Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Bimbo

Bimbo
AsalBandung, Jawa Barat, Indonesia
GenreFolk, Pop, Pop Rohani, Melayu, Dangdut, Pop Sunda, Keroncong
Tahun aktif1966–sekarang
Label'''Polydor''' / Fontana Singapura, Remaco, Purnama Record, Flower Sounds, Libel Record (segera), Irama Baru (segera), Jansen Record (segera), Surmas Record (segera), Alfa Records, Tanama Record, Kapata Production, Halo Entertainment Indonesia dll
AnggotaSam Bimbo, Acil Bimbo, Jaka Bimbo, Iin Parlina
Bimbo

Bimbo adalah sebuah grup musik asal Bandung Indonesia yang didirikan sekitar tahun 1966. Personel Bimbo terdiri atas tiga bersaudara kakak beradik Sam Bimbo (Lahir 6 Mei 1942), Acil Bimbo (Lahir 20 Agustus 1943), dan Jaka Bimbo (Lahir 1 Mei 1946), tiga bersaudara ini yang dipengaruhi oleh Bee Gees. Bahkan, mereka sampai merasa perlu muka tanpa hidung dan bibir seperti yang menyerupai oleh Barry Gibb, Robin Gibb dan Maurice Gibb. Dan dalam perkembangannya kemudian ditambah oleh adik perempuan mereka Iin Parlina (Lahir 1 November 1952). Mereka bersenandung tentang cinta. Bercanda dalam lagu, mulai soal kumis, tangan, mata, sampai calon mertua atau membuat satire sosial. Tetapi, Bimbo juga bicara tentang Tuhan lewat lagu Tuhan.

Masa Kecil

Dilahirkan di kota Kembang Bandung, anak-anak dari pasangan Raden Dajat Hardjakusumah (1916-1968) dan Oeken Kenran (1921-1999). Sjam si anak sulung dari kecil suka menyanyi. Hal itu diikuti oleh adik-adiknya yang juga suka ikut menyanyi. Di pertengahan 1950-an Sjam (kemudian diubah ejaannya menjadi Syam atau Sam) dan Atjil (kemudian diubah ejaannya menjadi Acil) dulu adalah pengagum Sam Saimun, seorang penyanyi Indonesia terkenal masa itu. Menjelang akhir 1950-an lagu-lagu Elvis Presley mulai masuk ke Indonesia. Mereka yang masih remaja kala itu pun ikut terkontaminasi. Dari sebelumnya bergaya seriosa ala Pavarotti, mereka terkena pengaruh musik rock ala Elvis.

Karier

The Alulas

Sjam dan adiknya Atjil ketika masih duduk di bangku SMA membentuk band The Alulas di Bandung pada tahun 1958, dengan dibantu oleh teman mereka, Jessy Wenas group ini berhasil menjadi pemenang festival band yang diadakan di Hotel Homann Bandung.

Aneka Nada

Setelah lulus SMA, pertengahan tahun 1950-an sampai 1960-an mereka mulai membangun karier bermusik secara serius. Pada tahun 1961 band mereka berubah nama menjadi Band Aneka Nada. Sjam dan Atjil menjadi vocalistnya. Putera presiden RI pertama Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra pun bergabung, karena mereka kebetulan sama-sama kuliah di ITB. Aneka Nada anggotanya kala itu terdiri dari Sjam (vokal), Atjil (vokal dan gitar), Guntur (gitar), Iwan (bass), Jessy Wenas (gitar dan penyanyi), Indradi (drummer), dan Memet Slamet (vokal). Aneka Nada banyak memainkan musik berirama Amerika Latin yang berirama Cha-Cha seperti lagu Trio Los Ponchos. Sedikit-sedikit ada juga lagu Barat yang berirama rock, tetapi tidak banyak karena ada larangan musik ngak ngik ngok pada masa itu. Band ini berhasil membuat rekaman pertama berjudul Kampungku yang direkam oleh Lokananta di Solo.[1] Lagu itu kemudian diputar di RRI Bandung dan kota lainnya yang membuat mereka cukup dikenal. Mereka pun sempat melakukan tur ke berbagai kota di Indonesia. Sempat pula terjadi perubahan formasi personel pada band ini dengan keluarnya Iwan pada bass digantikan oleh Atjil.

