Sejumlah tumbuhan dan satwa dilindungi oleh pemerintah Indonesia melalui peraturan perundang-undangan. Dasar hukum perlindungan ini adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Maksud istilah pengawetan di sini adalah upaya untuk menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya—baik di dalam maupun di luar habitatnya—agar tidak punah.[1] Salah satu upaya pengawetan tersebut yaitu penetapan tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan tidak dilindungi.[2]
Terhadap tumbuhan yang dilindungi, setiap orang dilarang untuk: (1) mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; dan (2) mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.[3] Sedangkan terhadap satwa yang dilindungi, setiap orang dilarang untuk: (1) menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (2) menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; (3) mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (4) memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; dan (5) mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.[4]
Daftar tumbuhan dan satwa yang dilindungi telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan ini dilakukan pemerintah setelah mendapatkan pertimbangan otoritas keilmuan yang ditunjuk, yakni Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Daftar yang berlaku saat ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Di bawah ini adalah 904 spesies hewan dan tumbuhan dilindungi,[5] disertai dengan informasi apendiks CITES[6] dan kategori dalam daftar merah IUCN.
^ abcdefghNomor urut berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
^ abcdefghCITES mengelompokkan spesies menjadi tiga kategori: (1) Apendiks I, yaitu seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional; (2) Apendiks II, yaitu spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan; dan (3) Apendiks III, yaitu spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya bisa dinaikkan ke dalam Apendiks II atau Apendiks I.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI & Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2019). Panduan Identifikasi Jenis Satwa Liar Dilindungi: Aves(PDF). Passeriformes (Burung Kicau). Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.