Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Meriam putar

Meriam putar di Kastil Carisbrooke, Pulau Wight

Meriam putar adalah meriam berukuran kecil yang terpasang pada standar yang dapat berputar atau sumbu putar horizontal yang memungkinkan busur gerakan yang sangat luas. Satu senjata jenis lain yang juga disebut sebagai meriam putar adalah jenis awal senapan kombinasi kancing batu-api dengan dua laras yang diputar sepanjang sumbu mereka yang memungkinkan operator meriam untuk mengalihkan laras pola spiral ke laras halus. Meriam putar berbeda dengan meriam pivot, meriam yang jauh lebih besar dan terpasang pada pivot horizontal.

Jenis

Cetbang

Invasi Mongol ke Jawa (1293) membawa teknologi bubuk mesiu ke Jawa dalam bentuk meriam (Bahasa Cina: Pao).[1]:1–2[2][3] Ini menghasilkan cetbang gaya Timur yang mirip dengan meriam Cina. Namun meriam putar baru berkembang di Nusantara karena hubungan maritim yang erat antara kepulauan Nusantara dengan wilayah India Barat setelah 1460 M, yang membawa senjata mesiu jenis baru ke Nusantara, kemungkinan melalui perantara Arab. Senjata ini tampaknya merupakan meriam dan meriam tradisi Utsmaniyah, misalnya prangi, yaitu meriam putar isian belakang. Jenis cetbang baru, yang disebut cetbang gaya Barat, dikembangkan dari meriam prangi Turki. Sama seperti prangi, cetbang ini adalah meriam putar isian belakang yang terbuat dari perunggu atau besi, menembakkan peluru tunggal atau scattershot (peluru sebar - peluru kecil dalam jumlah banyak).[4]:94-95

Lela

Lela Melayu bermoncong Naga.

Dalam era Kesultanan-kesultanan Melayu abad ke-17 dan ke-18 di sekitar Semenanjung Malaka dan nusantara yang kerap berdagang dan berperang, digunakan meriam putar berdesain unik yang disebut "lela" (Bahasa Melayu) dan juga "rentaka", versinya yang lebih kecil dan lebih mudah dipindahkan.[5] Lela yang digunakan oleh Kesultanan-kesultanan Melayu dikenal dengan desainnya yang tidak mengikuti desain meriam Eropa, karena pola-pola ukiran, moncongnya yang mengembang atau membentuk mulut naga, dan bagian belakangnya yang berekor (disebut "Ekor lutung"). Meriam-meriam putar tersebut digunakan di atas kapal-kapal dagang ataupun kapal perang kerajaan untuk menghalau bajak laut dan juga dalam perang maritim.[6][7]

Rentaka

Meriam rentaka Melayu.

Rentaka adalah istilah bahasa Melayu untuk jenis lela yang berukuran kecil, berlaras panjang dan terbuat dari besi. Istilah ini untuk membedakan dengan lela, versi ukuran sedang hingga besar.[5][8] Senjata ini banyak digunakan pada abad ke-17 dan ke-18 di Nusantara. Rentaka adalah meriam kecil yang berlubang laras halus (smoothbore) dan diisi dari lubang moncong laras (muzzle loading).[6]

Rentaka digunakan umumnya dengan menancapkan pasak di bawah meriam (disebut cagak) di sebuah standar, atau di gelindingan roda untuk menjadi meriam portabel yang dapat dibawa di kapal-kapal dagang Melayu, atau juga di darat. Senjata ini dahulu digunakan untuk menandakan adanya perang di laut, dan juga sinyal untuk memulai dan mengakhiri puasa pada bulan ramadhan dalam kepercayaan agama Islam. Dalam adat kerajaan, meriam ini juga digunakan untuk mengumumkan kelahiran atau pernikahan dalam keluarga kesultanan saat itu.[6][7]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Schlegel, Gustaaf (1902). "On the Invention and Use of Fire-Arms and Gunpowder in China, Prior to the Arrival of European". T'oung Pao. 3: 1–11.
  2. ^ Lombard, Denys (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2: Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 208.
  3. ^ Reid, Anthony (2011). Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid II: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hal. 255.
  4. ^ Averoes, Muhammad (2020). Antara Cerita dan Sejarah: Meriam Cetbang Majapahit. Jurnal Sejarah, 3(2), 89 - 100.
  5. ^ a b Ismail, Norain B.T. (2012). Peperangan dalam Historiografi Johor: Kajian Terhadap Tuhfat Al-Nafis. Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya. 
  6. ^ a b c (Inggris) "Cannons of the Malay Archipelago" - Artikel tentang "Meriam-meriam Kepulauan Melayu", oleh Don Davie. Diakses 7 April 2010.
  7. ^ a b Teoh, Alex Eng Kean (2005). The Might of the Miniature Cannon A treasure of Borneo and the Malay Archipelago. Asean Heritage. 
  8. ^ Bird, Isabella L. (1883). The Golden Chersonese and the Way Thither. New York: G. P. Putnam's Sons. 
Kembali kehalaman sebelumnya