Sebelum tahun 1960, seluruh tahapan perayaan misa di Indonesia menggunakan bahasa Latin sebagai bahasa pengantar. Kemudian sejak tahun 1960, perayaan Ekaristi di Indonesia mulai dirayakan dalam bahasa Indonesia secara tidak resmi, meskipun bagian Doa Syukur Agung (prex eucharistica) masih didoakan oleh Imam dalam bahasa Latin. Pada tahun 1964, Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI; sekarang disebut Konferensi Waligereja Indonesia atau disingkat KWI) memohon secara resmi kepada Takhta Suci (yang saat itu dipimpin oleh Paus Paulus VI) agar Gereja Katolik Indonesia dapat merayakan Ekaristi dalam bahasa Indonesia, sehingga tahun tersebut menjadi tahun resmi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar misa di Indonesia. Dua tahun setelahnya, MAWI kembali meminta izin kepada Takhta Suci, tetapi kali ini untuk membacakan Doa Syukur Agung dalam bahasa Indonesia.
Pada tahun 1971, Panitia Waligereja Indonesia bidang Liturgi MAWI (PWI-Liturgi MAWI; sekarang disebut Komisi Liturgi KWI) menerbitkan buku Aturan Upacara Misa yang berisi seluruh tata perayaan misa, prefasi-prefasi, dan Doa Syukur Agung. Buku tersebut merupakan terjemahan atas Misale Romawi editio typica (edisi khas) pertama (1970) yang sebelumnya mendapat promulgatio dari Paus Paulus VI dengan konstitusi apostolik "Missale Romanum" yang dikeluarkan pada tanggal 3 April 1969. Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat beberapa tambahan atau perubahan doa-doa, aklamasi-aklamasi, dan prefasi-prefasi dalam bahasa Indonesia yang ditambahkan bersama Aturan Upacara Misa untuk perayaan misa di Indonesia.
Pada tahun 1977, naskah terjemahan Misale Romawi editio typica kedua (1975) mendapat persetujuan ad experimentum (sebagai percobaan) oleh MAWI dalam penggunaan pada perayaan misa. Pada tahun 1979, naskah tersebut diterbitkan oleh PWI-Liturgi dengan nama Tata Perayaan Ekaristi (TPE). Buku TPE ini menggantikan buku Aturan Upacara Misa sehingga buku tersebut tidak berlaku lagi. Belasan tahun kemudian, tepatnya mulai pada tahun 1993, TPE dengan beberapa pengubahan digabung dan dimasukkan ke dalam buku madah Puji Syukur, yaitu di antara kumpulan doa-doa dan kumpulan nyanyian-nyanyian misa.
Pada awal-awal tahun 2000-an, beberapa ensiklik dan dokumen resmi Gereja mengenai liturgi dan Ekaristi dikeluarkan oleh Takhta Suci. Salah satu di antaranya adalah dokumen Misale Romawi editio typica ketiga yang dikeluarkan pada tahun 2002. Pada tahun 2003–2004, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) berusaha menerjemahkan Misale Romawi terbaru dan mengimplementasikannya dalam bentuk revisi TPE. TPE edisi 2005 mendapatkan approbatio oleh para uskup dalam Sidang KWI November 2003, recognitio dari Kongregasi Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen dari Kuria Roma, serta promulgasi dari Presidium KWI [ada tanggal 29 Mei 2005. TPE edisi 2005 diterbitkan dalam buku yang terpisah dari Puji Syukur dan dicetak dalam dua versi, yaitu Buku Umat (yang memuat garis besar Perayaan Ekaristi) dan Buku Imam (yang memuat seluruh tata cara Perayaan Ekaristi sesuai Misale Romawi).
