Ruma Maida (dirilis secara internasional dengan judul Maida's House) adalah film drama Indonesia yang ditulis oleh Ayu Utami, disutradarai Teddy Soeriaatmadja, dan dibintangi Atiqah Hasiholan, Yama Carlos, Nino Fernandez, dan Frans Tumbuan. Film ini, yang dirilis pada tahun 2009, menceritakan perjuangan seorang perempuan untuk menyelamatkan sebuah rumah bersejarah dari seorang pengembang; film Ruma Maida juga memperlihatkan bagaimana kehidupan pemilik rumah yang pertama.
Penggarapan film ini dimulai pada tahun 2008, ketika Ayu dihampiri oleh Lamp Pictures dan diminta untuk menulis sebuah skenario bertema nasionalisme; tugas itu diselesaikannya dalam waktu enam bulan, dengan bantuan dari Teddy. Setelah tiga bulan pra-produksi, film mulai diambil di Semarang, Jawa Tengah, dan Kota Tua Jakarta. Penyuntingan memerlukan waktu tiga bulan, lalu film ini —dengan musik yang disuguhkan oleh grup Naif dan lagu yang ditulis Ayu—ditayangkan pada tanggal 28 Oktober 2009, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Ruma Maida juga sempat ditayangkan dalam festival film di Singapura, Australia, dan Italia.
Ruma Maida, yang menggunakan gaya penggambaran film yang berbeda untuk adegan pada masa lalu dan masa modern, membahas pentingnya pendidikan, sejarah, dan pluralisme. Film ini mendapat sambutan yang cukup hangat dari para kritikus film; mereka cenderung menyukai gambaran dalam Ruma Maida tetapi mengkritik dialog yang dianggap terlalu berat. Film ini mendapat dua belas nominasi Piala Citra pada Festival Film Indonesia tahun 2009.
Alur
Seorang mahasiswi jurusan sejarah yang beragama Nasrani, Maida (Atiqah Hasiholan), mengurus sekolah gratis untuk anak jalanan di Jakarta. Sebelumnya, bangunan sekolah itu adalah rumah seorang pencipta lagu sekaligus pilot beragama Nasrani keturunan Indo, Ishak Pahin (Nino Fernandez), dan istrinya yang beragama Islam, Nani Kuddus (Imelda Soraya); ketika masih tinggal di rumah itu, Pahing menciptakan lagu "Pulau Tenggara", yang mengilhami Presiden Soekarno untuk membentuk Gerakan Non-Blok. Setelah Maida mengetahui kisah Pahing, dia mulai menulis skripsinya tentang pencipta lagu itu.
Suatu hari, ketika mengajar, kelasnya diganggu oleh seorang arsitek Muslim muda bernama Sakera (Yama Carlos), yang ditugaskan untuk mengusir Maida oleh Dasaad Muchlisin (Frans Tumbuan), seorang pengembang yang juga atasannya. Saat Maida dan Sakera berdebat di jalanan, mendadak terjadi kerusuhan besar di sekeliling mereka. Sakera melindungi Maida, yang merupakan keturunan Tionghoa, lalu memberitahukannya bahwa dia hendak membantu Maida agar sekolah itu tetap dapat dijalankan. Namun, bangunan sekolah itu dijadwalkan untuk diruntuhkan dalam waktu satu minggu.
Setelah mereka gagal dalam usaha untuk membujuk Muchlisin untuk tetap melestarikan rumah itu, Sakera mendengar bahwa rumah itu berada di tanah sengketa. Karena itu, Maida mulai mencari bukti kepemilikan rumah tersebut, supaya bisa tetap menggunakannya. Dengan bantuan dari kelompok musik keroncong yang ada hubungan darah dengan Ishak, Maida menemukan ruang bawah tanah. Di sana, Maida dan Sakera – yang sudah mulai jatuh cinta – menemukan dokumentasi sejarah rumah itu. Dengan bantuan mantan pacar ibunya, seorang sejarawan Tionghoa bernama Kuan (Henky Solaiman), Maida bisa mengetahui pemilik rumah yang sebenarnya.