Mengasuh Band Aneka Nada Yunior dan Trio Yanti Bersaudara

Di saat yang sama, Sam juga mengasuh Band Aneka Nada Yunior yang antara lain didukung adik laki-lakinya Djaka pemain gitar utama dan Iwan Abdurachman pemain bass, teman sebangku Jaka di SMP. Selain itu, Sam juga melatih adik-adik perempuannya, yaitu Yani, Tina dan Iin, untuk bernyanyi dalam trio Yanti Bersaudara. Trio ini sempat populer pada paruh kedua era 1960-an dengan lagu seperti Abunawas.[2]

Aneka Nada Bubar

Ketika Yanti Bersaudara berjaya, band Aneka Nada malah bubar pada tahun 1965. Perbedaan visi di antara mereka membuat band ini tidak bisa dipertahankan. Sjam dan Atjil sempat vakum untuk beberapa saat. Sementera Yessy Wenas, Guntur Soekarno, Dodo, dan Memet Slamet membentuk sebuah band baru bernama Kwartet Bintang. Band ini sempat terkenal dengan lagu-lagu band ini seperti Puteri Malu, Si Gareng, Taman Rindu, dll cukup dikenal masyarakat saat itu.[3]

Hadiah Gitar dari Trio Yanti Bersaudara

Di tengah kesuksesannya, Iin, Yani, dan Tina menggagas untuk memberi hadiah gitar kepada ketiga kakak laki-lakinya. Mereka memesan tiga gitar pada pembuat gitar terkenal di Bandung, yaitu Oen Peng Hok, di bilangan Jalan Kopo. Gitar Peng Hok itu dimaksudkan mereka sebagai pemacu semangat untuk ketiga abangnya. Sejak itu tiga bersaudara itu semakin giat berlatih. Mereka mulai berlatih memainkan lagu-lagu Latin. Akhirnya Sjam dan adiknya Atjil membentuk sebuah band sendiri dengan mengajak adik laki-laki mereka Djaka (ejaan lama kemudian diubah menjadi Jaka).

Membentuk Bimbo

Trio Los Bimbos

Band Bimbo didirikan di kota Bandung oleh 3 bersaudara yaitu: Muhammad Syamsudin Dajat Hardjakusumah (Sam), Darmawan Dajat Hardjakusumah (Acil) dan Jaka Purnama Dajat Hardjakusumah (Jaka) pada tahun 1966. Saat terbentuknya band ini, Sam banyak mendapat saran dari seorang temannnya FR. Pattirane, yang membukakan cakrawala mereka dalam bermusik, khususnya dalam hal harmoni.[4] Nama Bimbo sendiri diberikan oleh Hamid Gruno, Sutradara TVRI. Bermula pada tahun 1966, ketika muncul di TVRI, band ini belum ada nama. Oleh Hamid Gruno disuruh memakai saja nama Bimbo, Artinya: Bagus laah! Sebab itu mereka pun pun kemudian selalu mengidentikkan diri dengan "Bagus". Sejak itu mereka menggunakan nama Trio Los Bimbos yang masih berbau Latin.

Trio Bimbo

Belakangan mereka mengubah nama Trio Los Bimbos ini menjadi Trio Bimbo agar lebih berkesan lokal. Pada awalnya Trio Bimbo banyak dipengaruhi Musik Latin. Menurut mereka lagu-lagu Latin itu dekat dengan tembang Sunda. Lagu Latin banyak pakai Perkusi dan tembang Sunda banyak pakai Gendang. Kedekatannya juga pada nada minor yang dominan[2]

Pada tahun 1969 Trio Bimbo pernah mencoba menawarkan konsep musiknya untuk direkam di perusahaan rekaman Remaco. Namun demo mereka ditolak mentah mentah oleh Remaco. Alasannya musik yang diusung Trio Bimbo yaitu pop dibasuh nuansa Latin Flamenco, agak kurang lazim di Indonesia. Meski mengecewakan namun hal itu tidak mengendorkan semangat mereka untuk terus bermain musik sembari melanjutkan pendidikan mereka yang masih berjalan.

Trio Bimbo Kontrak di Singapura

Trio Bimbo pernah dikontrak selama tiga bulan untuk bernyanyi di Ming Court Hotel di bilangan Orchard, Singapura. Di sana mereka bermain hampir tiap malam menghibur tamu-tamu hotel yang berasal dari berbagai negara maupun warga Singapura sendiri. Mendekati kontrak mereka hampir selesai, Bimbo pun waktu itu sebenarnya hampir bubar. Acil dan Jaka harus pulang menyelesaikan kuliah mereka. Sam yang memang sudah lulus dari Jurusan Seni Rupa ITB pun tak ingin sendiri berlama-lama di negeri orang. Lalu mereka pun mencoba membuat sebuah album buat kenang-kenangan. Sebelum pulang ke Indonesia, Bimbo sempat merekam album di perusahaan rekaman Polydor dengan label Fontana, Singapura, 1970.

