Sejak naik takhta pada tahun 380, Kaisar Teodosius I berusaha menggiring Gereja Timur untuk kembali kepada akidah Kristen versi Konsili Nikea I. Ia bercita-cita mempersatukan segenap warga negara Kekaisaran Romawi di bawah panji-panji akidah yang lurus, dan oleh karena itu memutuskan untuk menyelenggarakan sebuah konsili demi menuntaskan perkara-perkara iman dan tata tertib.[4]:45 Cita-cita Kaisar Teodosius I ternyata sejalan dengan cita-cita Gregorius Nazianzus, yang hendak mempersatukan Kekristenan. Atas prakarsa kedua tokoh inilah, konsili ekumene yang kedua akhirnya terselenggara pada musim semi tahun 381 di Konstantinopel.
Konteks teologi
Konsili Nikea I tahun 325 tidak serta-merta mengakhiri kontroversi ajaran Arius yang melatarbelakangi penyelenggaraannya. Arius dan para simpatisannya seperti Eusebius Uskup Nikomedia diterima kembali ke pangkuan Gereja sesudah bersikap seolah-olah menerima Syahadat Nikea. Atanasius Uskup Aleksandria, tokoh yang paling lantang menentang Arianisme, akhirnya disingkirkan ke pengasingan lewat akal bulus Eusebius Uskup Nikomedia. Sesudah Konstantinus Agung mangkat pada tahun 337 dan digantikan putranya yang berhaluan Arianisme, Konstantius II, wacana mengganti Syahadat Nikea pun mulai digaung-gaungkan. Sampai kira-kira tahun 360, debat-debat teologi lebih banyak berkisar seputar ihwal keilahian Sang Putra, pribadi kedua Tritunggal. Namun lantaran Konsili Nikea tidak memperjelas ihwal keilahian Roh Kudus, pribadi ketiga Tritunggal, ihwal ini akhirnya mengemuka dan menjadi topik perdebatan yang hangat. Golongan Makedonius menyangkal keilahian Roh Kudus. Penyangkalan terhadap hakikat ilahi Roh Kudus dikenal pula dengan sebutan Pneumatomakisme.
Di lain pihak, Kekristenan versi Konsili Nikea I juga punya pembela. Selain Atanasius, para Bapa Kapadokia juga mengangkat wacana Tritunggal yang sangat mempengaruhi sidang konsili di Konstantinopel. Apolinaris Uskup Laodikia, teolog pro-Nikea lainnya, malah menimbulkan kontroversi. Mungkin karena terlampau bersemangat membantah Arianisme dan ajarannya bahwa Kristus bukan Allah, Apolinaris mengajarkan bahwa keberadaan Kristus terdiri atas jasad insani dan akal budi ilahi, dengan mendustakan keyakinan bahwa Kristus berkodrat insani sempurna, termasuk memiliki akal budi insani.[5] Akibatnya ia dituding mencampuradukkan pribadi-pribadi Allah, dan terperosok ke dalam cara-cara sesat Sabellius. Basilius Uskup Kaisarea-Mazaka mendakwa Apolinaris telah berpaling dari makna harfiah Kitab Suci, dan sepenuhnya berpegang kepada makna kiasnya. Pandangan-pandangan Apolinaris dibidahkan dalam sebuah sinode di Aleksandria yang dipimpin Atanasius Uskup Aleksandria pada tahun 362, dan kemudian hari memunculkan beberapa golongan bidah, yang paling menonjol di antaranya adalah golongan Polemius dan golongan Antikomariani.
Konteks geopolitik
Komitmen kuat Kaisar Teodosius terhadap Kekristenan versi Konsili Nikea I bukannya tanpa hitung-hitungan risiko, karena warga Konstantinopel, ibu kota wilayah timur Kekaisaran Romawi, adalah basis penganut Arianisme. Situasi bertambah runyam lantaran dua kubu utama pendukung Kekristenan versi Konsili Nikea I di wilayah timur, yakni kubu Aleksandria dan kubu pendukung Melesius di Antiokhia, sudah "saling berseberangan ... nyaris sampai ke taraf bermusuhan".[6]
Uskup Aleksandria dan Uskup Roma sudah bertahun-tahun berusaha mencegah penguatan Keuskupan Konstantinopel. Oleh karena itu ketika Gregorius Nazianzus digadang-gadangkan menjadi calon Uskup Agung Konstantinopel, baik Aleksandria maupun Roma menyuarakan penentangan karena latar belakang Antiokhianya.