Ternyata Ishak, yang dibesarkan dalam gerakan kemerdekaan dan kenal dengan banyak tokoh sejarah yang penting, ditangkap oleh mata-mata Jepang bernama Maruyama (Verdi Solaiman) – seorang pria yang menginginkan Nani, dengan alasan dia merupakan blasteran Indonesia-Belanda. Setelah disiksa, Ishak dibebaskan dan mengetahui bahwa istrinya telah diperkosa dan dibunuh; anak mereka yang baru lahir, Fajar, diculik. Beberapa bulan kemudian Ishak gugur saat pesawat Dakota VT-CLA, yang membawa keperluan medis, ditembak Belanda di Yogyakarta. Sementara, Fajar dibesarkan Maruyama – si penculik – dan namanya diganti menjadi Dasaad Muchlisin.
Dengan informasi ini, Maida, Sakera, dan Kuan mendekati Muchlisin dan menceritakan begitu pentingnya rumah itu dalam kehidupan Muchlisin. Setelah cukup lama bergeming, Muchlisin menyuruh mereka pergi. Beberapa bulan kemudian, pada hari pernikahan Maida dan Sakera – saat mereka menikah di masjid dan juga gereja – Muchlisin datang dan menyatakan bahwa dia sudah tidak ingin meruntuhkan rumah itu. Dia justru memperbaikinya dan menjadikannya sebagai sekolah untuk anak jalanan, dengan nama Ruma Maida.
Produksi
SkenarioRuma Maida ditulis Ayu Utami; ini merupakan skenarionya yang pertama.[1] Seorang wanita yang lebih dikenal karena menulis novel, dia cenderung tidak mau menulis skenario karena beranggapan bahwa skenario itu terlalu mengutamakan kepentingan komersial.[2][3] Dia menulis skenario ini dalam waktu enam bulan, mulai pada tahun 2008, saat dia diminta Lamp Pictures – yang mendanai film ini bersama dengan Karuna Pictures[4] – agar dia menulis sebuah cerita bertema nasionalisme.[1][2] Menurut sutradara Teddy Soeriaatmadja, yang sudah terlibat dari awal pembuatan skenario,[5] dia dan Ayu membuat tujuh versi cerita sebelum akhirnya bisa menyepakati cerita yang akan digunakan.[6] Dia berpendapat bahwa skenario itu dapat digunakan sebagai cara belajar sejarah Indonesia, yang menurut dia menarik,[4] dan mengutamakan tema pendidikan, keragaman, serta sejarah.[2]
Pra-produksi untuk Ruma Maida memerlukan waktu tiga bulan.[2] Tokohnya ditulis tanpa membayangkan siapa yang akan memainkannya. Atiqah Hasiholan, yang pernah membintangi film Jamila dan Sang Presiden (2009), dipilih sebagai Maida.[7][8] Yama Carlos, yang berperan sebagai Sakera, awalnya dipilih untuk peran lain; dia dipilih untuk memainkan tokoh utama secara mendadak.[9] Pemain yang dipilih untuk berperan sebagai Muchlisin, Frans Tumbuan, merupakan satu-satunya yang diaudisi karena Teddy beranggapan bahwa memang Frans yang paling cocok.[10] Dalam sebuah wawancara, Teddy menyatakan bahwa Ruma Maida mempunyai jumlah pemain yang paling besar dari semua filmnya.[11]
Pengambilan gambar dilakukan di Kota Tua Jakarta serta Semarang, Jawa Tengah,[12][13] dalam periode satu minggu. Teddy berpendapat bahwa adegan yang paling susah difilmkan ialah adegan yang terjadi pada masa modern, terutama saat terjadi kerusuhan;[2] akan tetapi, penata artistik Indra Tamoron Musu beranggapan bahwa adegan yang terjadi pada masa lampau justru yang paling sukar, karena perlu penelitian terlebih dahulu.[14] Adegan yang terjadi di rumah Ishak diambil secara terpisah. Yang terjadi pada tahun 1998 diambil terlebih dahulu, lalu kru artistik merenovasi rumah tersebut untuk adegan yang terjadi pada masa lampau.[15] Atiqah beranggapan bahwa Teddy merupakan sutradara yang sangat tegas, yang menyatakan apa yang diinginkannya secara jelas kepada setiap pemain.[16] Akan tetapi, sinematografer Ical Tanjung menyatakan bahwa Teddy masih mau menerima masukan dari pemain dan kru.[17] Penyuntingan, yang dikerjakan Waluyo Ichwandiardono, memerlukan waktu tiga bulan.[2][18]