Pada tahun 2008, Takhta Suci kembali mengeluarkan Misale Romawi editio typica ketiga versi revisi reimpressio emendata ("penekanan yang diperbaiki"). Pada tahun 2021, KWI mengeluarkan TPE edisi 2020 yang merupakan terjemahan dari versi Misale Romawi 2008 sekaligus revisi dari TPE edisi 2005, yang telah mendapatkan imprimatur dari Presidium KWI pda tanggal 18 Oktober 2020. Sama seperti sebelumnya, TPE edisi 2020 juga dicetak dalam dua versi, yaitu "Buku Umat" dan "Buku Imam".
TPE edisi 2020 merupakan terjemahan Misale Romawi versi editio typica ketiga dengan revisi reimpressio emendata yang dikeluarkan oleh Takhta Suci pada tahun 2008. Seperti halnya Misale Romawi, TPE mengikuti liturgi Novus Ordo dari Ritus Roma.
Berdasarkan TPE, Misa dibagi menjadi empat bagian besar.[1]
Ritus pembuka
Ritus Pembuka dimulai dari perarakan masuk imam dan pelayan, hingga doa kolekta selesai didaraskan oleh imam. Ritus Pembuka bertujuan mempersatukan dan mempersiapkan umat yang berhimpun agar dapat mendengarkan sabda Allah dengan penuh perhatian dan merayakan Ekaristi dengan layak.[2]
Setiba di altar, semua imam dan pelayan membungkuk khidmat atau berlutut, kecuali diakon/lektor pembawa Evangeliarium yang langsung naik dan meletakkan Evangeliarium di altar.
Para pelayan meletakkan semua lilin dan salib, lalu duduk. Sementara itu, imam naik, mencium altar, dan (bila perlu) mendupai salib dan altar, lalu ke kursi dan duduk, kecuali selebran yang tetap berdiri.
Tuhan bersamamu. atau Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus bersamamu. atau Rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan dari Tuhan kita Yesus Kristus, bersamamu.
Saudara-Saudari, marilah mengakui dosa-dosa kita, supaya kita layak merayakan misteri suci.
Imam dan umat bersama-sama mendaraskan Doa Tobat atau dengan dua bentuk seruan tobat yang diucapkan silih berganti antara imam dan umat yang tertera di bawah ini.
Seruan tobat I
I
:
Tuhan, kasihanilah kami.
U
:
Sebab, kami telah berdosa terhadap Engkau.
I
:
Tunjukkanlah belas kasihan-Mu kepada kami, Tuhan.
U
:
Dan anugerahkanlah keselamatan-Mu kepada kami.
Seruan tobat II
I
:
Tuhan Yesus Kristus, Engkau diutus untuk menyembuhkan orang yang remuk redam hatinya: Tuhan, kasihanilah kami.
U
:
Tuhan, kasihanilah kami.
I
:
Engkau datang untuk memanggil orang yang berdosa: Kristus, kasihanilah kami.
U
:
Kristus, kasihanilah kami.
I
:
Engkau duduk di sebelah kanan Bapa sebagai Pengantara kami: Tuhan, kasihanilah kami.
U
:
Tuhan, kasihanilah kami.
Imam menyebutkan seruan penutup dan ditanggapi oleh umat sebagai berikut.
I
:
Semoga Allah yang Mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita, dan mengantar kita ke hidup yang kekal
Setelah Doa Tobat, misa dilanjutkan dengan Tuhan Kasihanilah Kami, yang diikuti dengan Madah Kemuliaan dan doa kolekta (atau langsung ke doa kolekta tergantung penanggalan liturgi). Namun jika menggunakan kedua seruan pernyataan tobat yang lain, misa langsung dilanjutkan ke Madah Kemuliaan lalu ke doa kolekta (atau langsung ke doa kolekta tergantung penanggalan liturgi).
Imam dan/atau umat menyanyikan atau mengucapkan Madah Kemuliaan. Kalimat awal "Kemuliaan kepada Allah di surga" diucapkan oleh imam. Setelah itu, imam dan umat, kor dan umat, solis (penyanyi tunggal) dan umat, atau umat bagian kiri dan bagian kanan secara silih berganti; atau seluruh umat secara bersahut-sahutan menyanyikan kalimat-kalimat selanjutnya hingga selesai.
