Pabrik Gula Dukuhwringin atau Suikerfabriek Doekoewringin adalah salah satu perusahaan pengolahan tebu menjadi gula yang pernah berdiri pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Letak PG Dukuhwringin berada di Dukuhwringin, Slawi, Tegal atau tepatnya sekarang telah menjadi Markas Komando (marko) militer Brigif 4 Dewa Ratna Slawi.
Sejarah
Berdirinya Pabrik Gula Dukuhwringin
SF Doekoewringin ini didirikan oleh Lucassen pada tahun 1842 merupakan salah satu pabrik yang dibangun dengan sistem kontrak gula yang dikeluarkan oleh Menteri Koloni JC Baud pada tahun 1840. Jadi Pabrik Gula Dukuhwringin ini dibangun setelah selesainya pembangunan Pabrik Gula Kemanglen pada tahun 1842.
Pada awal Maret 1839, Lucassen dan Holmberg yang saat itu berada di Belanda mengajukan petisi kepada Raja Willem I atas dasar studi mandiri teoretisnya tentang pembuatan gula yang lebih modern, keduanya meminta agar diberikan kontrak gula untuk membangun sebuah pabrik gula seluas 600 hektar di Jawa. Namun niat kerjasama Lucassen dan Holmberg untuk bersama-sama membangun perusahaan pabrik gula akhirnya gagal karena masalahnya tidak satu pun dari mereka memiliki pengetahuan teknis yang diperlukan tentang pengelolaan tebu menjadi gula, mereka berdua memutuskan untuk membangun pabrik gula sendiri-sendiri. Lucassen memilih mengasosiasikan dirinya dengan Hoevenaar. Terkait kapasitas pengolahan yang optimal, mereka mengubah permintaan dari satu pabrik menjadi dua pabrik dengan masing-masing mendapatkan tanah 400 hektar.[1]
Pada tahun 1840 Menteri Koloni JC Baud mengeluarkan sistem kontrak gula. Lucassen yang dibantu Hoevenaar mendapatkan dana sebesar 120.000 gulden untuk pembelian mesin dan 130.000 gulden untuk pembangun pabrik. Sedangkan Holmberg hanya diberikan dana sebesar 80.000 gulden.
Setelah dana persiapan untuk pembangunan pabrik, Lucassen dan Holmberg mengunjungi keluarga Hoevenaar di Paris. Dari tempat inilah Lucassen dan Holmberg menjalin kerjasama dengan pengusaha baja Perancis Derosne et Cail. Pengusaha inilah yang sebelumnya membuat mesin-mesin pabrikasi di Karibia dan Amerika. Mereka berdua juga mengumpulkan para insinyur-insiyur muda asal Skotlandia untuk merancang pabrik.
Setelah beberapa waktu menetap di Paris, Lucassen, Holmberg, dan Hoevenaar yang juga membawa para pekerja berangkat menuju Jawa menggunakan kapal. Kapal yang mereka tumpangi juga membawa mesin-mesin dan beberapa material bangunan yang digunakan untuk membangun pabrik. Berbulan-bulan lamanya mereka mengarungi lautan, hingga akhirnya mereka sampai di Pulau Jawa, mereka kemudian menuju ke sekitar Tegal yang wilayah tanahnya menjadi sistem kontra gula. Lucassen dan Hoevenaar memilih wilayah Slawi untuk membangun sebuah pabrik gula, sedangkan Holmberg sendiri membangun pabrik gula di desa Ujungrusi.
Pada tahun 1841 Lucassen dan Hoevenaar mendirikan Pabrik Gula Kemanglen, ditahun yang sama Holmberg mendirikan Pabrik Gula Adiwerna. Setelah selesainya pembangunan Pabrik Gula Kemanglen, Lucassen kemudian mendirikan Pabrik Gula Dukuhwringin pada tahun 1842 bersamaan berdirinya Pabrik Gula Jatibarang.
