Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Zona afotik

Gambaran lapisan kedalaman air di danau atau lautan, menunjukkan zona afotik adalah bagian lapisan yang terdalam.

Zona afotik atau zona afoto, adalah lapisan kedalaman air yang sangat sedikit atau sama sekali tidak tertembus sinar matahari. Zona afotik secara formal dideskripsikan sebagai kedalaman air yang terletak di kedalaman yang tertembus sinar matahari dengan intensitas cahaya kurang dari 1 persen.[1] Zona afotik juga sering disebut dengan zona malam atau zona gelap, dikarenakan ketiadaan cahaya matahari yang terdapat di lapisan kedalaman air tersebut.[1]

Etimologi

Istilah afotik berasal dari bahasa Yunani α (dibaca a, yang berarti tanpa atau tidak ada) dan φωτικός (dibaca photikos, yang berarti cahaya).[2] Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan keadaan lapisan kedalaman danau atau laut yang sama sekali tidak mendapatkan sinar matahari.

Deskripsi

Zona afotik tidak terbatas hanya pada kedalaman air di lautan. Ada beberapa danau di dunia yang memiliki kedalaman air yang cukup untuk memiliki zona afotik, contohnya danau Baikal di Rusia yang berkedalaman lebih dari 1.600 meter, sehingga terdapat zona afotik yang cukup luas di dalam danau tersebut.[1] Di bagian atas zona afotik terdapat zona fotik, yang merupakan lapisan kedalaman air yang terkena sinar matahari langsung. Zona fotik terbagi menjadi zona eufotik dan zona disfotik. Zona eufotik adalah lapisan air di mana terdapat cahaya matahari yang cukup untuk mendukung terjadinya kegiatan fotosintesis. Zona disfotik atau juga dikenal dengan zona mesopelagik, adalah lapisan air di mana cahaya matahari yang ada hanya cukup untuk penglihatan makhluk hidup di dalamnya seperti ikan-ikan predator dan tidak cukup kuat untuk mendukung kegiatan fotosintesis.[3] Zona disfotik sering disebut juga dengan zona remang-remang.

Letak lapisan zona afotik di kedalaman danau atau lautan bermula dari lapisan air yang terkena kurang dari 1 persen cahaya matahari. Walaupun sebagian besar kehidupan di lautan berada di zona fotik, namun sebagian besar badan air di lautan berada di zona afotik. Di dalam zona afotik, lebih banyak terdapat cahaya bioluminesensi daripada cahaya matahari.[1] Sumber makanan bagi makhluk hidup di zona ini sebagian besar berasal dari organisme yang mati dan jatuh dari lapisan air di atasnya ke dasar danau atau lautan.[1][4]

Di lautan, zona afotik terkadang juga disebut dengan zona gelap. Pada umumnya, zona afotik di lautan bermula dari kedalaman di antara 200 meter sampai dengan 800 meter, yang berlanjut lebih dalam sampai dengan dasar laut.[5][6][7] Letak permulaan zona afotik di kedalaman laut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kekeruhan air dan keadaan musim setiap tahunnya. Di perairan tropis yang cerah, sinar matahari dapat menembus lebih dalam sehingga zona afotik dapat bermula dari kedalaman air yang jauh lebih dalam. Di wilayah sekitar kutub utara maupun kutub selatan, pengaruh sudut datang arah sinar yang berbeda dengan di wilayah tropis membuat sinar matahari tidak dapat menembus jauh lebih dalam sehingga zona afotik dapat bermula di kedalaman air yang lebih dangkal. Jika kondisi air keruh, material-material dalam air juga dapat menghalangi sinar matahari sehingga zona afotik dapat bermula di kedalaman yang dangkal.[1]

Zona afotik dapat dibagi lagi menjadi zona batial, zona abisal, dan zona hadal.[3] Zona batial berada di kedalaman 2.000 hingga 4.000 meter, sedangkan zona abisal terletak di kedalaman 4.000 meter hingga 6.000-6.500 meter. Zona hadal merupakan zona lapisan air yang lebih dalam daripada zona abisal, misalnya lapisan air di dasar palung.

Kehidupan

Kehidupan di zona afotik sebagian besar adalah hewan-hewan karnivora dan organisme lain yang mendapatkan makanannya dari sedimen atau organisme mati yang jatuh dari zona eufotik.[8] Makhuk hidup yang berada di zona afotik adalah spesies yang mampu bertahan hidup di kegelapan total.[9][10]

Terdapat banyak jenis hewan yang tidak biasa dan unik di zona kedalaman ini, misalnya ikan belut pelikan (saccopharyngiformes), cumi-cumi raksasa, ikan sungut ganda (lophiiformes), dan cumi-cumi vampir.[4][8] Dikarenakan tidak adanya sinar matahari, maka organisme air yang dapat melakukan fotosintesis seperti alga dan fitoplankton pada umumnya tidak dapat ditemukan di zona afotik, kecuali terbawa oleh arus air atau jatuh dari lapisan zona eufotik.[4]

Referensi

  1. ^ a b c d e f "Adaptations | manoa.hawaii.edu/ExploringOurFluidEarth". manoa.hawaii.edu. Diakses tanggal 2021-02-02. 
  2. ^ "aphotic | Origin and meaning of aphotic by Online Etymology Dictionary". www.etymonline.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-02-02. 
  3. ^ a b Webb, Paul. Introduction to Oceanography (dalam bahasa Inggris). 
  4. ^ a b c Yancey, Paul H.; Gerringer, Mackenzie E.; Drazen, Jeffrey C.; Rowden, Ashley A.; Jamieson, Alan (2014-03-25). "Marine fish may be biochemically constrained from inhabiting the deepest ocean depths". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 111 (12): 4461–4465. doi:10.1073/pnas.1322003111. ISSN 0027-8424. PMID 24591588. 
  5. ^ Thorne-Miller, Boyce. (1999). The living ocean : understanding and protecting marine biodiversity (edisi ke-2nd ed). Washington, D.C.: Island Press. hlm. 56–57. ISBN 1-55963-677-7. OCLC 39787752. 
  6. ^ Kunich, John C. (2006). Killing our oceans : dealing with the mass extinction of marine life. Internet Archive. Westport, Conn. : Praeger Publishers. hlm. 8-9. ISBN 978-0-275-98878-4. 
  7. ^ Williams, Linda D. (2004). Earth science demystified. New York: McGraw-Hill. hlm. 287. ISBN 0-07-143499-2. OCLC 55878852. 
  8. ^ a b "Aphotic Zone | Encyclopedia.com". www.encyclopedia.com. Diakses tanggal 2021-02-02. 
  9. ^ Pinet, Paul R. (2009). Invitation to oceanography (edisi ke-5th ed). Sudbury, Mass.: Jones and Bartlett Publishers. hlm. 294. ISBN 978-0-7637-5993-3. OCLC 234257198. 
  10. ^ Cold-water corals and ecosystems. Freiwald, André., Roberts, J. Murray., International Symposium on Deep-Sea Corals (2nd : 2003 : Erlangen, Germany). Berlin: Springer. 2005. hlm. 980. ISBN 978-3-540-27673-9. OCLC 262680312. 
Kembali kehalaman sebelumnya