Orang Mani, disebut juga Maniq atau Kensiu di Malaysia adalah satu-satunya suku bangsa Negrito di Thailand. Di Thailand, mereka juga kerap disebut sebagai Sakai (bahasa Thai: ซาไก), sebuah istilah kontroversial yang juga berarti 'budak' atau 'barbar'.[2] Mereka menuturkan bahasa Kensiu dan Ten'edn yang termasuk rumpun bahasa Asli milik keluarga bahasa Mon-Khmer. Mereka memiliki bahasa dan budaya tersendiri, tetapi tidak mengenal aksara.[3]
Suku Mani hidup dengan berburu dan meramu. Mereka tinggal di gubuk bambu beratapkan daun pisang. Suku Mani hidup dengan memakan berbagai jenis hewan, sayur-mayur, dan buah-buahan. Mereka mengenakan pakaian sederhana yang terbuat dari bahan alami seperti daun bambu. Mereka juga mengenal berbagai macam tumbuhan obat.[4][5]
Direktorat Jenderal Departemen Perlindungan Hak dan Kebebasan Kementerian Kehakiman Thailand menggolongkan suku Mani menjadi dua kelompok berdasarkan tempat tinggal mereka. Kelompok pertama tinggal di Pegunungan Titiwangsa di Yala dan Narathiwat sedangkan kelompok kedua tinggal di Pegunungan Banthat di Phatthalung, Trang, dan Satun.[2]
Para bangsawan di Malaysia dan Thailand kerap memperbudak ras Negrito, dengan menempatkan mereka di pekarangan sebagai koleksi yang mampu mengangkat harga diri tuannya.[6] Pada dasawarsa pertama abad kedua puluh, Raja ThailandChulalongkorn (Rama V) mengunjungi bagian selatan negaranya dan bertemu dengan orang Maniq. Penghargaan terhadap orang-orang Maniq oleh pihak istana menjadi meningkat setelah seorang anak Maniq yatim piatu diadopsi oleh raja dan diberi nama Khanung, di mana ia dianggap sebagai anak angkat.[7]
Migrasi
Suku Mani tinggal dalam berbagai klan. Jika suatu klan suku Mani hendak pindah ke daerah baru, salah satu dari mereka akan pergi terlebih dahulu untuk membuka jalan dan mencari tempat yang tepat untuk mendirikan kemah. Ketika tempat yang sesuai ditemukan, ia akan kembali ke keluarganya untuk membawa mereka ke rumah yang baru.[8]
^Barbara Watson Andaya & Leonard Y Andaya (2016). A History of Malaysia. Macmillan International Higher Education. hlm. 168–169. ISBN978-11-376-0515-3.