Pulau Saipan hanya sebesar 19 km, lebarnya 9 km, dan luasnya hanya 115 km persegi. Jaraknya dari Guam hanya 190 km saja. Sekitar 500 km dari Pulau Morotai, Indonesia. Dan kehidupan warganya campuran Spanyol, Jepang, Tionghoa, Filipina, Bugis, Makassar, Madura, Sanger Talaud, Ternate, Amerika, Hawaiian, Samoan dan Dayak. Jalan yang terkenal di Saipan adalah Jalan Garapan.[2]
Kontur pulau seluas 122 kilometer persegi ini banyak berbukit-bukit dengan berpuncak pada Gunung Tagpochau yang tingginya sekitar 460 meter. Di kawasan timur dan utara Saipan tidak ada pantai berkontur datar karena terdapat tebing terjal dan tinggi yang langsung membatasi pulau ini dengan laut. Tanah yang datar terdapat di bagian barat dan selatan, umumnya dimanfaatkan untuk perkebunan tebu. Pulau ini kira-kira panjangnya 23 kilometer serta lebarnya 9 kilometer.
Perang Dunia II
Saipan merupakan salah satu tempat bersejarah dalam peristiwa Perang Dunia II dan Perang Pasifik. Selama perang, pulau ini pernah menjadi bagian dari koloniKekaisaran Jepang, karena Jepang ingin menguasai sumber daya alam di pulau ini. Saipan juga dijadikan pangkalan militer Jepang selama Perang Dunia II. SDA serta SDM di sana dieksploitasi besar-besaran oleh Jepang seperti halnya di Hindia Belanda di mana penduduknya diperintahkan untuk melakukan praktik kerja Romusha.
Setelah Jepang kalah terhadap Sekutu pada Pertempuran Laut Karang, lalu menyerah pada 14 Agustus 1945, Jepang harus menyerahkan seluruh wilayah jajahannya kepada Sekutu. Hal ini tercantum dalam Perjanjian San Francisco pada 2 September 1945.
Saipan kemudian diserahkan kepada Amerika Serikat berdasarkan Perjanjian San Francisco. Hingga kini, Saipan dan seluruh Kepulauan Mariana Utara dimiliki oleh Amerika Serikat meskipun statusnya bukan negara bagian tetapi sebagai persemakmuran atau dependensi.