Roger Knight mencatat bahwa pada tahun 1841-1842 di Kemanglen dan Dukuhwringin telah dibangun sebuah pabrik yang dilengkapi dengan teknologi paling canggih pada waktu itu. Kedua pabrik dilengkapi dengan mesin-mesin uap yang diimpor dari pengusaha baja Prancis Belgia Derosne et Cail. Pengusaha inilah yang sebelumnya membuat mesin-mesin pabrikasi di Karibia dan Amerika. Pemilik kedua pabrik gula ini merupakan seorang pensiunan tentara kerajaan Belanda yang kaya raya yaitu Colonel Theodore Lucassen. Lucassen inilah yang mengerahkan insinyur-insiyur muda asal Skotlandia untuk merancang pabrik gula yang menggunakan teknologi maju pada saat itu.
PG Dukuhwringin sendiri kemudian dikelola oleh putra Lucassen yaitu Nicholas Lucassen, sedangkan untuk PG Kemanglen dikelola oleh Hoevenaar. Pada tahun 1843 kedua pabrik gula milik Lucassen ini menghasilkan gula untuk pertama kalinya. Pada tahun berikutnya Lucassen mendirikan rumah-rumah untuk para pegawai dan karyawan yang dibangun dekat dengan kedua pabrik gula ini. Rumah Lucassen sendiri sangatlah megah, orang-orang Jawa dan Belanda menggambarkan rumahnya sebagai "istana Indo-Eropa salah satu yang terindah dan termegah ada di Jawa" pada saat itu.
Disekitar komplek pabrik juga dibangun stasiun Dukuhwringin, stasiun ini terletak jalur kereta api Tegal-Balapulang yang diresmikan pada tahun 1885 oleh perusahaan kereta api swasta Javasche Spoorweg Maatschappij (JSM), yang kemudian jalur ini dibeli oleh perusahaan kereta api swasta Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).Kemudian jalur kereta api ini perpanjang hingga ke Stasiun Prupuk , jalur kereta api ini dioperasikan terutama pada pengangkutan gula yang distribusikan juga oleh PG Dukuhwringin dan PG Kemanglen. Namun Stasiun Dukuhwringin ini sudah lama non aktif dan bekasnya sendiri tidak diketahui, hingga saat ini lokasi tepatnya Stasiun Dukuhwringin masih menjadi misteri.
Tidak jauh dari lokasi Pabrik Gula Dukuhwringin tepatnya disebelah timur terdapat sebuah Klinik yang berawal dari balai pengobatan perusahaan gabungan pabrik gula se Karesidenan Pekalongan. Klinik ini berdiri pada tahun 1917 bernama "Kliniek Doekoewringin van de Vereenigde Suikerfabrieken" atau Pusat kesehatan Pabrik Gula Dukuhwringin yang sekarang ini menjadi RSUD Dr. Soeselo Slawi. Bangunan Klinik ini sekarang menjadi Klinik Rajawali di RSUD Dr. Soeselo Slawi.
Pada tahun 1863 PG Dukuhwringin pertama kali menjalin hubungan kerjasama dengan perusahaan NHM Nederlandsche Handel-Maatschappij, sebuah perusahaan dagang milik pemerintah Hindia Belanda untuk mengekspor hasil gula ke Eropa. NV Cultuur Maatschappij Doekoewringin didirikan pada tanggal 21-22 Februari 1897, tujuan didirikannya NV ini yaitu untuk membuat undang-undang tentang mengoperasikan perusahaan industri gula. Sejak tahun 1897, Factorij bertindak sebagai utusan NV Cultuur Maatschappij di Hindia Belanda. Sejak 1 Agustus 1937, NHM bertindak sebagai direktur; pelaksanaan praktis dari tugas manajemen PG Dukuhwringin berada pada Divisi Kedua dari kantor pusat di Amsterdam. Pada saat itu komoditas gula sangat laku dipasaran Internasional, perusahaan industri gula termasuk PG Dukuhwringin melakukan ekspor gula ke Eropa dan wilayah lainnya.[2]
Berakhirnya Pabrik Gula Dukuhwringin
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Pabrik gula ini pernah mengalami penjarahan dan pengrusakan. Berbeda dengan Pabrik Gula Kemanglen yang dibumihanguskan oleh Jepang, Pabrik Gula Dukuhwringin tidak ikut dihancurkan oleh Jepang, melainkan Pabrik ini berubah menjadi pabrik tekstil yang dikelola oleh pemerintah Kekaisaran Jepang, tetapi tidak berlangsung lama karena Jepang akhirnya kalah pada Perang Dunia II. Setelah Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, PG Dukuhwringin ini tidak terurus.