Keuskupan Konstantinopel
Uskup Konstantinopel yang menjabat ketika itu adalah Demofilus, seorang penganut Arianisme. Saat naik takhta, Teodosius menawarkan kesediaannya untuk mengukuhkan Demofilus sebagai uskup ibu kota kekaisaran dengan syarat menerima Syahadat Nikea. Karena Demofilus menolak meninggalkan Arianisme, ia langsung diperintahkan melepas jabatan dan angkat kaki dari Konstantinopel.[7][8] Sesudah empat puluh tahun dipimpin uskup-uskup penganut Arianisme, jemaat di Konstantinopel akhirnya dipimpin uskup-uskup yang menerima Syahadat Nikea. Para penganut Arianisme juga ditolak jemaat di kota-kota wilayah timur lainnya sehingga ajaran Kristen yang ortodoks kembali tegak di kawasan itu.[9]
Muncullah persaingan memperebutkan kendali atas keuskupan yang baru pulih itu. Kubu yang dipimpin Maksimus Sinikus berhasil mendapatkan dukungan Petrus Uskup Aleksandria, dengan cara memainkan kecemburuannya terhadap Keuskupan Konstantinopel yang belum lama terbentuk itu. Rencana mereka adalah menaikkan seorang rohaniwan yang taat kepada Petrus ke atas takhta Keuskupan Konstantinopel, dengan demikian Aleksandria dapat melanggengkan kepemimpinannya atas Gereja Timur.[10] Banyak pengamat menggambarkan Maksimus sebagai orang yang angkuh, arogan, dan ambisius. Meskipun demikian, tidak jelas apakah Maksimus mengincar jabatan tersebut karena ambisi pribadi, atau sesungguhnya ia cuma sebuah bidak belaka di tengah-tengah percaturan kekuasaan. Bagaimanapun juga, rencana tersebut akhirnya dijalankan. Suatu malam, tatkala Gregorius Nazianzus sedang tergolek sakit, anggota-anggota komplotan menerobos masuk ke gedung katedral dan menahbiskan Maksimus menjadi Uskup Konstantinopel. Mereka buru-buru mendapuk dirinya menjadi uskup agung, dan baru memangkas rambut gondrongnya saat fajar menyingsing. Peristiwa itu dengan cepat tersiar, sehingga seisi kota berbondong-bondong mendatangi lokasi kejadian. Para magistratus datang bersama pegawai-pegawai mereka. Maksimus berikut para penahbisnya didepak dari gedung katedral, dan terpaksa menuntaskan tonsur di rumah sewa seorang peniup seruling.[11]
Berita tentang upaya penyerobotan takhta Keuskupan Konstantinopel membangkitkan kemarahan warga yang sangat menghormati Gregorius. Maksimus hengkang ke Tesalonika dengan maksud menuntut keadilan dari kaisar yang sedang berada di kota itu, tetapi malah disambut dingin. Kaisar Teodosius melimpahkan penyelesaian perkara Maksimus kepada Askholius, Uskup Tesalonika yang sangat disegani, dengan menugasinya untuk meminta fatwa dari Paus Damasus I.[12]
Paus Damasus menyangkal keabsahan tahbisan Maksimus dan menasihati kaisar untuk menyelenggarakan sebuah konsili guna menuntaskan beragam isu Gereja, misalnya skisma yang timbul di Antiokhia, dan penahbisan uskup yang layak bagi Konstantinopel.[13] Sri Paus mengutuk tindakan memindah-mindahkan uskup dari satu keuskupan ke keuskupan lain, dan mengimbau kaisar untuk "mengusahakan agar orang yang terpilih menjadi Uskup Konstantinopel adalah orang yang bebas dari kecurigaan."[14]
Persidangan
Tiga puluh utusan dari golongan Pneumatomaki tiba di Konstantinopel, tetapi dicegah menghadiri konsili ketika menolak menerima Syahadat Nikea.
