Tim kampanye Prabowo telah menyerukan protes setelah hasil awal menunjukkan kemenangan Jokowi. Protes dimulai pada hari pengumuman resmi hasil pemilu pada tanggal 21 Mei. Protes-protes yang tegang di sekitar gedung-gedung lembaga-lembaga pemilihan umum diikuti oleh kerusuhan pada malam hari tanggal 21 Mei di beberapa daerah. Delapan orang dilaporkan tewas oleh petugas keamanan melalui pembunuhan di luar hukum, sementara ratusan lainnya terluka.
Amnesty International merilis sebuah laporan yang mengutuk perlakuan brutal terhadap para pengunjuk rasa sebagai "pelanggaran hak asasi manusia yang serius."[2]
Hingga 21 Mei, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat lebih dari 1.300 orang yang datang dari berbagai provinsi di Indonesia yang akan mengikuti demonstrasi ini. Mengantisipasi banyaknya peserta yang turun ke jalan mengikuti demonstrasi ini, lalu lintas Jalan M. H. Thamrin ditutup baik dari arah Jalan Sudirman ke Monumen Nasional maupun sebaliknya. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) sudah mempersiapkan rekayasa lalu lintas untuk mengantisipasi terjadinya penumpukan peserta yang lebih besar dibanding pada 21 Mei. Sejumlah koridor bus Transjakarta juga turut dialihkan untuk menghindari jalan yang ditutup itu.[5] Dalam menghadapi peserta demonstrasi, Polri akan mengedepankan negosiasi dalam pengamanan demonstrasi ini.[6]
Peristiwa
21 Mei
Para pengunjuk rasa tidak diperbolehkan menggelar aksi langsung di depan gedung Bawaslu. Protes sebagian besar berlangsung damai, dan para pengunjuk rasa serta polisi berbuka puasa bersama di depan Bawaslu. Secara nominal, aksi unjuk rasa harus selesai pada pukul 18.00 waktu setempat sesuai peraturan daerah, namun setelah dilakukan perundingan, aksi unjuk rasa dibiarkan berlanjut hingga lewat salat Tarawih, dan pengunjuk rasa di Bawaslu mulai dibubarkan sekitar pukul 21.00. Usai meninggalkan lokasi aksi, massa massa bergerak menuju Jalan Wahid Hasyim menuju Menteng dan Tanah Abang.
Namun, pada pukul 21.30, massa kembali terbentuk di depan Bawaslu dan baru bubar sekitar pukul 22.45. Berdasarkan laporan resmi, massa pengunjuk rasa berusaha memaksa masuk ke kantor Bawaslu sekitar pukul 23.00, namun TNI dan Polri berhasil menghalau massa ke Tanah Abang untuk dibubarkan. Di sana, polisi diserang massa dengan kembang api dan batu, sementara polisi menggunakan gas air mata. Massa juga membakar sampah dan potongan kayu, yang kemudian dipadamkan polisi dengan meriam air. Setidaknya 100 pengunjuk rasa ditahan oleh polisi. Pernyataan polisi menyatakan bahwa massa – yang bentrok dengan polisi hingga awal tanggal 22 Mei – bukanlah pengunjuk rasa Bawaslu.
22 Mei
Pada awal tanggal 22 Mei, sekelompok orang tak dikenal membakar mobil yang diparkir di depan asrama Brimob di jalan KS Tubun Petamburan, Tanah Abang. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Aparat kepolisian mengerahkan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan massa yang berada di lokasi. Kelompok tersebut kemudian dilaporkan telah menyebar ke pemukiman sekitar. Jalan menuju lokasi kemudian ditutup polisi.
Keesokan harinya, massa pengunjuk rasa kembali ke gedung Bawaslu, yang perimeternya dirusak kawat berduri pada protes hari sebelumnya dan diganti. Kerumunan lainnya juga berkumpul di perempatan Sarinah, tempat mereka ditahan oleh polisi anti huru hara. Sebuah restoran McDonald's dirusak oleh pengunjuk rasa. Protes dan bentrokan ringan juga terjadi di kawasan Slipi (di Palmerah, Jakarta Barat), dimana terjadi pelemparan batu dan pembakaran ban. Beberapa pengunjuk rasa mengaku telah menemukan peluru berlubang di kendaraan polisi, klaim yang dibantah oleh polisi. Di sisi lain, polisi melaporkan telah menyita amplop berisi uang dari para pengunjuk rasa yang ditangkap, sebuah klaim yang dibantah oleh para pemimpin oposisi. Di tempat terpisah, ambulans berlabel Gerindra diamankan polisi menyusul keributan yang menyebutkan ambulans asal Tasikmalaya itu membawa batu dan amplop uang.
