Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Perahu toop

Dua kapal pesisir Melayu di Jawa, dengan layar dan sistem layar toop.

Perahu Toop (juga disebut prauw toop, toup, atau toop) adalah tipe 'perahu-kapal' yang diproduksi di Hindia Belanda. Muncul pada akhir abad ke-18, dan dibangun di galangan kapal lokal, jenis perahu ini adalah salah satu hasil dari penggabungan teknologi Barat dan Nusantara yang bermula pada galangan perusahaan-perusahaan dagang Eropa abad ke-17 dan ke-18. Jenis kapal ini biasanya digunakan untuk pelayaran jarak jauh. Pada paruh pertama abad ke-19, jenis kapal ini adalah jenis kapal yang paling umum digunakan oleh pelaut dan saudagar di Nusantara.[1] Kebanyakan toop dimiliki oleh pedagang dari wilayah barat Nusantara.[2]:33

Deskripsi

Toop berlambung Barat (bagian kanan gambar).

Bertiang dua sampai tiga, toop membawa 2 layar trapesium serupa pada tiang utama dan tiang depan; layar-layar ini diatur sedemikian rupanya agar sebuah toop dapat membalik haluan ke arah angin tanpa menurunkan dan memindahkan layarnya ke sebelah bawah angin baru, suatu hal yang sangat menguntungkan jika beropal-opal di tempat sempit. Tiang buritannya dilengkapi dengan layar fore-and-aft gaya Eropa, dan, bila ada, pada cucurnya terpasang tiga atau empat layar topan berukuran kecil. Tiang-tiangnya pun tidak terdiri atas dua-tiga batang, tetapi sebatang tunggal saja yang diperkuat dengan tali tambera dan laberang yang serupa dengan pola pemasangan tiang Eropa.[3]

Toop pada umumnya digunakan untuk pelayaran jarak jauh dan menunjukkan banyak kesamaan dengan rancang bangun Eropa: Buritan sekian banyak toop itu bersegi-empat, dan bentuk lambungnya pun lebih mirip dengan kapal-kapal layar Eropa daripada perahu Nusantara. Sebagian besar dari perahu ini dibuat dengan mengikuti cara yang sama dengan yang digunakan untuk membangun kapal laut lepas Eropa, yaitu 'melapisi' gading-gading yang didirikan di atas lunas dengan papan.[1] Perahu ini terkadang juga membawa dayung, berjumlah antara 16–20. Beberapa dari mereka juga menarik sekoci di belakang yang bisa membawa seluruh kru.[1][4] Adanya sekoci besar yang menyertai perahu toop menandai bahwa perahu-perahu itu disiapkan untuk beroperasi di daerah-daerah tanpa fasilitas dermaga yang dapat mempermudah kegiatan bongkar-muat.[2]:33

Lambung toop memiliki geladak di bagian depan dan belakang. Buritan perseginya memiliki ukiran hias. Di buritan ada kabin yang naik sedikit di atas dek dan ditutupi dengan atap yang miring secara memanjang. Pada toop Sulawesi Selatan kabin ini sepenuhnya di bawah geladak. Pada muatan yang ringan, bagian atas pada sisinya dinaikkan dengan tikar. Ada lubang palka di belakang setiap tiang. Perahu toop Sulawesi Selatan hanya memiliki 2 tiang, yang dari Surabaya memiliki tiang lebih tinggi.[5]:22-23

Toop di selat Melaka.

Namun, berbagai ilustrasi dan deskripsi menunjukkan variasi lambung toop: Ada yang memang berlambung tipe Eropa, dengan buritan segi empat dan kemudi tengah; ada pun yang haluannya mengikuti kapal-kapal layar Barat sezamannya, tetapi memakai kemudi samping dan geladak buritan yang mengingat akan tipe padewakang. Keanekaragaman bentuk lambung ini memberi kesan bahwa kata 'toop' sebenarnya menandai jenis layarnya, suatu kombinasi layar fore-and-aft Barat dan dua layar segi-empat meninggi yang sepertinya merupakan suatu variasi layar jenis tanja.[6][7]

Daya muat toop adalah sekitar 40–60 koyan (96,8–145 metrik ton), yang terbesar adalah 100 koyan (241,9 metrik ton).[8] Ada juga toop yang disukai oleh orang Bugis, bentuknya seperti perahu padewakang, tetapi memakai dua sampai tiga tiang yang tali-temalinya lebih bergaya Eropa, dengan membawa sejenis layar sprit. Perahu-perahu itu pada umumnya lebih besar daripada padewakang, dan digunakan untuk berdagang saja.[9] Toop berlambung gaya Barat, seperti yang ada di gambar tengah di bawah, disukai oleh Belanda untuk dipersenjatai jika terjadi perang.[10]:74-75, 79

Kantor layanan strategis AS mencatat dimensi toop: Panjang 49–59 kaki (15–18 m), lebar 10–13 kaki (3–4 m), dan kedalaman 10–11,5 kaki (3–3,5 m).[5]:22-23

Lihat juga

Rujukan

  1. ^ a b c Bruijn Kops, G.F. de (1854): 'Iets over de Zeevaart in den Indischen Archipel', Tijdschrift voor Nijverheid en Landbouw in Nederlandsch-Indië, 1, hlm. 21-69.
  2. ^ a b Liebner, Horst H. (2016). Beberapa Catatan Akan Sejarah Pembuatan Perahu Dan Pelayaran Nusantara. Jakarta: Indonesian Ministry of Education and Culture.
  3. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. v.16:no.2 1854. hlm. 36.
  4. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. v.16:no.2 1854. hlm. 37.
  5. ^ a b United States Office of Strategic Services (1944). Native Craft in Southeast Asia Waters, Part II: Sumatra, Malaya, and Adjacent Islands. Office of Strategic Services, Research and Analysis Branch.  Artikel ini memuat teks dari sumber tersebut, yang berada dalam ranah publik.
  6. ^ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. "Perahu Toop". Pinisi.org. Diakses tanggal 5 Januari 2021. 
  7. ^ Almanak (1861): Almanak (en Naamregister) van Nederlandsch-Indië voor het Jaar. Batavia: Landsdrukkerij.
  8. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. v.16:no.2 1854. hlm. 33.
  9. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. v.16:no.2 1854. hlm. 364.
  10. ^ Pâris, François-Edmond (1841). Essai sur la construction navale des peuples extra-européens : ou, Collection des navires et pirogues construits par les habitants de l'Asie, de la Malaisie, du Grand Océan et de l'Amérique volume 1. Paris: A. Bertrand. 
Kembali kehalaman sebelumnya