Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Didascalia Apostolorum

Didascalia Apostolorum atau Didascalia, adalah sebuah risalah dalam ragam sastra tata tertib Gereja. Menurut pernyataan yang termuat di dalamnya, risalah ini ditulis oleh kedua belas Rasul sewaktu bersidang di Yerusalem; namun para pengkaji sepakat bahwa Didascalia sebenarnya adalah sebuah karya tulis abad ke-3, mungkin pada ca. 230 M.[1]

Didascalia jelas-jelas disusun mengikuti Didake yang lebih tua.[2] Penulisnya tidak diketahui, tetapi agaknya seorang uskup. Lazimnya diduga bahwa risalah ini ditulis di kawasan utara Suriah, mungkin di dekat kota Antiokhia.[3]

Tradisi naskah

Paul de Lagarde, orang yang pertama menemukan kembali Didascalia

Karya tulis ini pertama kali disebut-sebut oleh Santo Epifanius, yang yakin bahwa risalah ini berasal dari para rasul. Ia mendapati risalah ini digunakan di kalangan Audiani, kaum bidah Suriah. Sejumlah nas yang ia kutip dari risalah ini tidak bersesuaian dengan isi naskah yang ada saat ini; namun ia terkenal sering mengutip secara kurang tepat. Pada penghujung abad ke-4, risalah ini dikutip dalam naskah Opus Imperfectum in Matthaeum, sebuah karya tulis pseudo-Krisostomus. Akan tetapi karya tulis itu tidak pernah benar-benar tenar, dan diungguli oleh Constitutiones Apostolorum.

Didascalia Apostolorum, yang naskah aslinya ditulis dalam bahasa Yunani dan kini telah hilang, pertama kali diterbitkan pada 1854 dalam bahasa Suryani oleh Paul de Lagarde. Pada 1900, Edmund Hauler menerbitkan naskah Fragmentum Veronese yang juga berisi terjemahan bahasa Latin dari Didascalia, mungkin dari abad ke-4, dan lebih dari separuh bagian naskah telah hancur. Pada 1906, Franz Xaver von Funk menerbitkan nas-nas dari Didascalia dan Constitutiones Apostolorum yang dicetak sebelah-menyebelah guna memperlihatkan kemiripannya.[4] Serpihan naskah ringkas dalam bahasa Yunani yang memuat bab 15 dari Didascalia telah ditemukan, dan serpihan naskah lain dalam bahasa Koptik yang mungkin pula berasal dari naskah Didascalia telah ditemukan pada 1996.[2]

Isi

Judul Latin Didascalia Apostolorum berarti Taklimat Para Rasul, dan terjemahan dari judul lengkapnya dalam bahasa Suryani adalah: "Didascalia, yakni taklimat kedua belas rasul dan murid-murid kudus Tuhan kita". Isi naskah tidak menyentuh ranah dogma tetapi seluruhnya berkaitan dengan praksis. Dibanding Didake, Didascalia mengalihkan pokok bahasan dari perkara-perkara kesusilaan ke praktik liturgi dan organisasi Gereja.

ikhtisar isi Didascalia:

  • Wejangan mengenai cara hidup Kristen, doa, para yatim piatu, dan kesyahidan (bab 1–3, 13, 17, 19–20)
  • Aturan mengenai tingkat-tingkat kecakapan, perilaku, dan tugas-tugas para uskup, serta mengenai derma (bab 4–11, 18)
  • Aturan mengenai para diakon laki-laki dan perempuan, serta para janda (bab 14–16)
  • Aturan liturgi mengenai penataan tempat yang tepat di dalam gedung gereja, dan mengenai puasa (bab 12, 21)
  • Wejangan mengenai cara mendidik anak, dan kecaman terhadap bidah (bab 22–23)
  • Pernyataan perihal penyusunan risalah ini oleh kedua belas rasul, dan pengutukan terhadap praktik-praktik peribadatan Yahudi yang ditujukan kepada umat Kristen Yahudi[5] (bab 24–26)

Pemuka-pemuka Gereja adalah para uskup, para diakon, para imam, para janda (dan yatim piatu); juga ditambahkan para diakonisa, di salah satu bagian disebutkan pula para rektor, dan satu kali disebutkan tentang para subdiakon (pemuka-pemuka yang terakhir agaknya merupakan tambahan pada naskah asli). Yang menarik untuk dicermati adalah perintah kepada para uskup untuk memperlakukan orang-orang yang bertobat dengan baik. Sekalipun berdosa besar, para pendosa yang bertobat harus disambut dengan baik, tanpa kecuali. Laku silih ditetapkan berlangsung selama dua sampai tujuh pekan.

Bidah-bidah yang disebutkan adalah bidah Simon Si Tukang Sihir dan bidah Kleobius (nama ini juga disebutkan oleh Hegesipus), serta bidah-bidah kaum Gnostik dan kaum Ebion. Untuk melawan bidah-bidah ini, umat Kristen harus percaya akan Tritunggal, Kitab Suci dan kebangkitan. Hukum Musa yang asli (teristimewa Dasatitah) harus ditaati, bukan Hukum Kedua dalam Talmud, yakni Misnah, yang diberikan kepada orang Yahudi karena kekerasan hati mereka. Selain itu, istirahat hari Sabat diberi makna simbolis, dan umat Kristen dinasihati untuk memperlakukan setiap hari sebagai hari Tuhan, bukan untuk beristirahat secara harfiah.

Didascalia kerap mengutip nas-nas Alkitab Perjanjian Lama, dan sering kali secara panjang lebar. Nas-nas Injil dikutip dengan menyebutkan nama penulisnya, biasanya dari Matius, tiga penginjil lainnya jarang dikutip, dan Injil Yohanes yang paling jarang dikutip. Nas-nas dari Kisah Para Rasul dan hampir semua epistola dikutip secara bebas, termasuk Surat Kepada Orang Ibrani, tetapi kitab Wahyu tidak dikutip. Tidak satu pun yang dapat ditentukan nama kitabnya. Selain Didake, Didascalia juga memuat bahan-bahan dari dokumen-dokumen Kristen purba lainnya seperti Kisah Paulus dan Injil Petrus.[3]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Woolfenden, Gregory W. (2004). Daily liturgical prayer: origins and theology. Ashgate Publishing. hlm. 26. ISBN 978-0-7546-1601-6. 
  2. ^ a b Bradshaw, Paul F. (2002). The Search for the Origins of Christian Worship. Oxford University Press. hlm. 78–80. ISBN 978-0-19-521732-2. 
  3. ^ a b Johnson, Lawrence J. (2009). Worship in the Early Church: An Anthology of Historical Sources. Jld. 1. Liturgical Press. hlm. 224. ISBN 978-0-8146-6197-0. 
  4. ^ Didascalia et Constitutiones Apostolorum, ed. F. X. Funk (2 jld. Paderborn, 1906).
  5. ^ Strecker, Georg. "On the Problem of Jewish Christianity," in Orthodoxy and Heresy in Earliest Christianity (terj. Robert Kraft dari buku asli terbitan 1934 dalam bahasa Jerman). Philadelphia: Fortress Press, 1971.

Pranala luar

 Artikel ini memuat teks dari suatu penerbitan yang sekarang berada dalam ranah publikHerbermann, Charles, ed. (1913). "nama artikel dibutuhkan". Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton. 

Kembali kehalaman sebelumnya