Madah ini dinyanyikan pada hari-hari tertentu menurut penanggalan liturgi, yaitu pada hari Minggu di luar masa Prapaskah dan Adven, serta pada perayaan dengan tingkat hari raya (tak terkecuali yang jatuh dalam masa Prapaskah dan Adven). Selain itu, penanggalan liturgi umumnya menghendaki Madah Kemuliaan tidak dinyanyikan dan langsung menuju ke doa kolekta.
Imam mendoakan doa kolekta, yaitu mendoakan secara ringkas apa yang menjadi intensi-intensi misa dan permohonan-permohonan umat yang dikumpulkan dalam misa tersebut. Doa ditutup dengan pengucapan "Amin" oleh umat.
Liturgi Sabda
Liturgi Sabda dimulai dengan pembacaan ayat-ayat Kitab Suci dan diakhiri dengan pembacaan doa umat.
Leksionarium yang digunakan dalam misa dikelompokkan menjadi beberapa siklus per tahun sebagai berikut.
Bacaan misa pada hari Minggu atau Hari Raya disusun dalam siklus tiga tahunan yang berlabel "Tahun A", "Tahun B", dan "Tahun C". Leksionarium tiap misa pada hari-hari tersebut umumnya terdiri dari tiga bacaan, yaitu bacaan pertama, kedua, dan Injil, serta mazmur tanggapan.
Bacaan misa pada hari biasa disusun dalam siklus dua tahunan, yang berlabel "Tahun I" dan "Tahun II". Leksionarium tiap misa pada hari-hari tersebut umumnya terdiri dari dua bacaan, yaitu bacaan pertama dan Injil, serta mazmur tanggapan.
Pemazmur mendaraskan atau menyanyikan ayat-ayat mazmur di mimbar, sementara umat menjawabnya dengan mendaraskan atau menanyikan ulangan mazmur sambil tetap duduk dalam posisi mendengarkan.
Selama Bacaan Kedua, semua umat tetap duduk. Bacaan ini juga diakhiri dengan seruan lektor dan tanggapan umat seperti pada Bacaan Pertama.
Bait pengantar Injil
Solis atau kor menyanyikan ayat-ayat yang menjadi pengantar Injil, dan dijawab dengan ayat ulangan oleh umat. Bagian Bait Pengantar Injil harus dinyanyikan, sehingga boleh dihilangkan jika tidak dinyanyikan. Umat diharapkan berdiri selama Bait Pengantar Injil.
Ayat pertama bagi solis/kor berupa madah Aleluya, yang dijawab dengan ayat ulangan bagi umat yang berupa madah yang sama. Ayat kedua sekaligus terakhir bagi solis/kor berisi suatu kalimat pengantar yang menjelaskan Injil yang akan dibacakan, setelah itu ditutup oleh umat dengan madah Aleluya sebelumnya.
Pada Masa Prapaskah, madah Aleluya tidak digunakan dan diganti dengan madah lain, umumnya dengan ayat "Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal".[3]
Bacaan Injil
Imam atau diakon (bukan umat awam) membacakan bacaan dari kitab-kitab Injil. Umat tetap berdiri dan berada dalam sikap siap mendengarkan Injil.
Pada misa-misa hari Minggu atau hari raya, Injil Matius digunakan untuk bacaan tahun A, Injil Markus untuk bacaan tahun B, Injil Lukas untuk tahun C, dan Injil Yohanes khusus untuk bacaan pada Masa Paskah dan sesekali pada masa-masa khusus lainnya. Pada misa-misa hari biasa (hari-hari selain Minggu dan hari raya), Injil Matius, Markus, dan Lukas dibacakan bergilir dalam satu tahun liturgi, kecuali dalam Masa Paskah dan untuk hari-hari khusus tertentu yang menggunakan Injil Yohanes.