Grup musik Indonesia Naifmendaur ulang beberapa lagu untuk Ruma Maida, termasuk lagu dari tahun 1940-an seperti "Juwita Malam" (karya Ismail Marzuki[19]), "Di Bawah Sinar Bulan Purnama" (karya R. Maladi[20]), dan "Ibu Pertiwi".[4] Lagu daur ulang ini direkam dalam waktu lima hari.[21] Ayu menulis "Pulau Tenggara", yang dinyanyikan Imelda Soraya.[4]
Tema
Benny Benke, melalui tulisannya dalam koran Suara Merdeka, menyatakan bahwa Ruma Maida merupakan "hasil interpretasi bebas atas sejarah resmi yang terlalu angkuh, mendominasi, sekaligus dogmatis."[12] Dia menulis bahwa film ini terkadang kurang jelas membedakan peristiwa yang benar-benar terjadi dan yang dibuat-buat.[12] Ayu menyatakan bahwa orang-orang dari zaman Revolusi Nasional "yakin dengan impian mereka" dan mempunyai "semangat heroisme dan patriotisme yang kuat", hal yang menurutnya diperlukan untuk Indonesia.[1] Teddy juga menyatakan bahwa film ini dimaksudkan agar membahas masalah modern Indonesia, melalui sejarah rumah Ishak.[22] Wakil sutradara Azhar Lubis menyatakan bahwa rumah itu mewakili Indonesia secara keseluruhan; menurut penjelasannya, bilamana negara tidak dirawat, bisa saja roboh dan runtuh.[23]
Dalam harian Media Indonesia, Yulia Permata Sari menulis bahwa Teddy tampaknya menekankan bahwa orang Indonesia harus ingat dan menghargai sejarah melalui alur dan penokohan film Ruma Maida.[24] Film ini memperlihatkan pencipta lagu "Indonesia Raya", W.R. Supratman, serta Laksmana Muda Maeda Tadashi, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Presiden Soekarno, dan Perdana Menteri Sutan Sjahrir.[25][26] Atiqah beranggapan bahwa film ini merupakan suatu peringatan, agar kesalahan pada masa lampau tidak terulang.[27]
Triwik Kurnasari, melalui tulisannya dalam The Jakarta Post, berpendapat bahwa adanya adegan Kerusuhan Mei 1998 serta kejatuhan Soeharto menyinggung soal pluralisme.[4] Ayu, dalam sebuah wawancara dengan harian Jakarta Globe, menyatakan bahwa dia bermaksud untuk menunjukkan diversitas dengan memberi setiap tokoh latar belakang etnis, agama, dan sosio-ekonomi yang berbeda.[2] Dalam wawancara lain, Ayu menyatakan bahwa film ini dimaksud untuk menunjukkan bagaimana moto nasional Bhinneka Tunggal Ika dapat diterapkan di Indonesia.[28] Dalam sebuah resensi lain, Dewi Anggraeni menulis bahwa Ruma Maida "melukis gambaran yang lebih nyata mengenai masyarakat Indonesia, ketika tidak semua orang dapat dimasukkan dalam kategori sosial, rasial, atau ekonomi",[a] sehingga tokohnya tidak masuk dalam stereotipe yang berlaku pada umumnya.[29]
Gaya penceritaan
Ruma Maida menggunakan warna dan cara pengambilan gambar untuk menunjukkan periode waktu yang berbeda. Adegan yang terjadi pada masa lampau diberi warna sepia dan diambil dengan kamera statis, sementara yang terjadi pada tahun 1998 mempunyai warna yang lebih alami dan diambil dengan menggunakan kamera handheld.[25] Penggunaan kamera handheld ini bertujuan agar masa modern dapat digambarkan dengan "sekasar mungkin dan tidak steril", sementara masa lampau dibuat kelihatan manis, indah dan bersih; ini berkaitan dengan tema mengindahkan masa lalu.[30] Peristiwa yang terjadi dalam kehidupan Ishak digambarkan dalam kilas balik yang diselingi adegan yang menceritakan Maida.[25][31] Tempo film ini cukup pelan, dan gambarnya diambil dari sudut yang "unik".[32]
Dalam majalah Tempo, Kurie Suditmo menulis bahwa Ruma Maida memasukkan beberapa cerita kecil, misalkan Kongres Pemuda pada tahun 1928, pendidikan anak jalanan, serta adegan ketika Sakera membahas ilmu arsitek dengan Muchlisin; menurut Kurie, hal ini membuat film ini lebih susah dipahami.[26] Armando Siahaan, yang menulis resensi film di Jakarta Globe, mencatat bahwa ada beberapa adegan yang mirip, misalkan kerusuhan setelah menyerahnya Jepang pada tahun 1945 dan yang terjadi pada bulan Mei 1998.[32]
Rilis dan penerimaan