Trio Bimbo Rekaman Album I

Rekaman di Kinetex Studio itu melibatkan seniman jazz Maryono pada flute dan saksofon, serta Mulyono pada piano. Kebetulan keduanya juga dikontrak main di Singapura. Album itu memuat 12 lagu antara lain Melati dari Jayagiri dan Flamboyan gubahan Iwan Abdulrachman. Tak disangka, setelah dirilis ke pasaran album tersebut ternyata meledak. Sebuah ironi bagi grup yang pada tahun 1969 ditolak mentah mentah oleh Remaco di Indonesia, justru mendapat pengakuan di negeri jiran. Pada back cover album ini terdapat sebuah liner notes yang antara lain berbunyi: ”Menyanyi adalah media seni yang paling cepat menyentuh perasaan seseorang. Tanpa melalui kata-kata, seseorang bisa dibawa hanyut.” Dan pada kenyataannya, pendengar memang terhanyut menyimak olah vokal yang menjuntai dari Trio Bimbo ini. Kehadiran Trio Bimbo saat itu memang membuat pendengarnya seolah deja vu dengan aura ala Trio Los Panchos maupun Brother Fours. Bahkan timbre vokal Acil yang rendah, seolah kembaran dari Andy Williams yang bernuansa male golden voice.

Pada sisi A album ini, Trio Bimbo menyanyikan lagu-lagu Indonesia yang tengah ngetop saat itu seperti ”Manis Dan Sajang” karya almarhum Tonny Koeswoyo yang merupakan hits Koes Plus tahun 1969 dari album “Dheg Dheg Plas”, serta dua lagu sahabat Djaka, Iwan AbdulrachmanMelati Dari Jayagiri” dan ”Flamboyan“. Kelak dua lagu ini menjadi semacam trademark Bimbo dalam lagu-lagu bersemburat romansa. Dua lagu ini bisa dibilang prototipe dari lagu ballada Bimbo. Jika diamati torehan liriknya, memang sarat personifikasi, terasa begitu personal dan Puitik.

Pada sisi B album tersebut, Trio Bimbo menyanyikan sederet hits mancanegara seperti ”El Condor Pasa” dan ”Cecilia” (Simon & Garfunkel), ”Light My Fire” (The Doors), ”Once There Was A Love” (Jose Feliciano), ”Wichita Lineman” (Glenn Campbell), serta lagu ”I Have Dreamed” dari karya musik BroadwayThe King And I” karya Richard Rodgers dan Oscar Hammerstein II.[5]

Album pertama Trio Bimbo berbentuk kaset dan Piringan hitam hanya dicetak terbatas. Meski begitu merupakan pintu masuk Trio Bimbo ke belantika musik Indonesia.

Trio Bimbo Meraih Kesuksesan

Kesuksesan rilis album I itu menjadikan mereka mulai dikenal oleh pecinta musik nasional. Mereka pun kemudian bersemangat untuk meluncurkan album-album berikutnya. Perusahaan Remaco pun mengubah keputusannya. Mereka manarik Bimbo untuk bekerja sama dalam merekam dan memasarkan album-album Bimbo berikutnya. Di era tahun '70-an, Bimbo memang identik dengan lagu-lagu balada yang cenderung berpola minor dengan lirik-lirik puitis. Hal ini menjadikan mereka unik dan disukai para penggemarnya. Prinsip mereka adalah pemusik ingin berkarya dengan bagus dan ingin diterima masyarakat. Hingga meluncurlah berbagai album secara susul menyusul ke pasaran memenuhi keinginan para pecintanya yang seolah menantikan terbitnya album baru Bimbo. Hubungan kerja Bimbo dengan Remaco berakhir tahun 1978. Tak lama sebelum kemudian Remaco tutup. Setelah itu, mereka berpindah ke studio-studio rekaman lain yang telah menanti untuk bekerja sama dengan mereka.