Langkah-langkah prosesi pembacaan Injil adalah berikut ini.
Sebelum menuju ke mimbar untuk membacakan Injil, bila Injil dibacakan oleh diakon, ia harus meminta berkat dari imam (atau uskup, jika ada). Sementara itu, bila Injil dibacakan oleh imam dan selebran misa adalah uskup, maka imam meminta berkat dari uskup sebelum ke mimbar. Pada perayaan meriah, dua lilin menyala dapat dipersiapkan untuk mengapit mimbar selama pembacaan Injil.
Di mimbar, bacaan diawali dengan dialog pembuka yang berupa seruan imam/diakon dan tanggapan umat seperti berikut.
Inilah Injil Suci menurut [Matius/Markus/Lukas/Yohanes].
U
:
Dimuliakanlah Tuhan.
Pada bagian akhir dari dialog tersebut, imam atau diakon membuat tanda salib pada dahi, mulut, dan dadanya sendiri. Hal yang sama diikuti oleh seluruh umat pada dahi, mulut, dan dada masing-masing. Pada perayaan meriah, Evangeliarium dapat didupai sebelum pembacaan.
Imam atau diakon mulai membacakan bacaan Injil hari tersebut sesuai yang ada dalam Evangeliarium.
Setelah pembacaan Injil, imam mengucapkan seruan imam/diakon penutup dan tanggapan umat (disebut "Aklamasi Sesudah Injil") seperti berikut.
Imam memberikan homili, yakni penjelasan atas bacaan-bacaan yang telah dibacakan sebelumnya. Umat dipersilahkan duduk dengan sikap mendengarkan. Setelah homili, saat untuk hening sejenak dapat diadakan.
Diakon, solis, lektor, atau anggota jemaat membacakan ujud-ujud dan permohonan-permohonan umat di mimbar atau tempat lain yang cocok. Sementara itu, umat tetap berdiri.
Di akhir tiap ujud, pembaca ujud menutup dengan seruan dan umat menjawab dengan rumusan seperti berikut atau dengan rumusan-rumusan lain yang serupa.
Tuhan, dengarkanlah umat-Mu. atau Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.
Dalam perayaan meriah, seluruh Doa Umat dan/atau aklamasinya dapat dinyanyikan.
Liturgi Ekaristi
Liturgi Ekaristi terdiri dari tiga bagian besar, yaitu Persiapan Persembahan, Doa Syukur Agung, dan Ritus Komuni.
Persiapan persembahan
Imam, pelayan, dan umat mempersiapkan peralatan dan bahan untuk Ekaristi, serta mempersiapkan diri dan hati masing-masing. Bahan yang terutama dipersiapkan adalah bahan-bahan yang akan dikonsekrasikan dalam misa, yaitu:
Hosti (roti gandum tanpa ragi), yang diletakkan dalam sibori, atau diletakkan di atas patena yang ditutup dengan korporal.
Langkah-langkah prosesi persiapan persembahan adalah sebagai berikut.
Umat dipersilahkan duduk. Nyanyian Persiapan Persembahan dapat mulai dinyanyikan. Imam mulai mempersiapkan peralatan-peralatan untuk Ekaristi, seperti korporal, purifikatorium, piala, palla, patena, dan sibori.
Jika ada, para pelayan mulai mengumpulkan kolekte (singkatnya uang persembahan). Jika pengumpulan kolekte sudah selesai, umat diharapkan untuk hening.
Bahan-bahan persembahan untuk Ekaristi dipersiapkan ke altar.
Dalam perayaan meriah, perarakan bahan-bahan persembahan dapat diadakan. Wakil-wakil dari umat mengantarkan kepada imam bahan-bahan tersebut, yaitu roti dan anggur untuk Ekaristi, serta persembahan lain (seperti kolekte) untuk keperluan Gereja dan orang miskin.
Dalam perayaan sederhana, roti dan anggur sudah berada di sisi altar atau di meja kredens (meja khusus untuk meletakkan peralatan dan bahan untuk Ekaristi).