Ruma Maida dirilis perdana pada tanggal 28 Oktober 2009, pada Hari Sumpah Pemuda[4] – tanggal ini sudah lama dipilih, karena dianggap tanggal yang mempunyai kekuatan historis.[33] Pada hari berikutnya, film ini dirilis secara luas.[25]Ruma Maida ditayangkan di Singapore International Film Festival pada bulan April 2010.[34] Pada bulan Agustus, Ruma Maida ditayangkan tiga kali pada Indonesian Film Festival di Melbourne, Australia.[29][35] Pada bulan November film ini ditayangkan di Asiatica Film Mediale di Roma, Italia, dengan judul La Casa Di Maida.[36]
Ruma Maida mendapatkan sambutan yang bermacam-macam. Triwik menyebut film ini sebagai "cara yang menarik untuk lebih memahami sejarah [Indonesia] yang panjang."[4] Benny menulis bahwa gambar yang ada dalam film ini cukup menarik, tetapi dialognya ada yang "berlarat-larat",[12] Yulia menyatakan bahwa sinematografinya dikerjakan dengan baik, tetapi berpendapat bahwa alur film ini ada yang membingungkan.[24] Kurie berpendapat bahwa film ini memiliki gambar yang menarik tetapi kurang kuat karena alurnya yang berbelit-belit.[26]
Dewi, yang menulis laporan dari Indonesian Film Festival di Australia, beranggapan bahwa Ruma Maida dapat menggunakan alur yang dengan mudah mengalir bersama sejarah perjuangan Indonesia; akan tetapi, dia merasa bahwa ada unsur plot yang tidak mudah dipercaya.[29] Armando menulis bahwa film ini "mungkin terbatas dalam penciptaan dan penampilannya, tetapi patut dihargai karena mampu membahas masalah sosial sekaligus menunjukkan sejarah nasional."[b][32] Sebuah resensi dalam surat kabar Republika berisi pendapat bahwa film ini mungkin terlalu membosankan untuk penonton pada umumnya karena alurnya yang bergerak lambat.[25]
Ruma Maida dirilis dalam bentuk DVD di Indonesia pada pertengahan tahun 2010 oleh EZY Home Entertainment, setelah lulus dari Lembaga Sensor Film pada bulan Februari. DVD ini berisikan subtitle dalam bahasa Inggris serta sebuah film dokumenter yang menceritakan proses produksi Ruma Maida.[37]
Penghargaan
Ruma Maida dinominasikan untuk dua belas Piala Citra dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2009. Film ini memenangi satu kategori.[38]
^Asli: "paints a more realistic picture of Indonesia’s society, where people do not necessarily fit into neat social, racial or economic categories"
^Asli: "may have limitations in its execution and presentation, but is highly commendable for its ability to raise social questions and delve into the nation’s history."
Anggraeni, Dewi (8 September 2010). "RI film festival takes on Australian silver screen". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-08. Diakses tanggal 7 April 2012.Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Benke, Benny (26 October 2009). "Membebaskan Sejarah". Suara Merdeka. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-08. Diakses tanggal 8 May 2012.
Kurniasari, Triwik (1 November 2009). "'Ruma Maida' portrays the country's history". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-07. Diakses tanggal 7 April 2012.Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
"'Jamila dan Sang Presiden' ready for Oscar". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 31 October 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-01. Diakses tanggal 1 April 2012.Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
"More than a Learning Experience"(PDF). indonesianfilmfestival.com.au (dalam bahasa Inggris). Indonesian Film Festival. Diarsipkan(PDF) dari versi asli tanggal 2012-05-13. Diakses tanggal 13 May 2012.Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
"Penghargaan Ruma Maida". filmindonesia.or.id. Jakarta: National Library of Indonesia and Sinamatek. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-08. Diakses tanggal 9 May 2012.