Bimbo

Trio Bimbo Diperkuat Iin Parlina

Di pertengahan '70-an, Bimbo mulai diperkuat oleh Iin Parlina adik perempuan ke-7 (bungsu) mereka. Iin sebelumnya tergabung dalam kelompok Yanti Bersaudara bersama kedua kakak perempuannya Yani (anak ke-5) dan Tina (anak ke-6). Setelah Yani dan Tina menikah, Yanti Bersaudara pun bubar. Iin yang masih memiliki minat untuk benyanyi diajak bergabung dalam grup Bimbo bersama ketiga abangnya sejak 1971 hingga sekarang. Setelah menambah personelnya dengan Iin Parlina, Trio Bimbo berubah nama menjadi Bimbo. Nama Bimbo pun kerap ditulis menjadi Bimbo & Iin. Setelah bergabungnya Iin, Bimbo mulai menjamah lagu-lagu dengan tema-tema keseharian seperti Abang Becak hingga lagu-lagu yang titelnya menggunakan serial anggota tubuh seperti Kumis, Tangan, hingga Mata yang cenderung bernada humor. Memang kehadiran Iin tidak selalu terdapat dalam semua album, karena itulah oleh banyak kalangan ia kerap dianggap sebagai additional member saja dari kelompok Bimbo.

Bimbo Dengan Album Kritik Sosial dan Album Religius

Memasuki era '80-an, Bimbo mulai bermain dengan lagu-lagu dengan tema-tema kritik sosial seperti Antara Kabul dan Beirut atau Surat untuk Reagan dan Brezhnev. Namun, di sisi lain ciri khas sebagai kelompok religius pun melekat erat.[6] Dari situ melekat pula lagu-lagu religiusnya yang mudah diterima oleh pasar. Berawal dengan lagu Tuhan karya Sam Bimbo dan berlanjut dengan album Qasidah di sekitar tahun 1974, Sajadah (1977), dan lain-lain. Lagu-lagu tersebut menjadi lagu yang melegenda dan kerap dinyanyikan dalam moment-moment Hari Raya Islam oleh Bimbo maupun oleh penyanyi lain di televisi, radio, dsb. Bahkan lagu-lagu mereka sudah banyak yang dirilis ulang oleh para penyanyi lain pada era '90-an - 2000-an, misalnya kelompok Gigi (grup musik), dsb.

Bimbo Berkolaborasi Dengan Sastrawan

Dalam perjalanan kreatif, Bimbo didukung sejumlah seniman, seperti Iwan Abdulrachman yang banyak menulis lagu, seperti Melati dari Jayagiri sampai Flamboyan. Dalam perjalanan musiknya, Bimbo juga banyak menjalin kolaborasi dengan sederet sastrawan seperti Wing Kardjo dan Taufiq Ismail. Bimbo awalnya diperkenalkan oleh sastrawan Ramadhan KH kepada penyair Taufiq Ismail. Proses mengalir begitu saja, penyair Taufiq Ismail bersedia puisinya dilagukan Bimbo, seperti Dengan Puisi, Rindu Rasul, sampai Sajadah Panjang. Mereka memberi warna tersendiri pada khazanah musik pop negeri ini lewat lagu berlirik puitis dan bernuansa religius. Sebenarnya dalam membuat lagu-lagu religi/Islami tanpa kerja sama dengan sastrawan/ulama pun Bimbo bisa. Tetapi karena lagu-lagu ini perlu kesungguhan yang lebih, maka yang dikejar adalah hasil yang lebih berbobot. Itulah sebabnya kerja sama ini dilakukan. Pada tahun 2007, Bimbo merilis sebuah album baru yang antara lain menampilkan karya terbaru Taufiq Ismail yang berpola kritik sosial yaitu Jual Beli dan Hitam Putih.

Melagukan Lingkungan Hidup

Secara sadar Bimbo telah lama berkomitmen dengan masalah lingkungannya. Pada saat-saat awal perjalanan Pak Emil Salim (Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, saat itu) mereka telah membuat album khusus tentang masalah lingkungan, antara lain tentang Sungai Ciliwung, Harimau Jawa, Cendrawasih, tentang Kependudukan, dan sebagainya. Kekecewaan Bimbo sampai hari ini adalah pada kondisi lingkungan hidup di Indonesia semakin rusak, telah mereka tuangkan dalam lagu mereka di masa itu.

Lagu Bimbo Dicekal Pemerintah Orde Baru

Tidak melulu cinta kasih atau dakwah, sebagian lagu-lagu mereka juga tajam mengkritik kondisi sosial politik negeri ini, seperti "Tante Sun" ciptaan Jaka yang bikin gemas penguasa Orde Baru saat itu karena dianggap menyindir para istri pejabat.[4] lagu "Tante Sun" adalah awal kritik terhadap rezim Orde Baru sehingga sambutan dari masyarakat begitu baik. Lagu itu menjadi lagu Marching Band ITB dalam event nasional di Jakarta. Lagu itu kemudian dicekal rezim Orba.