Di altar, imam memegang patena yang berisi hosti besar, lalu mengangkatnya sambil mengucapkan rumusan berikut dengan suara pelan.
I
:
Terpujilah Engkau, Tuhan, Allah semesta alam, sebab dari kemurahan-Mu kami menerima roti, yang kami persembahkan kepada-Mu, hasil bumi dan usaha manusia yang bagi kami akan menjadi roti kehidupan.
Bila nyanyian untuk Persiapan Persembahan tidak ada, imam dapat menyebutkan rumusan tersebut dengan lantang, kemudian dijawab oleh umat dengan tanggapan berikut.
U
:
Terpujilah Allah selama-lamanya.
Patena kemudian diletakkan kembali di atas korporal.
Diakon atau imam kemudian mencampurkan anggur dan beberapa tetes air dari masing-masing ampul ke dalam piala, sambil mengucapkan rumusan berikut dalam hati.
D/I
:
Sebagaimana dilambangkan oleh percampuran air dan anggur ini, semoga kami layak mengambil bagian dalam keallahan Kristus, yang telah berkenan menjadi manusia seperti kami.
Imam lalu mengangkat piala sambil mengucapkan rumusan berikut dengan suara pelan.
I
:
Terpujilah Engkau, Tuhan, Allah semesta alam, sebab dari kemurahan-Mu kami menerima anggur, yang kami persembahkan kepada-Mu, hasil pokok anggur dan usaha manusia yang bagi kami akan menjadi minuman rohani.
Bila nyanyian untuk Persiapan Persembahan tidak ada, imam menyebutkan rumusan sebelumnya dengan lantang, kemudian dijawab dengan tanggapan umat yang sama seperti ketika imam mengangkat roti.
Imam membungkuk khidmat sambil berkata dalam hati:
I
:
Tuhan, dengan rendah hati dan jiwa yang menyesal, kami menghadap kepada-Mu; terimalah kami dan semoga persembahan yang kami siapkan hari ini berkenan pada-Mu.
Pada perayaan meriah, imam mendupai persembahan, salib, dan altar jika dianggap baik. Setelah demikian, diakon (atau putra altar) lalu mendupai imam dan umat. Umat berdiri pada waktu didupai.
Setelah persiapan selesai, imam berdiri di sisi altar, membasuh tangan, seraya berkata dalam hati:
I
:
Tuhan, basuhlah aku dari kesalahanku, dan sucikanlah aku dari dosaku.
Setelah pembasuhan, imam menuju ke tengah-tengah altar dan umat berdiri. Lalu, imam mengucapkan seruan beserta tanggapan dari umat sebagai berikut.
I
:
Berdoalah, Saudara-saudari, supaya persembahanku dan persembahanmu berkenan pada Allah, Bapa yang Mahakuasa.
U
:
Semoga persembahan ini diterima demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan kita serta seluruh umat Allah yang Kudus.
Imam mengucapkan doa untuk persiapan persembahan tersebut (disebut "Doa Atas Persembahan"), yang ditutup dengan pengucapan "Amin" oleh umat.
Dalam TPE 2020, terdapat sepuluh jenis Doa Syukur Agung (DSA) yang dikelompokkan dalam tiga bagian.[4]
Doa Syukur Agung utama (Prex Eucharistica principalis), adalah DSA yang paling sering digunakan. DSA utama terdiri dari Doa Syukur Agung I, II, III, dan IV.
Doa Syukur Agung I (Kanon Romawi) dianjurkan pada hari-hari yang memiliki Communicantes khusus (misalnya pada hari raya kelahiran Tuhan dan selama oktaf, Misa malam Paskah sampai Minggu paskah II, hari Penampakan Tuhan, hari Kenaikan Tuhan, hari Pentekosta) atau dalam Misa-misa yang memiliki Hanc igitur khusus (Misa malam Paskah sampai Minggu paskah II). Doa Syukur Agung I juga cocok pada pesta para rasul dan orang-orang kudus yang namanya disebut dalam Doa Syukur Agung ini; juga pada hari-hari Minggu kecuali kalau, karena pertimbangan pastoral, lebih disarankan Doa Syukur Agung III.