"Rediscovering world cinema in Singapore". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 18 April 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-08. Diakses tanggal 8 May 2012.Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
"Ruma Maida". asiaticafilmmediale.it (dalam bahasa Inggris). Asiatica Film Mediale. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-13. Diakses tanggal 13 May 2012.
Setiawan, Iwan (1 November 2009). "Ayu Utami, nationalism and 'Ruma Maida'". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-08. Diakses tanggal 8 May 2012.Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Siahaan, Armando (27 October 2009). "'Ruma Maida' A Potent Tangle". The Jakarta Globe (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-08. Diakses tanggal 8 May 2012.Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Soeriaatmadja, Teddy (director and producer) (2010). Nota album untuk Ruma Maida. Jakarta: EZY Home Entertainment.
Soeriaatmadja, Teddy (director and producer) (2010a). Di Balik Layar Part 1. Jakarta: EZY Home Entertainment. OCLC706774253.
Soeriaatmadja, Teddy (director and producer) (2010b). Di Balik Layar Part 2. Jakarta: EZY Home Entertainment. OCLC706774253.
Suditomo, Kurie (9 November 2009). "Ruma Itu Punya Cerita". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-08. Diakses tanggal 8 May 2012.
Railway station in Warwickshire, England Wood EndWood End station in July 2020General informationLocationWood End, Stratford-on-AvonEnglandGrid referenceSP106718Managed byWest Midlands TrainsPlatforms2Other informationStation codeWDEClassificationDfT category F2Passengers2017/18 11,6882018/19 13,6662019/20 12,9622020/21 2,3162021/22 9,426 LocationNotesPassenger statistics from the Office of Rail and Road Wood End is a railway station on the North Warwickshire Line serving the village of Wood End…
Battle of GirolataPart of the Ottoman–Habsburg warsCorsica shown in greenDate15 June 1540LocationGulf of Girolata, near Osani (Corsica)Result Spanish-Genoese victoryBelligerents Spanish Empire Republic of Genoa Ottoman EmpireCommanders and leaders Giannettino Doria Berenguer de Requesens Dragut (POW)Strength 21 galleys[1] 11 galleysCasualties and losses minor 11 galleys captured, 1,200 prisoners, 1,200 galley slaves freed[1][2] vteOttoman–Habsburg warsHungar…
سفارة تونس لدى مالطا تونس مالطا الإحداثيات 35°53′32″N 14°26′51″E / 35.89216°N 14.44754°E / 35.89216; 14.44754 البلد مالطا المكان فاليتا العنوان VALLETTA ROAD ATTARD ATD 9052 MALTE السفير ياسين الواد تعديل مصدري - تعديل سفارة تونس لدى مالطا هي البعثة الدبلوماسية لجمهورية تونس لدى جمهورية م
Goran Bregović (2013) Goran Bregović (* 22. März 1950 in Sarajevo) ist ein bosnischer Musiker und Komponist. Inhaltsverzeichnis 1 Biographie 2 Wedding and Funeral Orchestra 3 Filmografie (Auswahl) 4 Diskografie (Auszug) 5 Ehrungen 6 Weblinks 7 Einzelnachweise Biographie Bregović, der einen kroatischen Vater aus Križevci und eine serbische Mutter aus der Herzegowina hat, bezeichnet sich selbst weiterhin als Jugoslawe. Darüber hinaus ist seine Frau Dženana Bosniakin.[1] Nachdem er s…
Baseball team Cal State Fullerton Titans 2023 Cal State Fullerton Titans baseball teamFounded1965UniversityCalifornia State University, FullertonHead coachJason Dietrich (2nd season)ConferenceBig WestLocationFullerton, CaliforniaHome stadiumGoodwin Field (Capacity: 3,500)NicknameTitansColorsNavy blue, white, and orange[1] NCAA Tournament champions1979, 1984, 1995, 2004College World Series runner-up1992College World Series appearances1975, 1979,…