Pihak berwenang mengumumkan pada tanggal 22 Mei bahwa pengiriman gambar dan video melalui aplikasi media sosial, seperti WhatsApp, akan dibatasi sementara untuk mencegah penyebaran hoaks dan konten provokatif.
Kerusuhan berlanjut di malam hari, dengan satu truk pemadam kebakaran dibajak oleh massa dan krunya dipaksa untuk menyemprot polisi anti huru-hara. Massa kerusuhan di Slipi, Palmerah dihadang pasukan Korps Marinir Indonesia yang berunding dengan kelompok tersebut. Keesokan harinya, Prabowo meminta para pendukungnya untuk "pulang, beristirahat dan percaya pada hukum", dengan menyatakan niatnya untuk menggugat hasil pemilu.
Korban Jiwa
Gubernur Jakarta Anies Baswedan menyatakan enam orang tewas dan 200 orang luka-luka akibat protes dan kerusuhan tersebut hingga pukul 09:00 tanggal 22 Mei. Seorang pria tertembak di dada dan dibawa ke rumah sakit, namun meninggal di sana. Sebuah rumah sakit yang menerima pengunjuk rasa yang terluka mencatat bahwa "lebih dari satu" dari 17 pasiennya mengalami luka tembak, dan satu diantaranya memerlukan pembedahan. Baswedan memperbarui pernyataannya pada tanggal 23 Mei, dengan mengatakan bahwa ada delapan orang yang tewas dalam protes tersebut. Selain itu, lebih dari 600 orang dilaporkan terluka dalam berbagai tingkat. ABC Australia menjuluki peristiwa tersebut sebagai "kekerasan politik terburuk di Indonesia dalam dua dekade".
Tanggapan
Jokowi mengumumkan dalam sebuah pidato resmi pada tanggal 22 Mei bahwa "tidak akan ada ruang bagi para perusuh yang merusak negara", dan bahwa TNI dan Polri akan bertindak sesuai dengan peraturan yang ada.[7] Di sekitar waktu yang sama, Prabowo juga memberikan pidato, menyerukan agar pihak berwenang dan para pendukungnya tidak menggunakan kekuatan fisik.[8] Sebelum peristiwa tersebut, Prabowo telah mengatakan bahwa perusuh bukanlah pendukungnya.[9] Gubernur Anies Baswedan meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.[10]Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, menyatakan bahwa "preman bayaran" menghasut kerusuhan dan mengklaim bahwa pemerintah telah mengetahui "dalang" dari peristiwa tersebut.[11]
Pasar tekstil Tanah Abang, pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara, ditutup untuk sementara waktu karena akses menuju lokasi diblokir oleh kerusuhan.[12] Nilai tukar Rupiah jatuh karena masalah politik.[13]TransJakarta menghentikan 14 rute yang melewati daerah Tanah Abang karena situasi yang tidak kondusif.[14] Di Surabaya, wali kota Tri Rismaharini menginstruksikan agar murid-murid diliburkan pada tanggal 22 Mei karena kekhawatiran orang tua murid akan keamanan.[15]
Pada bulan-bulan menjelang pemilu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengkritik Facebook karena "tidak kolaboratif" dalam hal "penghapusan konten" dari layanannya, termasuk Instagram.[16] Ketika demonstrasi dimulai, Menteri Keamanan Wiranto menepati janjinya bahwa "pihak berwenang akan membatasi akses ke media sosial".[17] Ketika demonstrasi berlangsung, warga negara Indonesia dilarang menggunakan WhatsApp, Facebook, dan Instagram untuk berkomunikasi satu sama lain.[18] Laporan saksi mata dari beberapa warga negara Indonesia mengonfirmasi pemadaman penggunaan teknologi komunikasi digital utama Indonesia, WhatsApp, yang diblokir selama beberapa hari, dengan jam malam, hingga ke Singaraja, Bali, yang berjarak sekitar 957 kilometer. Selama masa ini, beberapa orang Indonesia mulai menggunakan VPN untuk menghindari pembatasan dalam berbicara, yang menyebabkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menginstruksikan masyarakat Indonesia untuk "menghapus" VPN kurang dari seminggu setelah demonstrasi dimulai.[19]