Doa Syukur Agung II lebih cocok untuk hari-hari biasa dan untuk kesempatan-kesempatan tertentu.
Doa Syukur Agung III sangat cocok untuk hari Minggu dan pesta-pesta.
Doa Syukur Agung IV dapat digunakan dalam setiap Misa yang tidak mempunyai prefasi khusus dan pada hari Minggu dalam Masa Biasa.
Doa Syukur Agung rekonsiliasi (Prex Eucharistica de reconciliatione), adalah DSA yang digunakan pada misa yang memiliki tema khusus misteri pertobatan, misalnya dalam Misa untuk memajukan kerukunan, untuk rekonsiliasi, untuk perdamaian dan keadilan, dalam masa perang atau kerusuhan, untuk silih atas dosa-dosa, untuk permohonan kasih, misteri Salib Suci, Ekaristi Mahakudus, Darah yang termulia Tuhan kita Yesus Kristus, dan juga dalam Misa selama Masa Prapaskah. Kelompok ini terdiri dari Doa Syukur Agung rekonsiliasi I dan II.
Doa Syukur Agung untuk berbagai keperluan (Prex Eucharistica pro variis necessitatibus), yaitu DSA yang ditujukan untuk misa bertema khusus tertentu. Kelompok ini terdiri dari Doa Syukur Agung untuk berbagai keperluan I, II, II, dan IV.
Doa Syukur Agung untuk berbagai keperluan I bertemakan "Gereja sedang melangkah pada jalan kesatuan", yang cocok dipakai bersama dengan rumusan-rumusan misa, misalnya, untuk Gereja, untuk Paus, untuk Uskup, untuk pemilihan Paus atau Uskup, untuk Konsili atau Sinode, untuk para imam, untuk imam sendiri, untuk para pelayan Gereja, dalam pertemuan rohani atau pastoral.
Doa Syukur Agung untuk berbagai keperluan II bertemakan "Allah Sedang Membimbing Gereja-Nya pada Jalan Keselamatan", yang cocok dipakai bersama dengan rumusan-rumusan misa, misalnya, untuk Gereja, untuk panggilan imamat suci, untuk awam, untuk keluarga, untuk biarawan-biarawati, untuk panggilan hidup membiara, untuk pelayanan kasih, untuk keluarga dan handai tolan, dan untuk mengucap syukur kepada Allah.
Doa Syukur Agung untuk berbagai keperluan III bertemakan "Yesus, jalan menuju Bapa", yang cocok dipakai bersama dengan rumusan-rumusan misa, misalnya, untuk evangelisasi bangsa-bangsa, untuk umat kristen yang teraniaya, untuk tanah air atau warga negara, untuk para penyelenggara negara, untuk pertemuan antarnegara, untuk tahun baru sipil, untuk kemajuan bangsa-bangsa.
Doa Syukur Agung untuk berbagai keperluan III bertemakan "Yesus Berkeliling Sambil Berbuat Baik", yang cocok dipakai bersama dengan rumusan-rumusan misa, misalnya, untuk para pengungsi dan orang buangan, pada masa kelaparan atau untuk mereka yang menderita kelaparan, untuk mereka yang menindas kita, untuk mereka yang ditahan dalam pengasingan, untuk mereka yang ditahan dalam penjara, untuk orang sakit, untuk mereka yang menghadapi ajal, untuk memohon rahmat bagi kematian yang baik, dan untuk berbagai keperluan.
Bagian-bagian utama dari Doa Syukur Agung secara umum adalah sebagai berikut. Perlu diingat bahwa urutan bagian-bagian setelah kudus dan sebelum doksologi (nomor 3–7) dapat berbeda-beda tergantung jenis DSA yang digunakan, tetapi anamnesis selalu berada setelah institusi dan konsekrasi.