Karena Petrus Uskup Aleksandria tidak hadir, kepemimpinan sidang dipercayakan kepada Melesius selaku Uskup Antiokhia.[15] Tindakan pertama konsili adalah menyatakan tahbisan diam-diam Maksimus sebagai tahbisan yang tidak sah, kemudian mengukuhkan keputusan Kaisar Teodosius untuk mengangkat Gregorius Nazianzus menjadi Uskup Konstantinopel. Karena Melesius wafat tak lama sesudah konsili dibuka, Gregorius pun dipilih memimpin sidang.
Uskup-uskup Mesir dan Makedonia yang mendukung penahbisan Maksimus datang terlambat. Begitu tiba di Konstantinopel, mereka menolak mengakui keabsahan jabatan Gregorius Nazianzus sebagai kepala Gereja Konstantinopel, dengan dalih kepindahannya dari Keuskupan Sasima merupakan perbuatan yang menyalahi hukum kanon, karena kanon-kanon Konsili Nikea I sudah melarang pemindahan seorang uskup dari takhta keuskupannya.[16]:358–359
McGuckin menggambarkan Gregorius sebagai pribadi yang kelelahan secara fisik dan khawatir kehilangan kepercayaan para uskup maupun kaisar.[16]:359 Menurut Lewis Ayres, keputusan Gregorius untuk mendukung calon Uskup Antiokhia yang tidak terpilih dan gigih menentang segala bentuk kompromi dengan golongan Homoiousios membuat dirinya tidak disukai para uskup.[17]:254
Alih-alih memperjuangkan aspirasinya dengan risiko memperparah perpecahan Gereja, Gregorius justru memilih mengundurkan diri. "Biarlah saya seperti Nabi Yunus! Sayalah yang bersalah mengundang badai, tetapi saya akan mengorbankan diri demi keselamatan kapal. Ringkuslah saya dan buanglah saya... Saya tidak gembira diserahi jabatan, malah bersukacita mengembalikannya," ujar Gregorius.[18] Ia mengejutkan seisi ruang sidang dengan pengunduran dirinya yang tiba-tiba, lalu menyampaikan pidato yang dramatis kepada Teodosius, memohon kesudian sang kaisar untuk menerima pengunduran dirinya. Kaisar tersentuh mendengar penyampaian Gregorius. Baginda bertepuk tangan, memuji segala jerih payah Gregorius, dan mengabulkan permohonan pengunduran dirinya. Para peserta konsili meminta Gregorius menyempatkan diri menghadiri upacara perpisahan dan penyampaian pidato-pidato penghormatan. Gregorius memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyampaikan pidato terakhirnya (Oratio 42), kemudian bertolak meninggalkan Konstantinopel.[16]:361
Nektarius, seorang pejabat yang belum dibaptis, dipilih menggantikan Gregorius mengetuai sidang konsili.[17]:255
Kanon
Konsili Konstantinopel I dipercaya menghasilkan tujuh kanon, yakni empat kanon doktrinal dan tiga kanon tata tertib. Ketujuh-tujuhnya diterima Gereja Ortodoks Timur maupun Gereja Ortodoks Oriental. Gereja Katolik hanya menerima empat kanon pertama[19] karena hanya empat kanon itulah yang muncul dalam salinan-salinan tertua ketetapan Konsili Konstantinopel I, malah ada bukti bahwa tiga kanon terakhir baru ditambahkan kemudian hari.[20]
Kanon pertama adalah pembidahan segala bentuk turunan Arianisme, Makedonianisme, dan Apolinarianisme.[19]
Kanon kedua adalah penegasan kembali ketetapan Konsili Nikea I yang mewajibkan para uskup untuk mengindahkan batas-batas keuskupan dan kebatrikan.[19]
Kanon keempat menetapkan bahwa tahbisan Maksimus menjadi Uskup Konstantinopel adalah tahbisan yang tidak sah, dengan menegaskan "bahwasanya [Maksimus] bukanlah seorang uskup, demikian pula orang-orang yang ia tahbiskan bukanlah rohaniwan, apa pun jenjang tahbisan mereka".[19][22] Kanon ini tidak hanya ditujukan kepada Maksimus, tetapi juga kepada uskup-uskup Mesir yang berkomplot menahbiskannya secara diam-diam di Konstantinopel, dan kepada semua rohaniwan yang mungkin sudah ia tahbiskan di Mesir.[23]
Kanon kelima mungkin ditetapkan pada tahun 382, karena adanya tomus dari uskup-uskup Barat, mungkin dari Paus Damasus I.[19]
Kanon keenam mungkin disepakati pada tahun 382, kemudian diloloskan Konsili Quinisextum sebagai kanon 95. Kanon ini membatasi keleluasaan orang mendakwa para uskup berbuat salah.[19]
Kanon ketujuh mengatur prosedur penerimaan kembali ahli-ahli bidah tertentu ke pangkuan Gereja.[19]
Sengketa seputar kanon ketiga
Kanon ketiga merupakan langkah pertama ibu kota baru Kekaisaran Romawi ke puncak ketenaran. Konstantinopel, yang baru genap lima puluh tahun umurnya, menjadi pusat perhatian karena mampu menggeser posisi Antiokhia dan Aleksandria. Yerusalem, sebagai tanah kelahiran Gereja, tetap bertahan di jenjang kehormatannya.