Selección femenina de fútbol sub-17 de Dinamarca Datos generalesPaís DinamarcaCódigo FIFA DENFederación Unión Danesa de FútbolConfederación UEFASeleccionador Klaus StruckEquipaciones Primera Segunda Primer partido Dinamarca 24:0 ArmeniaStrumica, Macedonia — 16 de octubre de 2007Campeonato Europeo Femenino Sub-17 de la UEFA 2007-08Mejor(es) resultado(s) Dinamarca 24:0 Armenia Strumica, Macedonia — 16 de octubre de 2007Campeonato Europeo Femenino Sub-17 de la UEFA 2007-08Peor(es)…
وزارة البناء والإسكان (إسرائيل) تفاصيل الوكالة الحكومية البلد إسرائيل تأسست 1961 الإحداثيات 31°47′45″N 35°13′59″E / 31.79593°N 35.233096°E / 31.79593; 35.233096 الإدارة موقع الويب الموقع الرسمي تعديل مصدري - تعديل وزارة البناء والإسكان (بالعبرية: מִשְׂרַד הַבִּנּוּי)[…
Bong Joon Ho dirigiu o primeiro filme da Coreia do Sul a ser indicado e ganhar o prêmio com Parasita (2019). Lista de filmes sul-coreanos concorrentes à indicação ao Oscar de melhor filme internacional (anteriormente conhecido como Oscar de melhor filme estrangeiro). A Coreia do Sul inscreve filmes para concorrer a essa categoria desde 1962.[3] O prêmio é concedido anualmente pela Academia de Artes e Ciências Cinematográficas.[4] O indicado sul-coreano é escolhido anualmente por um comi…
For other places with a similar name, see Nachit. Village in West Azerbaijan province, Iran Village in West Azerbaijan, IranNachit Persian: ناچيتVillageNachitCoordinates: 36°34′34″N 46°13′02″E / 36.57611°N 46.21722°E / 36.57611; 46.21722[1]Country IranProvinceWest AzerbaijanCountyBukanDistrictSimminehRural DistrictAkhtachi-ye SharqiPopulation (2016)[2] • Total2,850Time zoneUTC+3:30 (IRST) Nachit (Persian: ناچيت, …
Sri Lankan musician (1945–2003) Gunadasa Kapuge ගුණදාස කපුගේBornEllamulla Kapuge Gunadasa(1945-08-07)August 7, 1945Elpitiya, Sri LankaDiedApril 3, 2003(2003-04-03) (aged 57)Colombo, Sri LankaNationalitySri LankanEducationEeramulla Junior College Karandeniya Central College Nagoda Vidyalaya, Galle Dharmasoka CollegeAlma materHaywood School of Music Bhatkhande Music InstituteOccupation(s)Singer, composer, playback singerSpousePrema Vithanage (m.1978)[1]Chi…
Writing system used to write Meitei language Not to be confused with Bengali alphabet or Bengali-Assamese script. This article is about the historically and naturally evolved writing system used to write Meitei language. For the constructed script invented in 20th century CE, see Naoriya Phulo script. For disambiguation, see Meitei Yelhou Mayek. You can help expand this article with text translated from the corresponding article in Ukrainian. Click [show] for important translation instructions. …
This article includes a list of general references, but it lacks sufficient corresponding inline citations. Please help to improve this article by introducing more precise citations. (December 2012) (Learn how and when to remove this template message) 314th Operations GroupC-130 Hercules lined up for takeoff at Little Rock Air Force BaseActive1942–1957; 1978–1980; 1991–presentCountry United StatesBranch United States Air ForcePart of314th Airlift WingMotto(s)Viri Veniente La…
Dieter Janecek (2023) Video-Vorstellung (2014) Dieter Gerald Janecek (* 25. Mai 1976 in Pirmasens) ist ein deutscher Politiker (Bündnis 90/Die Grünen). Er ist seit 2013 Mitglied des Deutschen Bundestages und seit 2023 Koordinator der Bundesregierung für die maritime Wirtschaft und Tourismus. Inhaltsverzeichnis 1 Leben 2 Politische Laufbahn 3 Politische Standpunkte 3.1 Verkehrspolitik 3.2 Digitalisierung, Umwelt- und Wirtschaftspolitik 3.3 Drogenpolitik 3.4 Covid-19-Pandemie 4 Mitgliedschaften…
Nguni ethnic group in Southern Africa Amazulu redirects here. For other uses, see Amazulu (disambiguation). Zulu peopleAmaZuluTotal population14,243,600[1]Regions with significant populations South Africa13,644,000[1][2] Zimbabwe207,000[1] Lesotho204,000[1] Eswatini99,000[1] Malawi76,000[1] Mozambique6,900[1] Botswana6,700[1]LanguagesZuluTsonga, Sotho, Xhosa, EnglishReligionChristianity, Zu…