Hanung Bramantyo Anugroho (lahir 1 Oktober 1975) adalah seorang sutradara, produser, penulis skenario, dan pemeran Indonesia keturunan Jawa dan Tionghoa. Ia pernah berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, tetapi tidak menyelesaikannya. Setelah itu, ia berpindah ke Institut Kesenian Jakarta untuk belajar di jurusan Film, yang berada di bawah naungan Fakultas Film dan Televisi.
Saat dirilis, film ini disambut dengan kontroversi karena dianggap melakukan kritikan kontraproduktif atas tradisi Islam konservatif yang masih dipraktikkan dalam banyak pesantren di Indonesia. Salah satu pengurus Majelis Ulama Indonesia menyarankan supaya film ini ditarik dari edaran agar diubah sesuai dengan yang ia inginkan.[2]
Setelah beberapa hari tayang di bioskop, film ini sempat menuai protes, khususnya dari masyarakat Minangkabau. Sebuah forum persatuan masyarakat Minangkabau melaporkan Hanung selaku sutradara film ini ke Kepolisian Daerah Metro Jaya dengan Pasal 156 KUHP juncto Pasal 4 dan 16 Undang-Undang no. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Hal ini disebabkan oleh penggambaran tokoh Diana sebagai perempuan nonmuslim yang bermukim di Padang, dianggap menyinggung masyarakat Minangkabau yang identik dengan agama Islam. Melalui akun Twitter-nya, Hanung menjelaskan bahwa tokoh Diana tidak disebutkan berasal dari Minangkabau, melainkan merupakan warga pendatang yang tinggal dan dibesarkan di Padang untuk menunjukkan keberagaman masyarakat di sana.[5][6]
Soekarno
Pada bulan September 2013, putri dari Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri mengkritik bahwa film ini tidak cocok menampilkan Ario Bayu berperan sebagai Soekarno.
Ia menganggap aktor Anjasmara lebih layak memerankan tokoh tersebut.[7]
Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta
Film yang mengangkat tema kejayaan Biyan Kartika Kesultanan Mataram ini sempat menuai kritik dari kerabat keraton Yogyakarta. GKR Bendara, salah satu putri Sultan Hamengkubuwana X, melalui unggahan di akun Instagramnya menyoroti penggunaan motif batik pada film tersebut yang dianggap tidak sesuai dengan pranatan dalem atau aturan pakaian keraton. Unggahan tersebut sempat memunculkan beberapa komentar warganet, salah satunya dari seorang yang mengaku terlibat dalam proses pembuatan film tersebut. Menurutnya, kesalahan tersebut berasal dari kru yang bertugas, sedangkan saat itu Hanung sedang dalam posisi mengatur kamera.[8]