Bimbo Menjadi salah satu Legenda Musik Indonesia

Bimbo adalah jalan panjang yang melegenda. Selama lebih dari 40 tahun berkarya mereka melahirkan sekitar 800 lagu dalam 200 album. Bimbo juga pernah merilis album Pop, Keroncong, Dangdut, Klasik Melayu, Pop Sunda, dan tentu saja lagu-lagu rohani yang selalu saja hadir seperti saat kembalinya Ramadhan setiap tahun.

Konser 40 Tahun Bimbo

Bimbo telah sukses mengadakan sebuah konser 40 tahun, yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 22 Agustus 2007. Saat itu pula mereka merilis album pop serta menerbitkan buku 40 tahun Bimbo.[2]

Profil Trio Bimbo & Iin

Sam Bimbo

Raden Muhammad Samsudin Dajat Hardjakusumah (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 6 Mei 1942) atau lebih dikenal dengan Sam Bimbo. Sam adalah anak pertama dari 7 bersaudara sekaligus menjadi pendiri dan pimpinan grup ini. Alumni ITB Seni Rupa ITB lulusan tahun 1968. Beberapa lagu ciptaannya yang terkenal seperti Tuhan (Sam Bimbo), Rindu Rasul (Sam Bimbo, Taufik Ismail) menjadi lagu yang melegenda.

Selain sebagai musisi ia juga kerap berkarya dalam disiplin ilmunya. Dalam bidang seni lukis pernah mengadakan pameran tunggal di Indonesia tahun 1970, 1992, dan 2007. Sam beristrikan Rubaah Samsudin dan dianugrahi 4 orang anak serta 5 cucu. Anaknya yang bungsu bernama Asri Dewi Lestari atau Achi SHE adalah salah satu personel grup musik wanita asal Bandung, SHE Band. Sebelumnya, pada tahun 1996, Asri pernah pula membawakan ulang lagu milik Bimbo yang berjudul Abunawas.

Acil Bimbo

Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah, SH (Acil) merupakan anak ke-2 dari 7 bersaudara sekaligus menjadi pendiri yang lahir di Bandung, Jawa Barat, 20 Agustus 1943. Ia menikah dengan Ernawati dan dianugerahi 4 orang anak dan 3 cucu. Ia menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung 1974 dan Notariat Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1994. Selain sebagai musisi ia juga Ketua sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Bandung Spirit, yang berdiri tahun 2000, serta Pembina & Penasihat di beberapa organisasi sosial kemasyarakatan dan kebudayaan. Aktif mengadakan berbagai kegiatan dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kebudayaan di dalam dan luar negeri.[7]

Jaka Bimbo

Raden Jaka Purnama Dajat Hardjakusumah, SE. atau Jaka Bimbo (lahir di Bandung, Jawa Barat, 1 Mei 1946) adalah salah satu personel dari grup musik Bimbo yang paling pendiam. Menyelesaikan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1972. Jaka adalah anak ke-4 dari 7 bersaudara dan beristrikan Novani Paramitha dan dianugrahi 3 orang anak. Beberapa lagu Bimbo yang diciptakan Jaka, antara lain Tante Sun, Surat Untuk Reagan dan Brezhnev, Antara Kabul dan Beirut, Citra, Sajadah Panjang, dll.

Iin Parlina

Raden Iin Parlina Hardjakusumah (lahir di Bandung, Jawa Barat, 1 November 1952) adalah salah satu-satunya personel wanita dari grup musik asal Indonesia, Bimbo. Ibu dari 4 orang anak ini adalah istri dari Ir. Syahril Anwar. Iin Parlina adalah anak bungsu (anak ke-7 dari 7 bersaudara) keluarga Hardjakusumah.

Regenerasi Bimbo

Keturunan personel Bimbo umumnya bermusik. Beberapa di antaranya ada yang kemudian menekuni secara serius, namun sebagian besar tidak melanjutkannya. Salah seorang yang cukup seius di antaranya adalah anak Sam Bimbo, yang bernama Asri Dewi Lestari (Achi). Dia memutuskan profesional bermusik dengan ikut mendirikan sebuah grup band SHE. Selain itu juga ada kakaknya Dina Niar Dewi Anggraeni Hardjakusumah (Dea) yang memilih menjadi guru piano di Jakarta.

