Aksara Kawi (Sanskrit: कविcode: sa is deprecated kavi, "pujangga")[1] atau aksara Jawa Kuno adalah turunan aksara BrahmiPallava yang pernah digunakan secara bersejarahnya di wilayah lautanAsia Tenggara termasuk Kepulauan Melayu sekitar abad ke-8 hingga abad ke-16. Aksara ini digunakan untuk menulis bahasa Sanskrit serta bentuk-bentuk kuno bahasa-bahasa Jawa, Sunda dan Melayu.[1]
Aksara Kawi adalah sebuah abugida di mana setiap hurufnya mewakili atau melambangkan sebutan bunyi sebuah suku kata bervokal lalai /a/ yang dapat diubah dengan penggunaan tanda baca tertentu. Aksara ini ditulis tanpajarak antara kata-kata lengkap. Aksara ini terdiri sekitar 47 huruf, tetapi terdapat sejumlah huruf yang bentuk dan penggunaannya tidak diketahui pasti kerana sedikitnya contoh yang ditemukan dalam prasasti bertulis Kawi.[1]
Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), dan menambahkan konsonan akhir.[3][4] Beberapa tanda baca dapat digunakan bersama-sama, tetapi tidak semua kombinasi diperbolehkan. Tanda baca teks termasuk koma, titik, serta tanda untuk memulai dan mengakhiri bahagian-bahagian teks.[2]
Aksara Kawi memiliki huruf subskrip yang digunakan untuk menulis tumpukan konsonan, setara dengan pasangan dalam aksara Jawa dan pangangge dalam aksara Bali. Namun beberapa inskripsi aksara Kawi tidak menggunakan pasangan dalam penulisannya, seperti prasasti pada Candi Sukuh di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.[5][6]
Berikut contoh penulisan aksara Kawi dengan sampel teks dari Kakawin Ramayana:
Sejarah
Aksara Jawa Kuno berasal dari aksara Pallava yang mengalami penyederhanaan bentuk huruf pada sekira abad ke-8. Aksara Pallawa itu sendiri merupakan turunan aksara Brahmi dan berasal dari daerah India bahagian selatan. Aksara Pallava menjadi induk semua aksara daerah di Asia Tenggara (misalnya sistem-sistem Thai, Batak dan Burma).
Perbedaan terpenting antara aksara Pallawa dengan aksara Jawa Kuno antara lain adalah:
Aksara Jawa Kuno memiliki vokal e pepet pendek dan panjang, tidak pula pada aksara Pallawa.
Aksara Jawa Kuno cukup sering menggunakan tanda virama untuk menghilangkan vokal pada huruf konsonan, sedangkan aksara Pallawa biasanya hanya menggunakan virama di akhir ayat atau di akhir rangkap .
Aksara Jawa Kuno memiliki bentuk huruf berbeda dibanding aksara Pallawa, walaupun beberapa huruf masih ada kemiripan.
J. G. de Casparis (1975) mengelompokkan tahap-tahap perkembangan aksara Jawa Kuno, yaitu:
Aksara Jawa Kuno Awal / Aksara Kawi Awal (750–925 M)
Bentuk Kuno: Contohnya terdapat pada Prasasti Dinoyo dari Malang, Prasasti Sangkhara dari Sragen, dan Prasasti Plumpungan dari Salatiga.
Bentuk PIawai/Standard: Contohnya terdapat pada prasasti-prasasti dari masa pemerintahan Rakai Kayuwangi dan Rakai Balitung; misalnya Prasasti Rukam dari Temanggung, Prasasti Munduan dari Temanggung, dan Prasasti Rumwiga dari Bantul.
Aksara Jawa Kuno Akhir / Aksara Kawi Akhir (925–1250 M), dapat dilihat pada prasasti-prasasti dari zaman Kerajaan Medang di Jawa Timur dan Kerajaan Kediri; misalnya Prasasti Lemahabang dari Lamongan, Prasasti Cibadak dari Sukabumi, dan Prasasti Ngantang dari Malang.
Aksara Majapahit (sekira antara 1250–1450 M): Contohnya terdapat pada prasasti-prasasti dari zaman Kerajaan Majapahit; misalnya Prasasti Kudadu dari Mojokerto, Prasasti Adan-adan dari Bojonegoro, dan Prasasti Singhasari dari Malang.
Huruf
Tabel aksara Jawa Kuno di bawah merupakan tabel dengan bentuk huruf berdasarkan bentuk huruf standar dari abad ke-8 hingga 10. Perbandingan bentuk huruf selama perkembangan aksara Jawa Kuno dapat dilihat di Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Holle, 1882).
^De Casparis, J. G. Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia from the beginnings to c. AD 1500, Leiden/Koln, 1975, pp. 35-42 with footnotes
^Briggs, Lawrence Palmer (1950). "The Origin of the Sailendra Dynasty: Present Status of the Question". Journal of the American Oriental Society. JSTOR. 70 (2): 78–82. doi:10.2307/595536. ISSN0003-0279.