Prefasi. Sementara umat masih berdiri, imam mendaraskan atau menyanyikan prefasi sesuai dengan jenis Doa Syukur Agung dan tema misa hari tersebut. Pada awal prefasi, imam dan umat menyebutkan atau menyanyikan dialog pembuka secara silih berganti sebagai berikut.
Terimalah dan makanlah, kamu semua: Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagimu.
Terimalah dan minumlah, kamu semua: Inilah piala darah-Ku, darah perjanjan baru dan kekal, yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa. Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku.
Epiklesis. Imam mendaraskan doa permohonan agar Roh Kudus menguduskan roti dan anggur.
Doa persembahan. Imam mendaraskan doa-doa persembahan kurban, yakni hosti dan anggur Ekaristi yang telah menjadi tubuh dan darah Kristus, kepada Allah, serta ucapan syukur umat beriman atas persembahan kudus tersebut.
Doa permohonan. Imam memohon kepada Allah untuk mengingat dan menolong seluruh umat beriman, baik yang hidup maupun yang telah mati, dan seluruh umat manusia oleh karena rahmat yang dicurahkan oleh Ekaristi. Dalam doa ini, imam menyebutkan Paus dan uskup yang menjabat, serta Bunda Maria dan orang-orang kudus. Beberapa jenis DSA juga memungkinkan imam memerinci orang-orang yang telah meninggal yang didoakan dalam misa tersebut.
Doksologi. Imam menyerukan Aklamasi Doksologi sambil mengangkat patena berisi hosti dan piala berisi anggur. Setelah itu, umat menjawab dengan "Amin", lalu imam meletakkan patena dan piala kembali ke altar.
Ritus komuni
Berikut ini adalah bagian-bagian dari ritus komuni.
Doa Bapa Kami. Sementara umat mulai berdiri, imam menyebutkan pengantar doa berikut.
Tuhan Yesus Kristus, Engkau telah bersabda kepada para Rasul-Mu: Damai-Ku Kutinggalkan bagimu, damai-Ku Kuberikan kepadamu: janganlah memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu; dan berilah kami damai dan kesatuan sesuai dengan kehendak-Mu. Engkau yang hidup dan meraja sepanjang segala masa.
Setelah itu, masing-masing orang memberi salam damai kepada umat sekitarnya, boleh dengan berjabat tangan, salam namaste, dan sebagainya.
Pemecahan hosti. Imam mengambil hosti dari patena, memecahkannya, dan memasukkan pecahan kecil ke dalam piala berisi anggur, sambil menyebutkan doa ini dalam hati.
Tuhan Yesus Kristus, semoga penerimaan Tubuh dan Darah-Mu, tidak menjadi hukuman dan siksaan bagiku: tetapi melindungi dan menyehatkan jiwa ragaku karena kasih sayang-Mu.
Kemudian sambil imam mengangkat tinggi hosti yang telah dipecah dan piala berisi anggur, imam dan umat melakukan dialog berikut.
I
:
Lihatlah, Anak Domba Allah, lihatlah Dia yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah Saudara-Saudari yang diundang ke Perjamuan Anak Domba.
U
:
Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh.
Komuni. Umat duduk. Imam dan para pelayan komuni menuju tempat pembagian komuni. Sesuai giliran, umat berdiri dan berarak menuju tempat pembagian komuni. Setelah sampai di depan pelayan komuni, umat membungkuk di depan sibori. Ada dua cara untuk menyambut komuni.[5][6]
Menerima dengan lidah/mulut. Pelayan mengangkat hosti sambil menyebutkan "Tubuh Kristus", lalu umat menjawab "Amin". Umat lalu membuka mulut dan pelayan meletakkan hosti di lidah umat.
