Kekosongan uskup dapat terjadi karena seorang uskup mangkat, atau uskup tersebut melepaskan jabatannya, baik dengan mengundurkan diri maupun dengan diberhentikan karena berbagai alasan seperti pensiun, dipindahkan ke keuskupan lain, atau diekskomunikasi.
Sejak dimulainya masa sede vacante, urusan keuskupan untuk sementara waktu diserahkan kepada uskup auksilier (atau jika uskup auksilier lebih dari satu, uskup yang paling senior) dengan kekuasaan setingkat vikaris jenderal. Jika tidak terdapat uskup auksilier, urusan keuskupan diberikan kepada kolegium konsultor (atau kapitel katedral) secara keseluruhan. Urusan tersebut diserahkan kepada administrator, setelah penjabatnya terpilih.
Dalam waktu delapan hari setelah dimulainya sede vacante, kolegium konsultor (atau kapitel katedral) diharapkan untuk memilih seorang administrator apostolik, yaitu seorang imam atau uskup berusia 35 tahun ke atas. Jika tidak berhasil, maka uskup agung yang satu provinsi gerejawi dengan keuskupan tersebut, atau (jika keuskupan agung yang dimaksud juga kosong atau jabatan lowong yang dimaksud adalah uskup agung itu sendiri) klerikus yang paling senior di dalam keuskupan tersebut, akan menjadi administrator diosesan.
Dalam masa sede vacante, semua penjabat vikaris jendral dan vikaris episkopal kehilangan jabatan mereka, kecuali jika mereka sendiri memiliki jabatan uskup. Uskup yang memiliki jabatan vikaris jenderal atau vikaris episkopal dapat tetap mempertahankan jabatan tersebut di bawah kekuasaan administrator.
Apabila sudah ada seorang uskup koajutor di keuskupan tersebut, uskup tersebut langsung meneruskan jabatan sebagai uskup diosesan, sehingga periode sede vacante tidak terjadi.
Kekosongan Takhta Suci
Setelah seorang Paus mangkat atau mengundurkan diri, Tahkta Suci memasuki masa sede vacante. Dalam kasus ini gereja partikularnya adalah Keuskupan Roma dan "takhta" yang kosong berada di Basilika Santo Yohanes Lateran. Selama masa ini, Takhta Suci diurus oleh seorang wali dari Dewan Kardinal.
Menurut Universi Dominici Gregis, pemerintahan Takhta Sucisede vacante (dan oleh karenanya Gereja Katolik Roma) jatuh ke tangan Dewan Kardinal, tetapi dalam kapasitas yang sangat terbatas. Pada saat yang sama, semua pejabat kepala Kuria Romawi mengundurkan diri dari jabatan mereka. Pengecualian adalah bagi Camerlengo yang bertanggung jawab mengurus kekayaan Takhta Suci, dan Kepala Lembaga Persidangan Apotolik (Bahasa Inggris: Apostolic Penitentiary) yang terus menjalankan tugas sehari-harinya. Apabila salah satu harus melakukan sesuatu yang biasanya membutuhkan persetujuan dari Sri Paus, ia harus menyampaikannya kepada Dewan Kardinal. Duta-duta Kepausan tetap melakukan peran diplomatiknya di luar negeri, dan Vikaris Jendral Roma tetap melaksanakan peran pastoralnya di Keuskupan Roma selama masa ini. Kantor pos Negara Kota Vatikan menyiapkan dan menerbitkan perangko khusus untuk digunakan selama masa khusus ini, yang dikenal dengan nama perangko sede vacante.
Lambang Takhta Suci juga berubah selama masa ini. Apabila dulunya adalah tiara kepausan di atas kunci-kunci, maka pada masa ini tiara tersebut digantikan dengan umbraculum atau payung dalam Bahasa Italia. Benda ini mengisyaratkan tidak adanya seorang Paus dan juga keberadaan pemerintahan Camerlengo atas kekuasaan keduniawian Takhta Suci. Lebih jauh lagi, Camerlengo menghiasi lambangnya dengan simbol ini delama masa ini, yang akan ia hilangkan begitu paus baru terpilih. Lambang Camerlengo ini hadir di koin-koin peringatan mata uang Euro yang dicetak selama masa ini, yang merupakan mata uang legal di semua negara anggota Eurozone.
Interregnum atau masa jeda kekuasaan pemerintahan ini biasanya menyoroti misa pemakaman dari paus yang wafat, pertemuan-pertemuan Dewan Kardinal untuk menentukan syarat dan prosedur pemilihan paus yang baru, dan akhirnya berpuncak pada konklaf untuk memilih seorang penerus paus. Setelah seorang paus baru terpilih (dan Uskup Roma baru ditahbiskan bila perlu) sedes tidak lagi kosong, sehingga masa ini secara resmi berakhir. Setelah itu terjadilah Pengangkatan Sri Paus atau Penobatan Sri Paus, tergantung pada bentuk inagurasi dan pentahbisan yang dipilih oleh paus yang baru, dan pengambil-alihan kepemilikan cathedraBasilika Santo Yohanes Lateran.
Para kardinal yang hadir di Roma diharuskan untuk menunggu sedikitnya lima belas hari setelah dimulainya masa kekosongan bagi anggota Dewan Kardinal lainnya sebelum mereka bisa mengadakan konklaf untuk memilih paus yang baru. Namun, setelah dua puluh hari berlalu, meraka harus mengadakan konklaf bahkan bila masih ada kardinal yang belum hadir. Secara historis, periode sede vacante sering kali cukup berkepanjangan, berlangsung selama berbulan-bulan karena konklaf menemui jalan buntu yang berkepanjangan. Selama bertahun-tahun hingga tahun 1922 tenggang waktu dari saat wafatnya Sri Paus hingga saat dimulainya konklaf menjadi lebih singkat, tetapi setelah William Henry Cardinal O'Connell datang terlambat untuk dua konklaf berturut-turut, Paus Pius XI memperpanjang batas waktu. Saat konklaf berikutnya pada tahun 1939, para kardinal mulai melakukan perjalanan lewat udara.