Pada Juli 1947 saat Agresi Militer Belanda, kontrol perusahaan Pabrik Gula Kemanglen dan juga Pabrik Gula Dukuhwringin diperoleh kembali oleh Belanda, Belanda berupaya menghidupkaan kembali kedua pabrik gula ini. Namun upaya yang dilakukan untuk menghidupkan kembali Pabrik Gula Dukuhwringin ternyata sia-sia, begitu juga Pabrik Gula Kemanglen yang kondisinya sama buruknya. Pada akhirnya keberlangsungan perusahaan terbukti tidak menguntungkan. Pada tahun 1950 rapat pemegang saham memutuskan untuk melikuidasi kedua perusahaan pabrik gula ini, proses ini akhirnya selesai pada tahun 1956, kemudian komplek Pabrik Gula Kemanglen dan juga Dukuhwringin secara resmi dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1957. Beberapa tahun kemudian komplek Pabrik Gula Dukuhwringin ini terbengkalai lagi karena tidak terurus, bangunan utama pabrik dibongkar, kemudian PG Dukuhwringin beralih fungsi menjadi markas militer Brigade Infanteri 4 Dewa Ratna sejak tahun 1960-an.
Kondisi saat ini
Saat ini bekas lokasi Pabrik Gula Dukuhwringin digunakan sebagai Markas Komando Brigade Infanteri 4 (Brigf Dewa Ratna) kodam Diponegoro, Slawi. Hingga sekarang bangunan utama pabrik sudah dibongkar, tidak berbekas. Namun, beberapa bangunan bekas petinggi pabrik gula digunakan kembali pada lingkungan Brigif Dewa Ratna, seperti Taman Bermain dan Wisma Jendral Ahmad Yani. Disekitar kompleks pabrik ini dulunya terdapat Stasiun Dukuhwringin yang memiliki percabangan ke arah pabrik untuk pengangkutan distribusi gula.[3]
Hal ini dibenarkan oleh Kasi Intel Brigif-4 / Dewa Ratna yaitu Mayor Inf Jendro Narpriyanto. "Wisma Jendral Ahmad Yani sampai sekarang masih ditempati oleh pimpinan" kata beliau. Dia menjelaskan, Brigif 4 / Dewa Ratna diresmikan pada tanggal 12 April 2007. Sebelumnya pada tanggal 18 Januari 1962, Pangdam IV / Diponegoro saat itu Brigjen Sarbini resmi membentuk Brigif 4 dengan lambang Dhuja "Dewa Ratna" terhitung mulai 1 Oktober 1961 sebagai Hari Lahir Brigif 4 / Dewa Ratna.
Terkait dengan tinjauan historisnya, Mayor Jendro Narpriyanto menunjukkan sisa-sisa rel kereta lori dan bekas bangun peninggalan Belanda yang masih ada. "Namun tidak seberapa seperti pinggiran jalur rel KA Stasiun Slawi-Porwokerto yang dulunya digunakan untuk pengangkutan distribusi gula" ujar beliau.
Disebelah timur PG Dukuhwringin dulunya terdapat sebuah Klinik berdiri pada tahun 1917 yang bernama 'Kliniek Doekoewringin van de Vereenigde Suikerfabrieken' atau pusat kesehatan perusahaan pabrik gula yang sekarang menjadi Bangunan Klinik Rajawali di RSUD Dr. Soeselo Slawi. Dahulu terdapat juga beberapa bangunan rumah-rumah Belanda didepan RSUD Dr.Soeselo yang digunakan sebagai rumah untuk pegawai klinik dan juga pabrik, sayangnya rumah-rumah Belanda tersebut sudah dibongkar pada tahun 2020.
Untuk Rumah Pegawai PG Dukuhwringin yang masih bisa dilihat yaitu di sebelah barat SMA Negeri 2 Slawi tepatnya sebelah utara jalan yang terdapat beberapa rumah peninggalan Belanda yang terbengkalai.