Baronius berpendapat bahwa kanon ketiga tidak autektik, karena sesungguhnya tidak ditetapkan Konsili Konstantinopel I. Sejumlah tokoh Yunani pada Abad Pertengahan bersikeras bahwa kanon ini bukanlah pengukuhan supremasi (kewenangan tertinggi) melainkan primasi (keutamaan) Uskup Roma, yakni sebagai "tokoh yang dituakan di antara tokoh-tokoh sederajat", sama dengan kedudukan Uskup Konstantinopel di mata umat Kristen Ortodoks Timur sekarang ini. Selama beberapa abad berikutnya, Gereja Barat memuliakan Uskup Roma sebagai pemangku kewenangan tertinggi, dan melandaskan klaim supremasi Uskup Roma pada suksesiSanto Petrus sejak Skisma Akbar memisahkan Gereja Timur dari Gereja Barat. Ketika Konsili Konstantinopel I disetujui, Roma memprotes penurunan jenjang kehormatan Uskup Antiokhia dan Uskup Aleksandria. Status kedua Batrik Timur ini kemudian hari diungkit kembali para utusan Sri Paus dalam Konsili Kalsedon. Paus Leo Agung[24] mengumumkan bahwa kanon ini tidak pernah diajukan ke Roma, dan penurunan jenjang kehormatan kedua Batrik tersebut sudah merusak tatanan yang ditetapkan Konsili Nikea I. Dalam Konsili Konstantinopel IV tahun 869, para utusan Sri Paus[25] menegaskan bahwa jenjang kehormatan Uskup Roma lebih tinggi daripada jenjang kehormatan Uskup Konstantinopel.
Sesudah Skisma Akbar tahun 1054, Konsili Lateran IV tahun 1215 menetapkan di dalam kanon kelimanya bahwa Gereja Roma "oleh kehendak Allah mengatasi segala kewenangan tertinggi selaku ibunda sekaligus majikan segenap umat beriman".[26][27] Supremasi Roma atas seluruh dunia diumumkan Batrik Latin yang baru. Para penyunting Decretum Gratiani di Roma[28] menyisipkan kalimat "canon hic ex iis est quos apostolica Romana sedes a principio et longo post tempore non recipit" (inilah salah satu kanon yang sejak semula tidak diterima Takhta Apostolik Roma).
