Suatu klausura (bahasa Inggris: cloister; dari kata Latinclaustrum, "tempat tertutup")[1] adalah suatu lorong beratap untuk berjalan kaki, koridor terbuka, atau arkade terbuka di sepanjang dinding bangunan dan membentuk suatu halaman tengah segi empat atau halaman dalam. Terlekatnya suatu klausura pada suatu bangunan gereja ataupun katedral, umumnya menempel pada suatu sisi selatan bangunan yang hangat,[2] biasanya mengindikasikan bahwa klausura tersebut merupakan (atau pernah menjadi) bagian dari suatu institusi monastik, "membentuk suatu penghalang yang kokoh dan berkelanjutan... yang secara efektif memisahkan dunia para rahib dari [dunia] para budak pengolah tanah dan pekerja, yang kehidupan dan pekerjaannya berlangsung di luar dan di sekitar klausura tersebut."[3]
Hidup dalam klausura (atau kehidupan claustral) adalah juga nama lain untuk kehidupan monastik seorang rahib ataupun rubiah dalam tarekat religius tertutup; istilah Inggris modern enclosure ("tertutup") digunakan dalam terjemahan-terjemahan kontemporer hukum gerejawi Katolik[4] dengan arti berklausura, dan beberapa bentuk dari kata induk Latin "claustrum" sering digunakan sebagai suatu nama metonimik untuk biara dalam bahasa-bahasa seperti Jerman.[5]
Secara historis, klausura abad pertengahan awal memiliki beberapa anteseden seperti pelataran peristilium dari domus Romawi-Yunani, atrium serta versi perluasannya yang berfungsi sebagai halaman depan basilikaKristen awal, dan pelataran semi-koridor yang melekat pada sisi-sisi bangunan gereja Siria awal.[6] Walter Horn mengemukakan bahwa komunitas-komunitas senobitik, yang didirikan di Mesir oleh Santo Pakomius, tidak mengakibatkan pembangunan klausura, karena tidak ada budak-budak awam pengolah tanah yang bergantung pada komunitas para rahib, dengan demikian tidak perlu pemisahan di dalam komunitas dalam tembok tersebut. Horn menemukan klausura-klausura prototipikal terawal pada beberapa bangunan gereja monastik istimewa[7] abad ke-5 akhir di Siria selatan, misalnya Biara Santo Sergius dan Bakhus di Umm-is-Surab (489 M) dan halaman depan bertiang dari biara Id-Dêr,[8] namun tidak tampak adanya keserupaan pada gugus rumah-bundar dalam kompleks biara semieremitik Irlandia ataupun pada komunitas kolektif Benediktin di Barat.[butuh rujukan]
Pada zaman Karel Agung (Charlemagne), ketentuan akan suatu komunitas monastik terpisah di dalam suatu lahan manorial yang diperluas dan tersebar menciptakan "biara di dalam suatu biara" ini dalam bentuk klausura terkunci, suatu solusi arsitektural yang memungkinkan para rahib melakukan tugas-tugas kesalehan mereka tanpa gangguan kaum awam dan para pegawai.[9] Horn mengajukan biara dan "Altenmünster"Abbas Gundeland di Lorsch (765–74) sebagai salah satu contoh terawal, sebagaimana terungkap dalam penggalian yang dilakukan oleh Frederich Behn;[10] Biara Lorsch diadaptasi tanpa perubahan besar dari sebuah villa rustica milik bangsawan Franka, dalam suatu tradisi yang tak terputus dari zaman Romawi akhir. Klausura awal lainnya, yang terdapat pada biara di Saint-Riquier (790–99), berbentuk segitiga dengan kapel-kapel di setiap sudutnya sebagai representasi Trinitas.[11] Klausura berbentuk persegi yang letaknya menempel pada sisi gereja biara dibangun di Inden (816) dan biara St. Wandrille di Fontenelle (823–33). Di Biara Fulda, suatu klausura baru (819) dibangun di sisi barat liturgis gereja "dengan cara Romawi"[12] serupa dengan halaman depan Basilika Santo Petrus Lama sebagaimana terlihat dari peninggalannya.
^Ketika Lorsch dibangun kembali di suatu situs di dekatnya oleh Abbas Richbold (784–804), klausuranya dibuat dengan bentuk segi empat sempurna, menempel pada sisi selatan bangunan gereja barunya, persis seperti yang terdapat dalam rancangan St. Gallus (Horn 1973:44, figs 43ab, 45).