Pada masa permulaan Perang Diponegoro tahun 1825, pemerintah Hindia Belanda mendirikan suatu benteng di dekat titik pertemuan Bengawan Madiun dan Bengawan Solo, yang dinamakan Benteng Van Den Bosch[1] atau sebutan setempat Benteng Pendem Ngawi.[5]
Kali Madiun atau Bengawan Madiun dikenal sejak zaman dahulu sering mengakibatkan banjir di daerah aliran sungainya.[9]
Setiap tahun banjir musiman hasil luapan Bengawan Madiun merendam banyak sawah dan rumah penduduk yang tinggal di tepi sungai tersebut, termasuk sejumlah kecamatan di Kabupaten Ponorogo di bagian hulu,[3] sampai di sebagian kecamatan di Kabupaten Ngawi di bagian hilirnya.[10][11][12] Luapan air ini menambah ketinggian air Bengawan Solo yang menyebabkan banjir rutin di wilayah Kabupaten Bojonegoro.[13] Jika bukan musim hujan, maka sungai ini menjadi objek wisata, terutama untuk memancing ikan, atau tempat penduduk mencari pasir.[14]
Tempat wisata
Wana Wisata Grape: Sungai Catur (Sungai Grape).[15]
Wiratmoko, Y.P.B (2005). Cerita rakyat dari Madiun (Jawa Timur). Seri pendidikan budaya. Grasindo. ISBN9789797329815. hlm 13. Mengambil latar belakang antara lain Bengawan Madiun.
Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi Indonesia (1972). Monografi fisis daerah aliran Sungai Kali Madiun.