Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Daerah Aliran Sungai Saddang

Daerah Aliran Sungai Saddang (DAS Saddang) adalah sebuah daerah aliran sungai yang melintasi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat di Indonesia. Cakupan wilayah DAS Saddang terbagi menjadi Sub-daerah aliran sungai Mata Allo (Sub-DAS Mata Allo) dan Sub-daerah aliran sungai Saddang (Sub-DAS Saddang) yang melewati Kabupaten Enrekang, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Polewali Mandar. DAS Saddang memiliki kawasan hutan yang penting sebagai sumber daya kehidupan bagi penduduk di sekitarnya terutama untuk lahan pertanian dan permukiman.

Perubahan iklim pada akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21 Masehi telah membuat curah hujan di DAS Saddang meningkat. Akibatnya sering terjadi banjir dan tanah longsor di DAS Saddang terutama di ibu kota Kabupaten Enrekang dan desa-desa di Kabupaten Pinrang. Karena itu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan DAS Saddang sebagai salah satu daerah aliran sungai prioritas untuk program pemulihan daya dukung. Pada periode 2005–2013, tanggul mulai dibangun di sepanjang DAS Saddang terutama pada desa-desa yang terdampak banjir. Namun pada tahun 2015, tanggul-tanggul jebol akibat banjir dan hanya menyisakan bongkahan batu yang tidak hanyut oleh banjir.

Cakupan wilayah

Daerah Aliran Sungai Saddang mencakup wilayah administratif Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat. Di Provinsi Sulawesi Selatan, wilayah administratif yang dilalui sungai Saddang yaitu Kabupaten Enrekang, Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara. Kemudian aliran sungainya bersambung hingga ke Kabupaten Polewali Mandar di Provinsi Sulawesi Barat.[1] Luas DAS Saddang adalah 661.932 Ha. Di Provinsi Sulawesi Selatan, luasnya mencakup 504.313 Ha yang menjadikan DAS Saddang daerah aliran sungai terluas kedua di Sulawesi Selatan.[2]

Pusat Daerah Aliran Sungai Saddang (DAS Saddang) berada tepat di bagian tengah wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Secara astronomi, DAS Saddang berada pada posisi 119° 14' 48.65" - 120° 3' 42.39" Bujur Timur -2° 43' 42.02" - 120° 3' 42.39" Lintang Selatan.[3] DAS Saddang memiliki dua sub-daerah aliran sungai (sub-DAS) yaitu Sub-DAS Mata Allo dan Sub-DAS Saddang. Pertemuan antara Sub-DAS Mata Allo dan Sub-DAS Saddang terjadi di ibu kota Kabupaten Enrekang.[4]

Peran penting

Sekitar 835.710 orang tinggal di Daerah Aliran Sungai Saddang memanfaatkan sumber dayanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.[2] Wilayah DAS Saddang memiliki kawasan hutan yang terdiri dari hutan lindung, hutan produksi terbatas dan areal penggunaan lain. Luas kawasan hutan di DAS Saddang pada tahun 1995 adalah 99.165,11 ha. Sebesar 39,63% atau 199.875,91 Ha digunakan untuk hutan lindung. Luas hutan prouksi terbatas sebesar 6,35% atau 32.030,38 Ha. Sementara areal penggunaan lain seluas 272.407,62 Ha, atau 54,02%.[2]

Selama periode tahun 1995–2014 telah terjadi perubahan tutupan lahan berhutan yang berkurang sebesar 31,32% atau sekitar 31.066,15 ha dan luasnya menjadi 68.098,96 ha. Berkurangnya luas kawasan hutan di DAS Saddang akibat alih fungsi menjadi lahan pertanian sebesar 59,27% atau sekitar 18.416 Ha. Alih fungsi lainnya berupa pembuatan pemukiman dan sawah serta adanya tutupan semak belukar.[2]

Kebencanaan

Perubahan iklim yang terjadi pada periode 1981–2013 di DAS Saddang telah meningkatkan volume curah hujan sebesar 4,2%. Peningkatan ini memicu terjadinya banjir dan tanah longsor.[5] Curah hujan di DAS Saddang mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 50% sejak periode 2009–2010. Debit air di DAS Saddang mengalami penurunan rata-rata sebesar 12,74% pada musim kemarau periode 2009–2010.[6] Pertemuan Sub-DAS Mata Allo dan Sub-DAS Saddang pada DAS Saddang di ibu kota Kabupaten Enrekang menyebabkan ibu kota Kabupaten Enrekang sering terkena banjir.[4]

Pemulihan daya dukung

DAS Saddang menjadi salah satu dari dua belas daerah aliran sungai di Indonesia yang memperoleh prioritas pemulihan daya dukung. Prioritas ini ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012.[5] DAS Saddang juga menjadi salah satu dari lima belas daerah aliran sungai prioritas di Indonesia yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.[7]

Pembangunan tanggul penahan banjir

Pada periode 2005–2013, pemerintah di wilayah DAS Saddang mengadakan pembangunan tanggul di sepanjang DAS Saddang. Lokasi pembangunan tanggul terutama di desa-desa yang terdampak banjir. Tanggul sepanjang satu kilometer masing-masing telah membendung aliran sungai Saddang di Desa Salipolo dan Desa Bababinanga pada tahun 2013. Namun pada tahun 2015, kedua tanggul tersebut jebol. Di Desa Babaninanga, sebagian besar tanggul hanyut terbawa air dan hanya menyisakan bongkahan batu.[8]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Uca, dkk. 2022, hlm. 20.
  2. ^ a b c d Radja 2018, hlm. 16.
  3. ^ Uca, dkk. 2022, hlm. 19-20.
  4. ^ a b Uca, dkk. 2022, hlm. 2.
  5. ^ a b Radja 2018, hlm. 14.
  6. ^ Saputra, dkk. 2022, hlm. 1-2.
  7. ^ Said, A., dkk. Said, A., dan Budiati, I., ed. Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia (PDF). Badan Pusat Statistik. hlm. 109. ISBN 978-602-438-071-7. 
  8. ^ Saputra, dkk. 2022, hlm. 109-110.

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya