rumpaksina, yaitu Ki Musa.[6]
Atas Perintah dari Kiai Salmin, Abuya Ardani pun pergi ke daerah Rumpaksina untuk menemui Ki Musa. Ki Musa pun menerima kedatangan dari Abuya Ardani dengan sangat baik dan memberikan kasih sayang yang berlimpah kepada Abuya Ardani.
Kehidupan pribadi
Abuya Ardani pada usia yang masih 15 tahun, Beliau melepas masa lajangnya dengan menikahi Zainab. Buah hati dari pernikahannya, Beliau dikaruniai 7 orang anak, yang terdiri dari enam anak laki-laki 1 anak perempuan.
Menginjak ke usia 40 tahun, Abuya Ardani menikah kembali dengan Hj. Umamah yang berasal dari Kampung Panggang, Desa Selapajang, Cisoka, Tangerang. Pada pernikahannya yang kedua ini, Abuya Ardani dikaruniai tujuh orang anak.[7]
Guru-gurunya
Abuya Ardani merupakan seorang laki-laki yang haus akan ilmu, maka tidak heran bahwa beliau memiliki banyak guru yang telah beliau temui diantaranya yaitu, Ki Ardani (Tegal Kunir), Kiai Salmin (Kampung Gunung), Ki Musa (Rumpaksina), Ahmad Syathibi al-Qonturi, Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri, Ki Nawawi (Mandaya) dan Abuya Shiddiq.
Peranan di Nahdlatul Ulama
Pengalaman Abuya Ardani mewakili ulama se-Banten untuk menghadiri muktamar Nahdlatul Ulama di Solo pada tahun 1935 dan beliau memenangkan argumen dengan ulama-ulama lainnya. Diantara hasil keputusan muktamar ini adalah pernyataan menyokong berdirinya "Madrasah Mamba'ul Ulum" yang didirikan oleh Keraton Surakarta Hadiningrat sebagai salah satu usaha untuk mencetak kader ulama.
Referensi
Catatan Kaki