Kesudahan
Sudah banyak dikemukakan bahwa Paus Damasus I menyelenggarakan sebuah sinode pada tahun 382 yang menentang kanon-kanon tata tertib yang ditetapkan Konsili Konstantinopel I, khususnya kanon ketiga, yakni kanon yang menempatkan Konstantinopel pada jenjang kehormatan di atas Aleksandria dan Antiokhia. Sinode tersebut memprotes kenaikan uskup ibu kota baru Kekaisaran Romawi ke jenjang kehormatan yang lebih tinggi daripada jenjang kehormatan Uskup Aleksandria dan Uskup Antiokhia, dan menegaskan bahwa primasi takhta Keuskupan Roma bukanlah hasil mufakat sidang uskup melainkan ketetapan Kristus sendiri.[29][30][keterangan 1] Thomas Shahan mengemukakan bahwa Fotius pun beranggapan kalau Paus Damasus menyetujui ketetapan-ketetapan Konsili Konstantinopel I, tetapi kemudian menambahkan pula bahwa andaikata ada ketetapan Konsili Konstantinopel I yang disetujui Paus Damasus, mungkin hanya ketetapan revisi Syahadat Nikea, sama halnya seperti terjadi ketika Paus Gregorius Agung mengakui Konsili Konstantinopel I sebagai salah satu dari empat konsili umum, tetapi hanya dalam lingkup ketetapan-ketetapan dogmatisnya saja.[32]
Dari generasi ke generasi, Syahadat Nikea-Konstantinopel sudah erat dikaitkan dengan Konsili Konstantinopel tahun 381. Syahadat ini kurang lebih sama dengan Syahadat Nikea ditambah dua pasal baru. Pasal tambahan yang pertama menjelaskan tentang Roh Kudus, yang disifatkan sebagai "Tuhan, yang menghidupkan, yang keluar dari Sang Bapa, yang bersama Sang Bapa dan Sang Putra disembah dan dimuliakan, yang berfirman melalui para nabi". Pasal tambahan yang kedua berkenaan dengan Gereja, pembaptisan, dan kebangkitan orang mati.
Meskipun demikian, para sarjana berbeda pendapat mengenai keterkaitan Konsili Konstantinopel I dengan Syahadat Nikea-Konstantinopel. Sebagian sarjana modern percaya bahwa syahadat ini, atau suatu syahadat yang mendekatinya, dimufakati para uskup di Konstantinopel, tetapi tidak dipromulgasikan sebagai ketetapan konsili. Para sarjana juga berbeda pendapat mengenai apakah syahadat ini hanya sekadar pengembangan Syahadat Nikea ataukah hasil pengembangan syahadat tradisional lain yang mirip tetapi tidak sama persis dengan Syahadat Nikea.[33] Pada tahun 451, Konsili Kalsedon menyebut syahadat ini sebagai "syahadat ... dari 150 bapa suci yang bersidang di Konstantinopel",[34] yang mengindikasikan bahwa pengait-ngaitan syahadat ini dengan Konsili Konstantinopel tahun 381 sudah terjadi sebelum tahun 451.
David Eastman mengedepankan Konsili Konstantinopel I sebagai contoh lain dari pudarnya pengaruh Roma di wilayah timur Kekaisaran Romawi. Menurutnya, ketiga-tiga uskup pemimpin sidang berasal dari wilayah timur. Paus Damasus memandang Melesius maupun Gregorius sebagai uskup-uskup yang tidak sah menduduki takhta keuskupan mereka masing-masing tetapi, seperti yang ditunjukkan Eastman dan sarjana-sarjana lain, uskup-uskup wilayah timur tidak mengekor opininya dalam hal ini.[35]
Dalam Konsili Konstantinopel I inilah istilah "Roma Baru" untuk pertama kalinya dimunculkan sebagai sebutan bagi Konstantinopel. Istilah ini digunakan sebagai alasan yang mendasari penempatan Gereja Konstantinopel yang relatif masih muda itu pada jenjang kehormatan yang lebih tinggi daripada jenjang kehormatan Aleksandria maupun Antiokhia ('karena Konstantinopel adalah Roma Baru').
Gereja Ortodoks Timur di beberapa tempat (misalnya di Rusia) memperingati para bapa peserta enam Konsili Ekumene yang pertama pada hari minggu yang terdekat dengan tanggal 13 Juli,[36] dan pada tanggal 22 Mei.[37]
Keterangan
^Francis Dvornik menolak pandangan ini. Ia mengemukakan bahwa bukan saja Paus Damasus tidak mengajukan "protes menentang kenaikan jenjang kehormatan Konstantinopel", tetapi juga bahwasanya perubahan primasi takhta-takhta keuskupan utama terwujud dalam suatu "atmosfer yang penuh keakraban." Menurut Dvornik, "semua orang terus menghargai Uskup Roma sebagai uskup nomor satu di Kekaisaran Romawi dan sebagai kepala Gereja."[31]
^Sokrates Skolastikus, Sejarah Gereja, Jilid 5, Bab 8 & 11, menyebutkan bahwa Konsili Konstantinopel I diselenggarakan pada tahun meletusnya pemberontakan Magnus Maksimus dan wafatnya Grasianus.
