Sampai saat ini kesenian ini masih ada dan berkembang di daerah Kauman, Pleret, Kabupaten Bantul. Ada 2 generasi montro yaitu generasi tua (orang-orang dewasa/tua) dan generasi muda (anak-anak). Kesenian ini sering ditampilkan setiap ada event kebudayaan di Yogyakarta sebagai iconKabupaten Bantul. Dan dengan kepemimpinan seorang Maestro kesenian Montro, yaitu H. Suratijan, kesenian ini masih bertahan sampai sekarang dan berkembang menjadi 2 versi, yaitu versi lama dan kreasi baru.[1]
Urutan & Jumlah Penari Kesenian Montro
Kesenian ini diawali dengan pembacaan kandha, yaitu semacam salam pembuka kepada pemirsa yang disampaikan oleh seorang dalang. Prosesi kemudian dilanjutkan dengan pembacaan lagu shalawatan dalam bahasa Arab yang dilafalkan seperti bahasa Jawa. Pembacaan syair shalawatan ini dinyanyikan dengan diiringi musik dan tarian. Alat musik yang digunakan ialah beberapa rebana dalam berbagai ukuran dengan fungsi nada masing-masing (ada yang berfungsi sebagai kendang, gong, kempul, dan lain-lain). Sementara itu, tarian yang mengiringi dilakukan dengan duduk dan berdiri, sambil sedikit jalan. Pertunjukan kesenian ini dipimpin seorang dalang dan diiringi para vokal dan penabuh yang duduk disekitar dalang. Para penari biasanya dilakukan 8-10 orang melakukan tarian dan terkadang juga melakukan sautan secara serempak.