Menerima dengan tangan. Umat menyodorkan tangan dengan posisi satu tangan di atas tangan yang lain. Pelayan kemudian mengangkat hosti sambil menyebutkan "Tubuh Kristus", lalu umat menjawab "Amin". Segera setelah pelayan meletakkan hosti di tangan, umat langsung mengambil hosti dengan tangan yang di bawah, lalu meletakkannya di lidah. Perhatian: hosti sebaiknya jangan dibawa ke bangku terlebih dahulu lalu dimasukkan ke mulut, serta pastikan serpihan hosti tidak tertinggal di tangan.
Setelah menyambut komuni, umat kembali ke tempat duduk dan diharapkan untuk berdoa.
Pada beberapa kesempatan, umat dapat diberikan komuni dua rupa, yaitu hosti dan anggur sekaligus. Pelayan mengambil hosti, mencelupkannya ke anggur, lalu mengangkat hosti sambil menyebutkan "Tubuh dan Darah Kristus", lalu memasukkan ke mulut umat. Umat tidak diperbolehkan mengambil sendiri komuni, baik satu rupa maupun dua rupa. (PUMR 160, 287)[7][8]
Selama pelayanan komuni, nyanyian atau musik yang sesuai dapat dibawakan oleh solis atau kor.
Pembersihan bejana. Setelah pembagian komuni selesai, imam, diakon, dan/atau akolit dapat melakukan pembersihan bejana, yaitu membersihkan patena, piala, dan perlengkapan-perlengkapan Ekaristi, meskipun tindakan ini dapat ditangguhkan hingga selesai misa. Selama pembersihan bejana, umat boleh masuk dalam saat hening untuk berdoa, atau solis/kor dapat menyanyikan madah pujian atau mazmur bersama umat.
Doa sesudah komuni. Imam mengajak umat berdoa, yang mengharuskan umat hening sejenak. Setelah itu, imam menyerukan doa sesudah komuni, yang menyesuaikan doa kolekta dan tema misa.
Ritus penutup
Ritus penutup terdiri dari berkat, pengutusan, dan perarakan keluar, sembari umat dalam posisi berdiri. Sebelumnya, gereja setempat dapat memberikan pengumuman seputar kegiatan pastoral dan kegerejaan, serta imam dapat memberikan amanat pengutusan, yaitu amanat dari perayaan misa tersebut, sembari umat duduk dengan sikap mendengarkan. Pada hari-hari khusus tertentu, misalnya Trihari Suci sebelum Paskah, ritus ini dihilangkan.
Berkat
Imam merentangkan tangan dan mengucapkan salam, sementara umat menjawab, kemudian imam melakukan posisi memberkati sambil mengatakan berkat berikut, diikuti tanda salib pada bagian rumusan Tritunggal.
Semoga Allah yang Mahakuasa memberkati saudara sekalian, Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U
:
Amin.
Dalam misa pontifikal, uskup menerima dan mengenakan mitra lalu merentangkan tangan sambil mengucapkan salam dan pujian kepada Tuhan, sambil umat menjawab, kemudian uskup menerima tongkat gembala (bila ada) lalu mengucapkan berkat, diikuti tanda salib masing-masing pada tiga pribadi Tritunggal.
Saudara-Saudari, pergilah, misa sudah selesai. atau Saudara-Saudari, pergilah mewartakan Injil Tuhan. atau Saudara-Saudari, pergilah dalam damai, sambil memuliakan Tuhan dengan hidupmu. atau Saudara-Saudari, pergilah dalam damai.
Imam mencium altar, lalu setelah berbaris, sesuai dengan posisi ketika perarakan masuk, imam bersama para pelayan membungkuk khidmat atau berlutut. Setelah itu, mereka berarak keluar gereja.
Konferensi Waligereja Indonesia (2005). Tata Perayaan Ekaristi: Buku Umat. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. ISBN979-719-272-5.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Konferensi Waligereja Indonesia (2021). Tata Perayaan Ekaristi: Buku Umat. Jakarta: Obor. ISBN978-979-565-892-4.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)