^Dvornik, Francis (1966). Byzantium and the Roman primacy. Bagian Pemberitaan Universitas Fordham. hlm. 47. Diakses tanggal 17 Oktober 2011. Paus Damasus tidak mengajukan protes menentang kenaikan jenjang kehormatan Konstantinopel, kendati di masa lalu Aleksandria senantiasa menjalin hubungan yang akrab dengan Roma. Peristiwa yang jamak dianggap sebagai konflik pertama Roma dan Bizantium ini sesungguhnya berlangsung dalam atmosfer yang penuh keakraban. Semua orang terus menghargai Uskup Roma sebagai uskup nomor satu di Kekaisaran Romawi, dan sebagai kepala Gereja.
French royal (1668–1710) Not to be confused with Louis, Prince of Condé (1530–1569) or Louis, Grand Condé. Louis III de BourbonDuke of BourbonPortrait by François de TroyPrince of CondéTenure1 April 1709 - 4 March 1710PredecessorHenri Jules, Prince of CondéSuccessorLouis Henri I, Prince of CondéBorn(1668-11-10)10 November 1668Hôtel de Condé, Paris, FranceDied4 March 1710(1710-03-04) (aged 41)Palace of Versailles, Île-de-France, FranceSpouse Louise Françoise de Bourbon ̴...
RATP Dev AsiaIndustryPublic transportFoundedJuly 2009HeadquartersWhitty Street Tram Depot, Connaught Road West, Western DistrictHong Kong, Hong KongOwnerRATP DevSubsidiariesHong Kong Tramways (100%)Websiteratpdev.com/en RATP Dev Asia is a subsidiary of RATP Dev that operates public transport services in Asia.[1] It was previously the RATP Dev Transdev Asia (RDTA), a 50/50 joint venture owned by RATP Dev and Transdev until October 2020. It was originally Veolia Transport RATP Asia (VTR...
الاستسقاط هو محاولة ربط عدة أحداث أو أشياء منفصلة لا رابط يجمعها لتحميلها معنى جديدا ليس من أصل أي من الأحداث أو الأشياء نفسها كنوع من إضفاء الصفة العلمية أو المصداقية عليها أو إعطائها أهمية تفوق حجمها الحقيقي.[1] وقد صُيغ هذا المصطلح في عام 1958 من قبل كونراد كلاوس، الذي �...
Laurette TaylorLaurette Taylor pada sekitar tahun 1918LahirLoretta Helen Cooney(1883-04-01)1 April 1883New York City, New York, ASMeninggal7 Desember 1946(1946-12-07) (umur 63)New York City, New York, ASPekerjaanAktrisTahun aktif1912–1946Suami/istriCharles A. Taylor (m. invalid year; bercerai 1910) J. Hartley Manners (m. 1912; kematiannya 1928)AnakDwight Oliver Taylor Marguerite...
Logistical aspects of scuba breathing gas Rebreather diver with bailout and decompression cylinders Scuba gas management is the aspect of scuba diving which includes the gas planning, blending, filling, analysing, marking, storage, and transportation of gas cylinders for a dive, the monitoring and switching of breathing gases during a dive, efficient and correct use of the gas, and the provision of emergency gas to another member of the dive team. The primary aim is to ensure that everyone ha...
This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Faculty of Fine Arts, University of Dhaka – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (September 2019) (Learn how and when to remove this template message) Faculty of Fine Arts, University of DhakaEstablished1948: Dhaka Art School1963: East Pakistan College o...
American Latina-oriented collegiate sorority Hermandad de Sigma Iota Alpha, IncorporadaΣΙΑFoundedSeptember 29, 1990; 33 years ago (September 29, 1990)SUNY Albany, Stony Brook University, SUNY New Paltz, and Rensselaer Polytechnic InstituteTypeCulturalAffiliationNALFOEmphasisLatina cultureScopeNationalMottoSemper Unum et Inseparabilis (Always One and Inseparable)Colors Red Gold Royal Blue White as background color Black as background colorFlowe...
For the musical instrument also spelled Krummhorn (with non-umlauted O), see Crumhorn. Municipality in Lower Saxony, GermanyKrummhörn MunicipalityPumping station in Greetsiel FlagCoat of armsLocation of Krummhörn within Aurich district Krummhörn Show map of GermanyKrummhörn Show map of Lower SaxonyCoordinates: 53°26′N 7°5′E / 53.433°N 7.083°E / 53.433; 7.083CountryGermanyStateLower SaxonyDistrictAurich Subdivisions19 districtsGovernment • Mayor ...