Juga dua cucu dari Acil Bimbo, Hasyakyla Utami Kusumawardhani atau lebih dikenal dengan nama panggung kyla dan Adhisty Zara sundari atau biasa dikenal dengan zara, menjadi anggota grup idola Indonesia-Jepang JKT48 sejak tahun 2016. Zara juga menjadi pemain film layar lebar.

Anggota

  • Sam (1966 - Sekarang)
  • Acil (1966 - Sekarang)
  • Jaka (1966 - Sekarang)
  • Iin (1971 - Sekarang)

Garis Waktu

Diskografi

Trio Bimbo

  • TRIO BIMBO – TRIO BIMBO (FONTANA 1971)
  • TRIO BIMBO – TRIO BIMBO (REMACO 1971)
  • TRIO BIMBO BERSAMA 4 NADA (1972)

Bimbo

  • BIMBO POP (1973)
  • BIMBO MENGETENGAHKAN IIN PARLINA (1974)
  • ABANG BECAK (1974)
  • BALADA PENDEKAR (1974)
  • BALADA GADIS DESA (1974)
  • POP MELAYU MENARI DAN BERGOYANG (1974)
  • MELATI (1974)
  • DANGDUT BERSAMA BIMBO (1975)
  • CLASSIC MELAYU (1975)
  • POP QOSIDAH (1975)
  • KERONCONG POP (1975)
  • POP ROCK (1976)
  • DANGDUT VOL.3 (1976)
  • BIMBO BERSAMA RUDY JAMIL (1976)
  • INDONESIA ANTIK VOL.1 (1976)
  • INDONESIA ANTIK VOL.2 (1976)
  • POP BASA SUNDA VOL.1 (1976)
  • BIMBO LATIN BEAT (1977)
  • INDONESIA BARU (1977)
  • INDONESIA ANTIK VOL.3 (1977)
  • 10 TAHUN PERJALANAN BIMBO (1977)
  • POP BASA SUNDA VOL.2 (1977)
  • POP BARU 1978 (1978)
  • TEKA TEKI TAHUN 2000 (1978)
  • BIMBO 1979 (1979)
  • BIMBO SPECIAL POP (1979)
  • ANTARA BOGOR DAN CIANJUR (1979)
  • BIMBO ‘80’ CINTA TERLARANG (1980)
  • MASS MEDIA (1981)
  • MENYAMBUT ABAD 15 HIJRIAH (1981)
  • ALBUM KENANGAN (1981)
  • CITRA NAN BIRU (1981)
  • KAMPANYE PEMILU ’82 (1982)
  • SURAT UNTUK REAGAN & BREZHNEV (1983)
  • DANDUNG IN PUNK ROCK (1983)
  • ANTARA KABUL BEIRUT (1984)
  • ROMANTIKA HIDUP (1984)
  • CINTA KELESTARIAN (1984)
  • FAJAR ABAD 15 HIJRIAH KITA ADALAH SATU (1985)
  • LESTARIAN INDONESIA (1985)
  • BIMBO ’85 (1985)
  • OPINI BERITA TAHUN MACAN (1986)
  • SAYA CINTA BUATAN INDONESIA (1986)
  • QASIDAH ’97 (1997)
  • QASIDAH ‘IBUNDA KITA, SURGA KITA’ (1999)
  • TAQABALLAHU MINA WAA MINKUM (2002)
  • ALBUM 40 TAHUN BIMBO (2007)
  • SEMOGA JALAN DILAPANGKAN TUHAN (2007)
  • WARISAN: BIMBO AND FRIENDS (2012)
  • Sendiri (1980-an)

Album Solo

  • WANITA – Acil Bimbo (1994)
  • LAILATUL QADAR - Nicky Astria (1995)
  • KENAPA HUTANKU KAU BAKAR? – Sam Bimbo (1997)

Filmografi

  • AMBISI (1973)
  • SEMALAM DI MALAYSIA (1975)
  • TANTE SUN (1977)

Prestasi dan pengakuan

  • Diabadikan oleh majalah Rolling Stone Indonesia sebagai salah satu dari The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa pada tahun 2008

Penghargaan dan nominasi

Tahun Penghargaan Kategori Hasil
2017 Indonesian Choice Awards Lifetime Achievement Award Penerima
2019 Anugerah Musik Indonesia Legend Award Penerima

Referensi

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya