Tjokropranolo (21 Mei 1924 – 22 Juli 1998) atau lebih akrab dengan panggilan Bang Nolly adalah salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta dan tokoh militer dalam sejarah perjuangan Indonesia. Dia menjadi pengawal pribadi Panglima Besar Soedirman pada masa Revolusi Nasional Indonesia melawan pendudukan Belanda. Dia turut meloloskan Soedirman dari serangan maut tentara Belanda yang berkali-kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap Soedirman. Dalam karier kemiliteran, ia tidak hanya terjun ke medan, tetapi juga banyak terlibat dalam posisi penting di balik layar, antara lain Asintel Siaga dan Kepala Intelijen dalam berbagai konflik, dan sekretaris militer untuk presiden.
Riwayat Hidup
Pendidikan
Tjokropranolo memperoleh pendidikan formalnya di bawah sistem pendidikan kolonial Belanda, di sekolah ELS (Europeesche Lagere Scholen) di Temanggoeng, Jawa Tengah dan di sekolah MULO (Meer Uitbebreide Lagere Onderwijs) di Ambarawa.[1]
Setelah terbentuknya BKR (Badan Keamanan Rakyat), Tjokropranolo bergabung dengan BKR di kota Magelang, Jawa Tengah, dan menjadi komandan deputi penjaga markas TKR. Kemudian dia menjadi pengawal pribadi Jenderal Soedirman di Yogyakarta tahun 1946 dengan pangkat kapten. Dia kemudian menjadi komandan dua batalyon, yaitu komandan Corps Polisi Militer (CPM) tahun 1948 dan komandan pasukan pengawal pribadi Jenderal Soedirman dari 1948-1949. Selama perang pembelaan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda, dia ikut terjun dalam kampanye perang gerilya bersama Jenderal Soedirman dari awal sampai akhir, saat Jenderal Soedirman pulang ke Jogjakarta tanggal 10 Juli 1949.
Tjokropranolo kemudian mengikuti pendidikan dalam Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat (1954-1955) dan Sekolah Staf Pertahanan India di New Delhi tahun 1955. Dia bertugas di Jawa dan Kalimantan dalam posisi komandan dan kemudian menjadi kepala departemen Intelijen dalam staf perwakilan Indonesia di Kota Baru, Papua Barat selama periode 1961-1963 (kampanye Trikora).
Sebelum menjabat gubernur Jakarta, selama satu tahun Tjokropranolo menjadi asisten Gubernur Ali Sadikin. Pada Juli 1977, ia dilantik sebagai Gubernur Jakarta. Selama dia menjabat gubernur, ia sering mengunjungi berbagai pabrik untuk mengecek kesejahteraan buruh dan mendapatkan gagasan langsung tentang upah mereka. Usaha kecil juga menjadi perhatiannya. Dia mengalokasikan sekitar ratusan tempat untuk puluhan ribu pedagang kecil agar dapat berdagang secara legal. Walau begitu, kemacetan lalu lintas dan kesemrawutan transportasi kota menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Perda yang mengatur pedagang jalanan tidak efektif, sehingga mereka masih berdagang di wilayah terlarang, menempati badan jalan, dan memacetkan lalu lintas.
Kehidupan pribadi
Kehidupan Tjokropranolo tergolong cukup mapan, karena dia adalah anak bupati Temanggung pada masanya. Tjokropranolo menikah dengan Soendari Tjokropranolo dan mempunyai tiga orang anak lelaki dan satu anak perempuan. Setelah menanggalkan jabatan gubernur DKI Jakarta tahun 1982, dia sempat aktif dalam bidang sosial, wiraswasta dan juga menjadi anggota boarddirektur beberapa universitas di Indonesia.
Ketika menjabat sebagai menteri, Emil Salim mencetuskan gagasan kepada Tjokropranolo, agar isu lingkungan menjadi sebuah gerakan dalam masyarakat. Kemudian mereka melakukan pertemuan bersama organisasi non-pemerintah dari berbagai daerah di Indonesia. Pertemuan tersebut dilakukan di lantai 13, Balaikota (Kantor Gubernur DKI Jakarta), jalan Merdeka Selatan, yang dikemudian hari menjadi cikal bakal berdirinya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).[3] Tahun 1992 dia menulis sebuah buku biografi tentang Jenderal Soedirman berjudul Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia, yang berisi sejarah perjuangan Indonesia dan pengalaman pribadinya selama menjadi pengawal pribadi jenderal besar tersebut.[2]
Dia sempat diangkat menjadi KetuaYayasanRumah SakitBakti Yudha, Depok. Beliau meninggal pada usia 74 tahun di Rumah Sakit Tentara di Jakarta tanggal 22 Juli 1998.
Riwayat Jabatan
Wakil Pengawal Markas Besar Polisi Tentara TKR
Komandan Kompi Yon Mobile.
Komandan Kompi POM pengawal Panglima Besar Sudirman
Komandan Batalyon II Corps Polisi Militer
Komandan Detasemen CPM VII/2 di Manado. * Wakil Komandan Batalyon POM di Jawa Tengah
Komandan POM di Banjarmasin
Direktur Intel di kantor staf perwakilan RI di Kotabaru, Irian Barat
Chief Officer Personnel Garuda III di Congo
Kepala Staf Komando Tempur
Asintel Kostrad
Asintel Komando Mandala
Staf Instra Hankam
Aspri/Sespri Presiden
Penghargaan
Tanda jasa
Ia mendapatkan sejumlah tanda jasa baik dari dalam maupun luar negeri, diantaranya;[4]
Tjokropranolo (1992). Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia. Surya Persindo.Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Tjokropranolo.