Cartel del Norte del ValleLíder Orlando Henao Montoya (†) Iván Urdinola (†) Efraín Hernández Ramírez (†) Fernando Henao Montoya Arcángel de Jesús Henao Montoya Lorena Henao Montoya (†) Víctor Patiño Fómeque Juan Carlos Ramírez Abadía C.N.G.P. - El Piloto Diego León Montoya Sánchez Wilber Alirio Varela (†) Luis Alfonso Ocampo Fómeque Luis Hernando Gómez Andrés López López Carlos Alberto Oviedo Alfaro Danilo González (†) Carlos Alberto Renteria Mantilla (†) Mig...
1988 novel by Milan Kundera Immortality First English edition(publ. Grove Weidenfeld)AuthorMilan KunderaOriginal titleNesmrtelnostTranslatorPeter KussiCountryCzech RepublicPublication date1988Published in English1991Pages358 Immortality (Czech: Nesmrtelnost) is a novel in seven parts, written by Milan Kundera in 1988 in Czech. It was first published in 1990 in French, and then translated into English by Peter Kussi and published in the UK in 1991.[1] The story springs f...
French-based Creole Language spoken in Haiti Not to be confused with Haitian French, a variety of French spoken in Haiti. Haitian Creolekreyòl ayisyenPronunciation[kɣejɔl ajisjɛ̃]Native toHaitiEthnicityHaitiansNative speakers13 million (2020)[1]Language familyFrench Creole[2] Circum-Caribbean French[3]Haitian CreoleWriting systemLatin (Haitian Creole alphabet)Official statusOfficial language in HaitiRecognised minoritylanguage in...
Buste du Cardinal Escoubleau de SourdisArtiste Le BerninDate 1622Type SculptureDimensions (H × L) 74 × 60 cmMouvement BaroqueLocalisation Musée d'AquitaineCoordonnées 44° 50′ 08″ N, 0° 34′ 30″ Omodifier - modifier le code - modifier Wikidata Le buste du cardinal Escoubleau de Sourdis est un buste en marbre sur socle d'après nature réalisé par l'artiste italien Gian Lorenzo Bernini, dit Le Bernin. Réalisée en 1622[1], l'�...
United States historic placeUnity Ranger StationU.S. National Register of Historic PlacesU.S. Historic district Unity Ranger Station bunkhouse, 1984Show map of OregonShow map of the United StatesLocationWallowa-Whitman National ForestNearest cityUnity, Oregon, USACoordinates44°26′08″N 118°11′15″W / 44.43544°N 118.1874°W / 44.43544; -118.1874Built1936–1938; 85 years ago (1938)ArchitectU.S. Forest Service, Pacific Northwest Regional Archit...
Rufus Carrollton HarrisHarris pictured in The Jambalaya 1929, Tulane yearbookBornJanuary 2, 1896Walton County, GeorgiaDiedAugust 18, 1988(1988-08-18) (aged 92)Macon, GeorgiaNationality United StatesCitizenshipUSAAlma materMercer University;Yale UniversityKnown forTulane University president;Tulane University Law School dean; Rufus Carrollton Harris, CLA 1917, dean of Mercer Law School, 1925-1927, and Tulane Law School, 1927-1937; president, Tulane University, 1939-1960; pr...
The HitavadaThe 31 January 2012, Nagpur edition of The HitavadaTypeDaily newspaperFormatBroadsheetPublisherProgressive Writers and PublishersEditor-in-chiefBanwarilal PurohitEditorVijay PhansikarFounded1911LanguageEnglishHeadquartersThe Hitavada,Pt. Jawaharlal Nehru Marg, Nagpur - 12Websitewww.thehitavada.com The Hitavada is an English daily newspaper circulating mainly in Central parts of India.[1] Founded in 1911 by freedom fighter Gopal Krishna Gokhale in Nagpur,[2] the new...
For the fish appendage, see Fish fin. Flattened limb adapted for propulsion and maneuvering in water This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Flipper anatomy – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (June 2008) (Learn how and when to remove this template message) Humboldt penguin swimming. P...